Hari-hari gue kini jadi sedikit banyak berbeda dengan sebelumnya karena ada Echi yang hadir menjelma jadi pengisi kekosongan yang gue rasakan sebelumnya. kalau nggak Echi yg menginap di kamar gue, maka gue yg ngandong ke kosannya. Kebetulan kami berdua sama-sama non shift jadi nggak ada istilah jam kerja malam. Layaknya pasangan lain yg tengah dimabuk asmara, gue dan Echi juga kerap memilih menghabiskan waktu berdua meski harus menolak jam lembur yang ditawarkan bos di kantor, gue pikir gaji tanpa lembur gue sudah lebih dari cukup. Selain itu Echi juga adalah tipe cewek yang pengertian, dia menilai nggak harus selalu cowok yg nraktir cewek, beberapa kali gue bahkan makan gratis dari dia. Soal Candra, awalnya dia heran sama gue karena gue sering nggak menampakkan diri di kosan. Setelah gue beritahu kalo gue udah jadian sama Echi dia cuma tertawa lebar sambil tetap ngomong
"jangan diapa-apain dulu!" kata Candra tegas
dan gue jawab "udah terlanjur!" hehe
Jarang balik ke kosan, itu berarti gue juga jarang ketemu Candra apalagi dia kan kena shift malam. Nah makin jarang lah gue ketemu tuh anak. Di hari libur juga gue lebih suka menghabiskan waktu di kosan Echi atau sekedar jalan-jalan ke alun-alun kota bareng dia, yah pokoknya asal bareng Echi semua berasa indah deh hehe...
Memasuki bulan keempat gue kerja, gue memutuskan membeli sebuah handphone untuk mempermudah komunikasi gue dengan teman-teman dan juga Echi tentunya. Sebuah handphone mungil dengan layar monochrome warna biru gue ingat betul handphone pertama yang gue punya waktu itu. Dengan fasilitas seadanya, hp itu tergolong elit lho pada masanya. Perlahan tapi pasti gaya hidup gue yang dulu seadanya dan gue usahakan sesederhana mungkin, kini mulai berubah ke arah glamour dan foya-foya. Sebagai jiwa muda yg masih berkobar waktu itu gue merasa sedang berada dalam momen terbaik di hidup gue, berpenghasilan lumayan plus punya pacar cantik dan setia membuat gue mabuk kepayang. Beberapa kali bahkan gue mabuk beneran bareng Echi di kosannya. Sudah setengah tahun kini gue bekerja di Karawang, meski jarang ditempati tapi gue memilih bertahan di kosan gue. Selain karena gue juga malas mencari lagi kosan yg lain, ada Candra yg membuat gue memutuskan bertahan di sana. Bagaimanapun Candra tetap sahabat terbaik gue di kota ini, dia yang pertama gue kenal dan dia juga yang kerap membantu saat gue sedang kesulitan alias bisa ngutang dulu gitu! hehehe.. Tapi gue akui Candra memang orang baik kok, walau jarang bertemu kami tetap berteman baik.
Dan hari itu genap sudah dua minggu berturut-turut gue nggak balik ke kosan, kangen juga pengen tidur di ruangan kecil itu. Gue pengen maen gitar punya Candra lagi, maka sepulang kerja gue kirim pesan ke Echi bahwa gue nggak ke kosannya malam ini.
"wah tumben lo balik," Candra menyambut gue di gerbang bawah.
"masih inget kamar lo ya??" tambahnya
"iya gue kangen nih sama kamar gue, pengen maen gitar juga. Lo ngapain di sini?" tanya gue
"Abis balikin setrikaan temen, punya gue mendadak eror soalnya." Jawab Candra.
Kami berjalan menapaki tangga menuju lantai atas sambil berbincang ringan, rasanya seperti kembali ke rumah sendiri saat gue pandang berkeliling kamar-kamar di sini.
"wah elo kumat lagi nih ya," gue mengomentari volume kencang dari speaker aktif di kamar Candra.
"kan elo jarang balik? nggak ada yg protes lagi. Lagian juga di sini sepi kalo lo nggak ada, kan lo tau gue nggak begitu interaktif sama tetangga kamar kamar sebelah."
Kami duduk di beranda dan saat itulah mata gue menatap pintu kamar di seberang kamar gue, kamar yang sampai sekarang masih menyimpan rasa penasaran gue. Wanita itu.... dia cukup terpinggirkan beberapa bulan ini karena saking sibuknya gue pacaran sama Echi.
"eh, kamar yang itu masih ada penghuninya enggak?" gue menunjuk kamar itu.
"tau deh gue juga nggak ngerti," Candra geleng kepala.
"bener kata lo sih, emang ada cewek yg nempatin kamer itu tapi jarang keliatan keluar masuk nya. Gue beberapa kali pernah liat dia di kamer ini." Jelas Candra
"terus?" gue seperti disulut penasaran lagi.
"terus apanya? ya biasa aja."
"bukan. maksud gue, cewek itu masih pake kaos kaki item panjang?" tanya gue lagi
Candra mengangguk lagi, "menurut lo tuh cewek orang apa setan sih??" tanya Candra.
