Kavaya masih berdiam diri di depan pintu mendengarkan pembicaraan semua orang yang ada di dalam sambil berpikir siapa yang akan menikah karena tak mungkin Rebeca. Dia tahu sekali kehidupan Rebeca seperti apa.
Ceklek...
"Eh, astaga, nona Kava, dari mana saja nona... Kenapa semalam tak pulang ke rumah?"
Sang pelayan yang baru saja membuka pintu itu terkejut saat melihat nona mudanya berdiri di depan pintu dengan pakaian yang lusuh dan kotor semua bekas tanah. Pelayan ini adalah pelayan setia mamanya dari dulu dan paling menyayangi Kavaya sejak kecil sampai sekarang.
Kavaya sendiri masih diam dan tersenyum tipis ke arah pelayan yang selalu di panggilnya bibi Ami ini. Dia seperti ibu pengganti bagi Kavaya selama ini.
Miranda dan Rebeca yang melihat Kavaya pulang tersenyum sinis. Begitu juga dengan beberapa tamu yang datang ke sana.
"Nah, ini anak sialan yang aku bilang pada kalian. Benar kan apa kataku kalau dia nggak tahu diri. Dia pulang malah dalam keadaan nggak jelas begini. Juga semalaman udah nggak pulang," ucap Miranda seolah Kavaya baru saja melakukan kesalahan yang tak bisa di maafkannya.
Kavaya melihat ada tiga orang di sana yang dua terlihat seperti sepasang suami istri dan satu orang lagi seperti asistennya. Mereka melihat Kavaya penuh arti saat ini tapi Kavaya tak bisa mengetahui apa yang ada di pikirannya.
"Bukannya kemarin kalian yang mengusirku karena aku tak mau memberitahu dimana semua perhiasan mama dan semua berkas pentingnya?"
Kavaya mengucapkan semua itu dengan santai tapi perkataan itu mampu membungkam kedua anak dan ibu itu yang langsung pucat pasi saat ini. Mereka tak menyangka jika Kavaya akan mengatakan itu secara gamblang di depan semua orang saat ini.
Miranda berniat memojokkan Kavaya dan membuatnya jelek tapi malah Kavaya mampu membalikkannya secara telak. Miranda menggeram marah dan tertahan, dia menatap Kavaya tajam begitu juga dengan Rebeca yang kesal dengan Kavaya.
"Apa maksudmu aku mengusirmu? Bukannya semalam kamu yang mau pergi dari rumah ini setelah melakukan kekerasan kepada adikmu?" bantah Miranda lagi.
"Jangan memfitnah mama seperti itu, apa karena kami keluarga tirimu kamu berhak memfitnah kami seperti itu?"
Kavaya berdecih sinis, "Bukannya itu kenyataannya? Karena dari awal kalian masuk ke keluarga ini juga sudah mengincar apa yang menjadi milik mama? Bukannya kalian selama ini hanya menikmati saja tanpa menghasilkan?"
Plakkkk.....
Miranda langsung menampar Kavaya dengan keras begitu dia selesai bicara karena dia sudah kesal.
Satu tamu perempuan di sana menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang di lakukan Miranda, dia ingin membantu tapi satu laki laki yang duduk di sebelahnya menahannya agar tak ingin ikut campur dan berakhirlah dia yang hanya bisa menghembuskan napasnya panjang.
Kavaya sudah memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan itu. Dia menatap tajam ke arah Miranda sambil menahan rasa marah di hatinya saat ini. Bagi Kavaya sudah cukup perlakuan Miranda kepadanya.
"Miranda, aku rasa sudah cukup dengan semua yang kamu lakukan selama ini kepadaku karena jelas kalian bukan siapa siapa di sini dan aku bisa mengusir kalian berdua dari sini termasuk yang selalu di panggil papa itu. Kalian bertiga tidak berhak apa apa atas rumah ini. Jadi jangan merasa kamu nyonya rumah di sini karena biar bagaimanapun tetap aku lah pemenangnya!"
Miranda dan Rebeca tertegun mendengar itu semua karena mereka melupakan hal itu dan selama ini mereka sudah melakukan berbagai macam cara agar mereka bisa mengambil semua harta itu dan berniat menyingkirkan Kavaya. Tapi anehnya banyak keberuntungan yang di dapat Kavaya selama ini.
