Kavaya masih berdiam diri di depan pintu mendengarkan pembicaraan semua orang yang ada di dalam sambil berpikir siapa yang akan menikah karena tak mungkin Rebeca. Dia tahu sekali kehidupan Rebeca seperti apa.
Ceklek...
"Eh, astaga, nona Kava, dari mana saja nona... Kenapa semalam tak pulang ke rumah?"
Sang pelayan yang baru saja membuka pintu itu terkejut saat melihat nona mudanya berdiri di depan pintu dengan pakaian yang lusuh dan kotor semua bekas tanah. Pelayan ini adalah pelayan setia mamanya dari dulu dan paling menyayangi Kavaya sejak kecil sampai sekarang.
Kavaya sendiri masih diam dan tersenyum tipis ke arah pelayan yang selalu di panggilnya bibi Ami ini. Dia seperti ibu pengganti bagi Kavaya selama ini.
Miranda dan Rebeca yang melihat Kavaya pulang tersenyum sinis. Begitu juga dengan beberapa tamu yang datang ke sana.
"Nah, ini anak sialan yang aku bilang pada kalian. Benar kan apa kataku kalau dia nggak tahu diri. Dia pulang malah dalam keadaan nggak jelas begini. Juga semalaman udah nggak pulang," ucap Miranda seolah Kavaya baru saja melakukan kesalahan yang tak bisa di maafkannya.
Kavaya melihat ada tiga orang di sana yang dua terlihat seperti sepasang suami istri dan satu orang lagi seperti asistennya. Mereka melihat Kavaya penuh arti saat ini tapi Kavaya tak bisa mengetahui apa yang ada di pikirannya.
"Bukannya kemarin kalian yang mengusirku karena aku tak mau memberitahu dimana semua perhiasan mama dan semua berkas pentingnya?"
Kavaya mengucapkan semua itu dengan santai tapi perkataan itu mampu membungkam kedua anak dan ibu itu yang langsung pucat pasi saat ini. Mereka tak menyangka jika Kavaya akan mengatakan itu secara gamblang di depan semua orang saat ini.
Miranda berniat memojokkan Kavaya dan membuatnya jelek tapi malah Kavaya mampu membalikkannya secara telak. Miranda menggeram marah dan tertahan, dia menatap Kavaya tajam begitu juga dengan Rebeca yang kesal dengan Kavaya.
"Apa maksudmu aku mengusirmu? Bukannya semalam kamu yang mau pergi dari rumah ini setelah melakukan kekerasan kepada adikmu?" bantah Miranda lagi.
"Jangan memfitnah mama seperti itu, apa karena kami keluarga tirimu kamu berhak memfitnah kami seperti itu?"
Kavaya berdecih sinis, "Bukannya itu kenyataannya? Karena dari awal kalian masuk ke keluarga ini juga sudah mengincar apa yang menjadi milik mama? Bukannya kalian selama ini hanya menikmati saja tanpa menghasilkan?"
Plakkkk.....
Miranda langsung menampar Kavaya dengan keras begitu dia selesai bicara karena dia sudah kesal.
Satu tamu perempuan di sana menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang di lakukan Miranda, dia ingin membantu tapi satu laki laki yang duduk di sebelahnya menahannya agar tak ingin ikut campur dan berakhirlah dia yang hanya bisa menghembuskan napasnya panjang.
Kavaya sudah memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu. Dia menatap tajam ke arah Miranda sambil menahan rasa marah di hatinya saat ini. Bagi Kavaya sudah cukup perlakuan Miranda kepadanya.
"Miranda, aku rasa sudah cukup dengan semua yang kamu lakukan selama ini kepadaku karena jelas kalian bukan siapa siapa di sini dan aku bisa mengusir kalian berdua dari sini termasuk yang selalu di panggil papa itu. Kalian bertiga tidak berhak apa apa atas rumah ini. Jadi jangan merasa kamu nyonya rumah di sini karena biar bagaimanapun tetap aku lah pemenangnya!"