"Jelas orang lah, mana ada setan pake kaos kaki?" jawab gue
"ya kali aja dia lagi kedinginan?" kata Candra bercanda
Gue tertawa kecil, gue seperti mendapat sesuatu yg sempat hilang, iya rasa penasaran itu, rasa yang sempat sirna beberapa waktu terakhir, dan kini mulai menjalar lagi di otak gue. Terakhir gue ketemu cewek itu ya pas lagi nyanyi tengah malem itu aja. Setelah itu dia seolah lenyap atau gue yang melenyapkan diri ya?? Yang pasti malam itu gue duduk lagi di tembok beranda sambil menyetem gitar milik Candra, gue berharap wanita itu akan muncul lagi malam ini. Gue pengen ketemu dia.
Candra lagi pergi untuk shift malam, jadilah gue sendirian di sana dan sengaja malam ini gue akan menyanyikan lagu yg sama yang dulu pernah dinyanyikan wanita itu. Baru saja gue masuk intro, terdengar sebuah suara dari belakang gue melantunkan lagunya. Suara yg cukup melekat di pikiran gue. Iya dia!! Wanita berkaos kaki hitam itu, dia ada di belakang gue...
Bukan. Itu bukan dia... suaranya lain. Eh, iya itu dia tapi bukan! Cara menyanyinya lain! Ah, daripada bingung sendiri gue balikkan badan dan... "hemmpph........" gue cukup dibuat terkejut saat mendapati sosok Echi berdiri di belakang gue. Nyaris saja gue terlompat ke bawah"kamu ngagetin aja Chi," gue sedikit terengah karena benar-benar terkejut tadi"by the way kok lo ke sini gak bilang dulu sih?"Echi tersenyum simpul sangat sederhana dengan sedikit sudut bibirnya terangkat ke samping beda dengan cara dia tersenyum biasanya."Lo kenapa Chi? kok murung gitu?" tanya gue lagi mendapati Echi yg berdiri mematung di samping gue.Echi menggeleng perlahan"mau bikin kopi?" gue menawarkanEchi menggeleng lagi"atau lo laper?"Dijawab dengan gelengan lagi.Gue turun dari tempat gue duduk, menyandarkan gitar ke dinding lalu berdiri di samping Echi. Gue raih dan genggam tangannya, hmm dingin... tadi sore memang sempa
"Tok tok tok!" ketukan di pintu membangunkan gue dari tidur.Ketukannya makin cepat terdengar dan hampir saja pintu roboh kalau gue nggak cepat-cepat membukanya."apaan sih lo Ndra?" gue mendengus begitu tau yg mengetuk pintu adalah Candra."masih pagi juga udah gedor-gedor kamar orang. Ini kan kamar gue?""iya iya gue ulangi deh, ngapain pagi-pagi gedor kamar elo? buruan pake pakean lo!" kata Candra tetap berdiri di tempatnya."ada apaan emang?""sms gue masuk nggak sih??" gue cek hp yg masih tersambung dg charger.Di layarnya terdapat pemberitahuan memori pesan penuh, maka gue segera hapus semua pesan di inbox dan satu pesan baru dari nomor Candra langsung masuk. 'Echi kecelakaan. dia dirawat di RS Dewi S*i nanti gue jelaskan lagi, ketemu di sana aja.'"maksudnya apaan nih?" tubuh gue bergetar cukup hebat.Gue berharap yang gue baca ini hanya sms lelucon."tadinya gue mau kita ketemu di sana, tapi gue sms elo ko
N 6689 M Gue pandangi coretan nomor plat motor di kertas kecil yang lagi di tangan gue, sudah dua hari ini gue sering menatap berlama-lama deretan angka itu meski tanpa hasil apapun. Dua hari yg lalu saat gue ke kantor Polsek gue mendapat informasi tentang identitas pelaku tabrak lari Echi, salah satu saksi berhasil menghafal plat nomor sepeda motor yg melarikan diri itu. Sebuah sepeda motor Me*a P*o berplat nomor N 6689 M. Untuk identitas pelakunya, sayang belum ada kejelasan karena saat kejadian si pelaku menggunakan helm full face dan jaket kulit serta celana jeans hitam sehingga cukup menutup ciri-ciri fisiknya, yang pasti dia memiliki tinggi badan se Candra lah.. lumayan tinggi. Pihak Polisi sedang melacak keberadaan kendaraan asal kota Malang itu (huruf N adalah kode nopol Malang). Hal ini juga menjadi ironi sendiri buat gue, dimanapun gue berada, setiap gue melihat sepeda motor melintas gue jadi selalu tertarik untuk memperhatikan plat nomornya. Siap
"Heyy... apa yg terjadi? lo baik-baik aja kan?!" gue gedor pintunya berkali-kali"buka pintunya!" teriak gue karna panikBeberapa kali pun gue memutar handle pintu itu tetap tidak bergeming, tidak ada respon dari orang di dalam. Hanya suara tangisnya yg kini lenyap."minggir.." Candra memasang kuda-kudaGue menepi dan kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke pintu berusaha mendobraknya."aaaaarrggggh..." suara Candra terdengar miris, dia terhuyung mundur sambil pegangi kaki kanannya yg kesakitan akibat benturan tadi."ah lo belagak di film laga aja," komentar gue melihat Candra yang gagal dan kesakitan.Aneh memang di saat seperti ini gue pengen ketawa, cairan merah di bawah pintu masih menjalar sampai nyaris menyentuh ujung kaki gue. Gue gedor lagi pintunya. tetap tidak ada jawaban."Bongkar aja jendelanya," Candra mengusulkan"nih ambil obengnya di bagasi motor gue." Kata Candra lagiDengan gelagapan gue menangkap
"DIAM!!!" Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri wanita ituSeketika dia berhenti memberontak, dengan cukup terkejut gue menatap bergantian Candra dan wanita itu. Gue nggak nyangka Candra akan melakukan hal itu, iya menampar si wanita."Gue mau nolong lo... please lo jangan berontak terus," suara Candra terdengar bergetarWanita itu hanya diam dan nafasnya masih terengah-engah. Saat ini seprai kasur Candra yang berwarna putih sudah nyaris ber metamorfosa jadi warna merah gara-gara darah yang terus mengucur dari kaki si wanita ini."Ri, lo lap dulu lukanya gue bikin perban deh," Candra bergegas membuka lemari baju dan mulai menggunting di bagian depan dan belakang baju yang dia ambil"sorry," gue pegang kaki wanita itu dan mulai menyeka darah dari kakinya dengan secarik kaos yang diberikan Candra tadi.Luka di kaki dan tangannya cukup dalam. Meski sekarang darah yang mengucur nggak sebanyak di awal tadi, wanita itu meringis kesakitan saa
"Ri... bangun Ri....." sebuah tepukan di bahu membangunkan gue "ikut gue…" bisik candra.Kepala gue mendadak pening, gue baru saja tertidur selama beberapa menit. Tidur sebentar memang selalu nggak baik buat gue. Perlahan gue bangkit dan mengikuti Candra ke tembok balkon, bahkan saat itu gue masih nggak menyadari kalo pakaian gue masih belepotan darah wanita itu."Kita harus bereskan ini sebelum yang lain tau," kata Candra melirik percikan darah yg menghubungkan dua pintu kamar"gimana sama si Anna? kita perlu bawa dia ke rumah sakit." Jawab gue"enggak, lo tau sendiri kan dia ngotot nolak ke rumah sakit? Biar gue minta dokter kenalan gue ke sini. Makanya gue butuh bantuan lo, lo beresin kamarnya sementara gue yang jalan yaa?" jelas Candra dan gue mengangguk setuju.Dan lima menit kemudian mulailah gue membersihkan noda darah di lantai sekitar pintu ini."Gue nggak bakal lama kok magrib juga balik," kata Candra sambil be
"Jadi gimana nih selanjutnya?" tanya gue ke Candra sambil menatap tumpukan obat yang tadi diberikan dokter.Candra diam sebentar, "kita tunggu dia bangun dulu, baru kita bicarakan baik-baik apa yang harus kita lakukan," jawabnya.Potongan kain di kedua kakinya sudah diganti dengan perban oleh Dr. Yusuf, wanita berkaos kaki hitam itu kini jadi wanita "berkaos kaki" putih. Dalam hati gue sendiri nggak pernah menyangka kaos kaki hitam yang dipakainya ternyata untuk menutupi bekas-bekas luka yang dibuatnya sendiri. Muncul rasa iba sekaligus takut melihat sosok wanita yang sekarang sedang tertidur di kasur itu. Gue melangkah keluar kamar menuju tembok balkon favorit gue. Haah... betapa tadi gue masih meratapi kesedihan karena kehilangan Eci dan beberapa jam terakhir pikiran gue tersedot ke wanita berkelainan jiwa yang bernama Arianna. Sekarang waktunya gue mengistirahatkan otak gue, gue duduk di kursi kecil depan kamar yang gue taro di sudut tembok balkon. Sambil menjulurka
"HUUAA.....JAM SETENGAH SEMBILAAN!!" setengah berteriak gue bangun dan menatap jam dinding"Berisik lo, gue juga tau," kata Candra dengan santai sambil kucek-kucek mata"lo kok nggak bangunin gue dol?" tanya gue"nih, lo liat gue juga masih ileran noh.." dia menunjuk mulutnya "gue juga baru bangun!"Gue pandangi lagi jam dinding, berharap dengan begitu jarum-jarumnya akan berputar mundur. Tapi gue tau itu nggak mungkin, hari ini pertama kalinya gue bangun kesiangan di hari kerja."santai aja lah nggak usah dibikin panik," kata Candra lagi sambil dia merebahkan diri di kasur"busett.. kesiangan gini malah nyantai?!" protes gue"terus mau ngapain? maksain berangkat? kebayang nggak gimana bos lo bakal ngomelin plus maki-maki lo gara-gara dateng terlambat dua jam?" jawab CandraGue terdiam, sepertinya gue mendapat pembenaran dari statement Candra."so?" tanya gue pelan"tidur lagi," jawab Candra entengGue diam