Miranda dan Rebeca tertegun mendengar itu semua karena mereka melupakan hal itu dan selama ini mereka sudah melakukan berbagai macam cara agar mereka bisa mengambil semua harta itu dan berniat menyingkirkan Kavaya. Tapi anehnya banyak keberuntungan yang di dapat Kavaya selama ini.
Setelah mengatakan itu Kavaya berlari pergi naik ke lantai atas, tak peduli dengan ketiga orang tamu yang menatapnya aneh. Saat ini dia ingin berdiam diri di kamarnya dan menumpahkan semua rasa sakitnya di sana.
Kedua pasang suami istri itu terlihat saling pandang dan tersenyum penuh arti dan mereka mengangguk samar sedangkan asisten yang ada di belakangnya sudah menghembuskan napasnya panjang.
"Ehem, maaf mengganggu, sepertinya kami akan pergi saja, rasanya tak elok menyaksikan semua pertengkaran di sini dan kami juga tak ingin ikut campur. Nanti kami akan mengabari semuanya apa yang akan menjadi keputusan kami. Dan nona Rebeca selamat sekali lagi untuk kamu karena sudah terpilih menjadi model nomer satu di majalah Yess bulan ini." ucap sang wanita itu dengan senyum lembutnya.
Rebeca yang mendapat sanjungan seperti itu tentu saja langsung besar kepala dan terlihat bangga dengan pencapaiannya begitu juga dengan Miranda. Wajahnya terlihat sekali jika dia bahagia dan yakin jika Rebeca lah yang akan di pilih kedua pasang suami istri itu.
"Baiklah kalau begitu kami pamit,"
Tanpa menunggu jawaban dari Miranda kedua orang tua itu pergi begitu saja begitu juga dengan asistennya.
Akan tetapi pada saat mereka berdua sampai di luar rumah wajah keduanya berbeda ekspresi dan kembali menjadi dingin dan datar.
"Ck, papi aku nggak suka sama mereka. Terlalu arogan dan sombong. Lebih baik kita memikirkannya kembali, bukan begitu Pedro?"
Pedro mengangguk sambil membukakan pintu untuk mereka berdua. Setelah memastikan kedua tuannya masuk ke dalam mobil mahal itu Pedro melajukan mobil itu dengan cepat. Mereka segera meninggalkan area rumah itu dan memilih menuju mansion mereka.
*
*
Setelah kepergian mereka bertiga Miranda serta Rebeca sudah bersorak senang, bahkan Rebeca sangat percaya diri jika dia yang akan terpilih nantinya.
"Mama aku yakin aku yang akan di pilih, bukannya gadis sialan itu tak mempunyai kemampuan apa apa dari pada aku? Cih, lagian mana mungkin dia mampu melakukannya? Dia saja nggak pernah kuliah kan dan hanya jalan jalan tak jelas. Dia juga tak berkerja jadi apa hebatnya dia? Iya kan mama?" ucap Rebeca penuh percaya diri.
Miranda tentu saja langsung mengangguk dan tersenyum sinis saat menatap lantai dua di mana kamar Kavaya sudah berpindah di pojokan karena kamar Kavaya sudah di minta Rebeca saat dia datang kemari.
"Tentu saja kamu yang akan terpilih dan papamu akan semakin bangga dengan kamu. Dia pasti akan mengabulkan apapun yang kamu minta nanti." sahut Miranda.
Mereka nampak merayakannya dengan pergi dari rumah dan sudah bisa di pastikan jika mereka hanya akan menghabiskan uang Orlandi lagi dengan berbelanja barang barang mewah yang tak di perlukan.
Kavaya yang melihat kepergian dua orang yang sangat dia benci itu menatap dengan tatapan sendu. Bagaimana tidak, saat dia kehilangan ibunya tak lama malah papanya membawa perempuan lain dan seorang gadis berusia yang sama dengannya.
Bahkan bisa di bilang mereka awalnya sangat manis tapi lama kelamaan sifatnya ketahuan dan mereka juga membuat papanya membencinya setiap hari.
Tapi pikiran Kavaya tertuju pada dua orang yang bertamu tadi.
"Apa yang mereka lakukan di sini? Nggak mungkin mencari jodoh 'kan? Atau malah mereka ingin mencari papa tapi mereka tak bisa bertemu dengannya?"
Kavaya terus bermonolog tanpa tahu apa tujuan orang tadi.
Tapi saat Kavaya akan berbalik masuk kembali ke dalam kamarnya dan menutup korden kamarnya dia melihat ada seseorang di bawah di depan rumahnya sedang melihat ke arahnya.
"Siapa dia?"
to be continued
Saat Kavaya berkedip sekali orang yang ada di bawah itu sudah hilang tak ada lagi di tempatnya tadi. Kavaya keluar dari kamarnya ke balkon dan celingukan mencari orang yang tengah mengawasinya tadi. Tapi meskipun Kavaya mencarinya tapi dia tak menemukan orang itu dimana mana."Dia pergi kemana?"Kavaya segera kembali masuk ke dalam kamarnya dan menutup jendela kamarnya. Dia juga langsung mengunci jendela kamarnya dan berlari masuk ke dalam kamar mandi."Nggak mungkin kan dia ngikutin aku dari gudang tadi? Dia jahat apa ya? Apa ada hubungannya dengan orang yang aku temuin tadi di gudang itu?" batin Kavaya.Kavaya menggelengkan kepalanya berusaha mengusir semua pikiran buruk dari otaknya. Dia memutuskan untuk segera membersihkan dirinya karena bajunya sudah semakin bau. Berhubung dua siluman betina itu pergi Kavaya bisa mengambil makanan sepuasnya saat ini tanpa takut di maki dan di marahi.Kavaya bukan tak ingin melawan, hanya saja dia terkadang sudah tak ingin ada keributan di rumah i
King yang sedang dalam perjalanan pun merasa tak jenak karena info yang di berikan Leo tadi sangat mengganggunya. Dia amenggeram marah dan Leo pun yang ada di depan melirik King dari kaca spion yang ada di sana."Kamu benar benar jatuh cinta sama dia atau cuma ingin berterima kasih kepadanya karena udah nolongin dia?" King melirik ke arah Leo, dia yang awalnya bingung dengan apa yang akan di jawabnya akhirnya tersenyum tipis. King menatap keluar jendela dan melihat banyak pohon di luar sana yang berjajar dalam kegelapan."Awalnya aku nggak tahu dia siapa bahkan sampai aku terluka itu juga tak menyangka. Aku nggak tahu kenapa bisa sampai di gudang itu padahal tempat penyeranganku pun jauh dari sana. Yang lucunya malah tiba tiba aku kehabisan tenaga dan malah dia menolongku tanpa pikir panjang. Dia nggak tahu siapa aku dan juga nggak tahu siapa yang menyerangku tapi dia berani menolongku. Kalau sekarang aku belum cinta sama dia, bukannya dia layak buat di perjuangkan? Aku nggak butuh
Kavaya segera membereskan semua barang barang miliknya agar jika nanti terjadi sesuatu dia tinggal pergi dan angkat kaki dari rumah terkutuk itu. Kavaya tak ingin tinggal di sana meskipun rumah itu banyak menyimpan kenangan bersama dengan sang mama tapi Kaavaya juga merasakan sakit yang berbarengan di sana karena ulah papanya yang menurutnya tak tahu diri itu."Aku harus bisa lebih kuat lagi, jangan sampai mereka nanti mereka melakukan sesuatu yang malah akan membahayakan nyawaku nantinya." gumam Kavaya.Dia kembali ke dalam kamar dan berdiam diri disana. Malam ini dia ingin tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan apapun dari dua wanita yang selalu mengganggunya itu.Tak menunggu lama Kavaya terlelap di ranjangnya yang sangat sempit itu. Semenjak sang mama tiada semenjak papanya membawa dua benalu ke rumah mereka Kavaya tak pernah menangis sama sekali.**Rebeca dan Miranda pulang dalam keadaan setengah mabuk dan banyak sekali belanjaan milik mereka yang di turunkan dari mobil yang
Saat King pergi dari tempat buat meting tadi gumpalan asap hitam sudah mengepul di udara dan itu pertanda jika apa yang di inginkan King sudah terlaksana. Dan King memutuskan untuk segera kembali ke negara A karena entah perasaannya tak tenang tentang Kavaya yang ada di sana. "Leo beri perintah pada anak buah kita di sana untuk terus mengawasi gadisku. Aku mempunyai firasat tak enak tentangnya!"Leo yang sedang memeriksa beberapa laporan pekerjaan segera menghentikannya dan meraih ponselnya untuk menghubungi anak buahnya yang ada di dekat rumah Kavaya. Dan setelah memastikan semua aman, dia melanjutkan pekerjaannya kembali. Sementara King berusaha memejamkan matanya meskipun dia tak akan bisa tidur untuk saat ini.**Pagi hari menjelang dan Kavaya sudah siap untuk pergi kuliah hari ini tapi bukan berarti dia akan berpenampilan rapi seperti anak kuliahan lainnya. Karena jika itu sampai ketahuan nasibnya akan berakhir tragis di tangan ibu tiri dan saudara tirinya.Tap.. tap...Suara l
King segera masuk ke dalam vila itu dan mencari di mana Kavaya sedang di tahan. Richard segera menyusul King masuk ke dalam dan di sana ada beberapa orang yang sudah tergeletak di lantai dengan bersimbah darah dimana mana."Astaga..... udah jelas ini bakalan ada puting beliung angin ribut ini." gumam Richard pelan. Dia segera berlari menyusul King untuk naik ke lantai atas. Saat Richard tengah bingung mencari di mana bosnya itu terdengar suara barang pecah berserakan dan di sana nampak barang pecah berserakan. Tak hanya itu ada dua orang yang sedang di hajar oleh King sampai mereka babak belur tak berbentuk lagi."Kan bener apa dugaanku!"Richard segera menghampiri King dan melihat di sana ada yang aneh dengan Kavaya. Richard segera masuk ke dalam dan jelas indera penciumannya mencium bau yang sangat dia kenali.Srettt...."Kinggg....Berhenti.... Kavaya butuh kamu!!!" Richard berhasil menghentikan King menghajar orang yang sudah tak bergerak itu dan bisa di pastikan jika kedua orang
Kavaya mulai melakukan aksinya pada milik King yang sudah berdiri tegak seolah menantangnya untuk melakukan sesuatu yang membuat tubuhnya panas dingin dan hawa di ruangan itu semakin panas.Kavaya mulai mendekatkan wajahnya ke benda yang sudah tegak berdiri itu dan membuat King menahan napasnya sesaat. Tapi tak sampai beberapa detik mata King terpejam serta kepalanya menengadah ke atas karena dia menikmati apa yang di lakukan Kavaya pada senjata miliknya yang sudah berdiri tegak. Otot ototnya pun juga terlihat di sana saat Kavaya mulai menggerakkan bibir manisnya untuk bergerak di sana. Tak hanya itu jari jemari Kavaya juga bergerak lincah mengikuti nalurinya. Dia terus memainkan benda milik King yang sedang di pegangnya saat ini. King sendiri sudah tak bisa melakukan apa apa karena Kavaya terus memanjakan junior miliknya."Swetty, oh...."Akhirnya suara itu keluar juga dari mulut King dengan nada seraknya. Kavaya terus memainkannya dan juga menjilatnya seperti dia sedang memakan es
Pagi hari menjelang, tapi dua orang yang baru saja menyelesaikan pergumulunnya semalam masih terlelap dalam tidur. Kavaya yang matanya terkena sinar matahari yang masuk ke dalam kamar itu mulai membuka matanya perlahan. Tapi dia mengerutkan keningnya saat dia merasa ada benda berat di atas perutnya. Awalnya dia bingung saat melihat atap kamar itu yang jelas bukan kamarnya. Dia juga beralih pada perutnya dan seketika matanya terbelalak saat melihat ada tangan kekar yang melingkar di atas perutnya.Kavaya masih terdiam mengingt apa yang terjadi, dan matanya membola sempurna saat ingatan demi ingatan apa yang terjadi semalam mulai terlintas di benaknya."Astaga, apa yang aku lakuin?" gumam Kavaya lirih.Dia dengan pelan menyingkirkan tangan itu dan ingin pergi dari sana. Tapi ternyata bagian inti miliknya masih terasa perih dan membuatnya meringis kesakitan."Sshhh....."Dan karena posisi dia yang tak benar akhirnya Kavaya pun terjatuh di atas lantai."Awww...."King yang semula terlela
"Ehmmm...." Wajah Kavaya bingung saat ini dan itu membuat King bertanya tanya. "Apa masih ada yang mengganggu pikiran kamu?" "Jadi aku harus memanggilmu apa? Kamu dari tadi terus memanggilku dengan panggilan Sweety tapi kita tak punya hubungan sedekat itu sebelumnya. Kecuali....?" King yang mendengar pernyataan Kavaya hampir saja mengamuk tapi kemudian dia melihat raut wajah bingung Kavaya dia memahami apa yang membuat Kavaya banyak berpikir sejak tadi. King tiba tiba kembali berjongkok di depan Kavaya dan membuat Kavaya mengerjakan matanya lucu. "Kamu bisa panggil aku sayang jika kamu mau. Dan lagi mungkin di sini sudah ada kecebong yang sudah berkembang biak dengan banyak," celetuk King santai. "A-apa? Berkembang biak?" King mengangguk dan dia mendekatkan dirinya pada Kavaya yang membuat Kavaya sedikit mundur ke belakang. "Apa yang ingin kamu lakukan?" cicit Kavaya takut. "Aku harap kamu mengandung anakku, dengan begitu kamu tidak akan mempunyai pikiran untuk
King terus menyerang Kavaya dari segala posisi, dia tak membiarkan Kavaya bareng sedetik saja. Semua yang ada pada Kavaya di jelajahinya sampai dia puas. Terakhir karena dia sendiri sudah turn on, dia melepas sisa kain yang masih melekat padanya. Kavaya meneguk ludahnya kasar meskipun pernah merasakannya. "Sweety apa kamu udah siap?" tanya King dengan suara seraknya. Kavaya mengangguk ragu tapi King yang sudah di selimuti kabut gairah pun tetap melakukan apapun pada Kavaya. Kavaya sempat memekik kembali Karena ternyata rasanya kembali sakit seperti saat pertama kali mereka melakukannya dulu. King menghentikan apa yang dia lakukan karena melihat Kavaya kesakitan. Dia mulai panik tapi kepalang tanggung juniornya pun sudah masuk separo. "Sweety, apa ini menyakitimu? Aku akan berhenti kalau ini kembali sakit seperti dulu." Kavaya menahan lengan King karena dia baru ingin menyesuaikan dirinya. "Tidak King, hanya sedikit kaget karena ternyata rasanya kembali seperti dulu.
Kavaya tertawa renyah mendengar Kung mengatakan jika dia semakin sexy. Dan ya, itu memang benar karena selama di Jepang selalu menjaga kesehatannya dan merawat dirinya. "Kenapa malah tertawa?" tanya King tak suka. "Apa kamu baru sadar kalau aku emang sexy Bee?" King menghela napas panjang, "Maafkan aku sweety, aku sudah banyak menyakitimu. Harusnya aku yang menjagamu. Bukan malah sebaliknya," Kavaya meraih wajah King yang kembali menunduk, rasanya tak elok bagi King yang seorang ketua mafia menjadi melempem seperti ini. Harusnya dia lebih tegas dan kuat lagi agar musuh musuhnya tak meremehkannya. "King, sudah waktunya kamu bangkit. Sudah waktunya kamu kembali ke dunia kamu." King menatap mata Kavaya yang selalu bisa menenangkannya. Dia tak ingin membuat Kavaya menderita lagi. Dan jika dia masih lembek seperti ini, jelas dia akan membuat Kavaya dalam bahaya. Sekalinya Kavaya kuat dan tangguh tapi dia tetap seorang perempuan. "Kamu aku aku kembali seperti dulu?" "Ya, d
Kaito tak percaya dengan apa yang dia lihat. King benar benar sudah ketularan Kavaya dari segi tingkah dan juga perkataannya. Dari tengah lapangan terdengar jeritan Moa yang kesakitan karena ikan ikan piranha itu terus menggerogoti semua badannya. Air yang awalnya bening itu berubah menjadi merah karena terkena darah segar dari badan Moa. "Ah, nggak seru... masak udah selesai. Harusnya kan dia bertahan lebih lama lagi. Bukannya dia paling semangat kalau bermain dengan nyawa orang?" sungut King kesal. Lagi lagi Kaito melongo mendengar itu. Sedangkan di tengah sana Moa sudah tak bernyawa dan King meninggalkannya begitu saja. "Lah, langsung di tinggal aja ini." King sudah masuk ke dalam markas mencari Kavaya yang tadi sedang memasak. Kaito memijat keningnya yang berdenyut akibat ulah King barusan. "Astaga, ada Kavaya aja aku sering di buat pusing. Ini malah satunya juga ikutan tengil juga!" keluh Kaito pelan. Anak buahnya menahan tawa saat ini tapi tak berani bersuara
Kaito kembali ke markasnya setelah pemakaman Pedro selesai. Saat dia sampai disana terlihat mobil Kavaya sudah terparkir rapi di depan markas. "Cepet banget baliknya....." Kaito masuk ke dalam markas dan ingin mencari Kavaya ke kamarnya. Tapi ternyata saat dia melewati dapur dia mencium aroma bau masakan. Kaito berbelok ke dapur, dan benar saja ternyata Kavaya sedang ada disana berkutat dengan peralatan dapur dan juga beberapa masakan. Di meja makan sudah terhidang beberapa menu masakan Jepang yang Kaito suka. "Rajin banget masaknya? Ada acara apa?" Kavaya yang mendengar suara kakaknya dari balik badannya menghentikan aktivitasnya. "Gimana disana?" tanya Kavaya Kaito duduk dan mengambil beberapa camilan yang ada disana. "Leon masih disana, dan aku sedikit memberi tahunya agar dia tak berlarut dengan keadaanya saat ini. Berat jelas, tapi dia harus melanjutkan hidupnya kembali." Kavaya mengangguk mengerti dan kembali melanjutkan acara memasaknya. Kaito celingukan t
Kavaya melihat Naomi yang sedang berbaring dari depan dinding kaca yang ada disana. Saat ini dinding kaca itu di buka untuk keluarga bisa melihat Naomi. Richard yang sudah selesai mengganti baju dan mengisi tenaganya menghampiri Kavaya yang sedang terdiam. "Dulu, berapa lama kamu bisa sembuh dari semua rasa sakit itu?" tanya Richard tiba tiba. "Rasa sakit itu tak akan pernah bisa sembuh Rich, aku akan selalu mengingatnya. Tapi aku memutuskan untuk tetap hidup agar bisa membalas mereka semua." Ada nada getir tersirat dari perkataan Kavaya barusan. Dan Richard paham dengan itu. Richard melihat King menjadi pendiam dan hanya akan berbicara sesekali saja. Dan kali ini dia juga merasakannya tapi Richard lebih beruntung karena Naomi dan bayinya selamat. Dia bersyukur Naomi dan bayinya bisa bertahan. Dan dia tak bisa menyalahkan King atau Kavaya karena melibatkan Naomi dalam masalah mereka. Dari awal Naomi milik Kavaya dan keluarganya. Mereka tak mengambil Naomi dan memisahkan de
Kavaya yang saat ini menuju ke rumah sakit pun terus terdiam. Bajunya masih banyak bekas percikan darah dari sisa bertarung tadi. Dia tak risih bahkan terganggu dengan bau anyir dari darah itu. Tak lama dia sampai di rumah sakit tempat Naomi di rawat. Di lihat dari dalam mobil banyak pengawal dari kakaknya dan juga anak buah dari Kaito yang sedang berjaga. Tak terlalu banyak lalu lalang disana mengingat semua anak buah Kaito dan King berjaga dengan ketat disana. Tok tok.... Ketukan di kaca mobilnya membuyarkan lamunannya. Dari dalam mobil, Kavaya melihat salah orang kepercayaan kakaknya menghampirinya. "Ada apa?" tanya Kavaya datar. "Nona muda ini baju ganti untuk anda, tadi tuan Kaito sudah memberi tahu jika nona akan datang kemari. Dan kebetulan Nona Naomi juga sudah selesai dengan operasinya. Kondisinya semakin membaik, bayinya perlahan mulai kembali kuat. Hanya saja nona Naomi masih di rawat di ruangan khusus atas permintaan tuan Muda Kaito!" Kavaya mengangguk mengert
Ternyata Kavaya benar benar menyerang dengan brutal pada Moa. Dia tak menyangka jika Kavaya sengaja bermain dengannya tadi hanya untuk membuatnya kelelahan. "Nggak pantes banget Tante ini di sebut seorang ibu. Dan pantas jika sampai saat ini Tante hanya bingung mencari validasi agar di cintai oleh om Axel karena Tante sendiri doyan bermain di luar sana." Kavaya terus menyerang fisik dan juga mental Moa agar Moa semakin kalut dan itu memudahkan Kavaya untuk membuat Moa berhenti menyerangnya. Moa semakin mengamuk saat ini tanpa dia sadari dengan dia yang selalu mengamuk ini malah membuat celah untuk Kavaya segera melumpuhkannya. Dengan cepat Kavaya kembali menyerang dan mengayunkan pedangnya dengan cepat. Dan .... Ting .... Pedang yang di bawa Moa terlepas dan terlempar jauh dari tempat mereka. Moa menggeram marah karena dia merasa terpojok. "Wah, pedangnya hilang ya....." "Kalau gitu aku juga akan pakai tangan kosong, biar adil musuh orang tua kayak Tante..." Peda
King sudah di bawa pergi oleh Kaito. Kavaya pun sedikit tak mengerti dengan apa yang terjadi pada King sebelumnya. Tapi saat ini, urusan Kavaya dengan Moa. Wanita iblis berkedok manusia ini harus segera di habisi karena sudah mencelakakan banyak orang. "Jadi kamu ingin jadi pahlawan kesiangan untuk mereka?" ejek Moa pada Kavaya "Tak ada yang akan jadi pahlawan Tante, tapi aku sendiri memang sudah ingin menghabisi Tante karena dendam masa lalu!" Moa menyeringai mendengar itu, tentu dia paham kemana arah pembicaraan Kavaya saat ini. "Kamu sudah tahu ternyata, jadi aku tak perlu repot repot menjelaskannya lagi kepadamu atau yang lain. Jadi gimana rasanya kehilangan orang tua dan juga bayimu? Apa itu sudah membuatmu gila?" ejek Moa lagi. Kavaya menggelengkan kepalanya, entah kenapa saat ini dia merasa lebih santai meskipun dia sudah berhadapan dengan orang yang membuat neraka di hidupnya. Ya, Moa lah yang menyebabkan semua itu terjadi. Moa yang menyuruh Kavaya menerima perjod
King dan Kavaya sudah sampai di tempat dimana Kaito sudah menunggu mereka. Axel sudah di bawa pergi terlebih dahulu untuk segera di obati semua lukanya. Kaito juga sudah memanggil seluruh tim dokter terbaik yang akan di butuhkan untuk menangani Axel nanti. "Gimana keadaan Nomnom?" tanya Kaito setelah Kavaya ada didekatnya Kavaya menggeleng sebagai jawaban. Kaito sendiri menghembuskan napasnya panjang karena dia ikut prihatin dengan apa yang menimpa Naomi sahabat terdekat dan juga sekaligus tangan kanan Kavaya selama ini. "Tenang aja, dia bakal baik baik saja. Bukankah kakek selalu bilang jika Nomnom itu punya sembilan nyawa seperti kucing? Jadi dia pasti selamat. Mungkin sekarang memang di suruh untuk beristirahat dan kamu'lah yang bergerak!" Kavaya mengangguk pelan lalu beralih ke depan. "Apa ada orang lain lagi yang menjadi tawanannya?" Kaito menggelengkan kepalanya dan Kavaya mulai berjalan pelan tapi pasti. King juga Kaito mengikuti dari belakang untuk menjaga Kavaya. S