Setelah mengatakan itu Kavaya berlari pergi naik ke lantai atas, tak peduli dengan ketiga orang tamu yang menatapnya aneh. Saat ini dia ingin berdiam diri di kamarnya dan menumpahkan semua rasa sakitnya di sana.
Kedua pasang suami istri itu terlihat saling pandang dan tersenyum penuh arti dan mereka mengangguk samar sedangkan asisten yang ada di belakangnya sudah menghembuskan napasnya panjang.
"Ehem, maaf mengganggu, sepertinya kami akan pergi saja, rasanya tak elok menyaksikan semua pertengkaran di sini dan kami juga tak ingin ikut campur. Nanti kami akan mengabari semuanya apa yang akan menjadi keputusan kami. Dan nona Rebeca selamat sekali lagi untuk kamu karena sudah terpilih menjadi model nomer satu di majalah Yess bulan ini." ucap sang wanita itu dengan senyum lembutnya.
Rebeca yang mendapat sanjungan seperti itu tentu saja langsung besar kepala dan terlihat bangga dengan pencapaiannya begitu juga dengan Miranda. Wajahnya terlihat sekali jika dia bahagia dan yakin jika Rebeca lah yang akan di pilih kedua pasang suami istri itu.
"Baiklah kalau begitu kami pamit,"
Tanpa menunggu jawaban dari Miranda kedua orang tua itu pergi begitu saja begitu juga dengan asistennya.
Akan tetapi pada saat mereka berdua sampai di luar rumah wajah keduanya berbeda ekspresi dan kembali menjadi dingin dan datar.
"Ck, papi aku nggak suka sama mereka. Terlalu arogan dan sombong. Lebih baik kita memikirkannya kembali, bukan begitu Pedro?"
Pedro mengangguk sambil membukakan pintu untuk mereka berdua. Setelah memastikan kedua tuannya masuk ke dalam mobil mahal itu Pedro melajukan mobil itu dengan cepat. Mereka segera meninggalkan area rumah itu dan memilih menuju mansion mereka.
*
*
Setelah kepergian mereka bertiga Miranda serta Rebeca sudah bersorak senang, bahkan Rebeca sangat percaya diri jika dia yang akan terpilih nantinya.
"Mama aku yakin aku yang akan di pilih, bukannya gadis sialan itu tak mempunyai kemampuan apa apa dari pada aku? Cih, lagian mana mungkin dia mampu melakukannya? Dia saja nggak pernah kuliah kan dan hanya jalan jalan tak jelas. Dia juga tak berkerja jadi apa hebatnya dia? Iya kan mama?" ucap Rebeca penuh percaya diri.
Miranda tentu saja langsung mengangguk dan tersenyum sinis saat menatap lantai dua di mana kamar Kavaya sudah berpindah di pojokan karena kamar Kavaya sudah di minta Rebeca saat dia datang kemari.
"Tentu saja kamu yang akan terpilih dan papamu akan semakin bangga dengan kamu. Dia pasti akan mengabulkan apapun yang kamu minta nanti." sahut Miranda.
Mereka nampak merayakannya dengan pergi dari rumah dan sudah bisa di pastikan jika mereka hanya akan menghabiskan uang Orlandi lagi dengan berbelanja barang barang mewah yang tak di perlukan.
Kavaya yang melihat kepergian dua orang yang sangat dia benci itu menatap dengan tatapan sendu. Bagaimana tidak, saat dia kehilangan ibunya tak lama malah papanya membawa perempuan lain dan seorang gadis berusia yang sama dengannya.
Bahkan bisa di bilang mereka awalnya sangat manis tapi lama kelamaan sifatnya ketahuan dan mereka juga membuat papanya membencinya setiap hari.
Tapi pikiran Kavaya tertuju pada dua orang yang bertamu tadi.
"Apa yang mereka lakukan di sini? Nggak mungkin mencari jodoh 'kan? Atau malah mereka ingin mencari papa tapi mereka tak bisa bertemu dengannya?"
Kavaya terus bermonolog tanpa tahu apa tujuan orang tadi.
Tapi saat Kavaya akan berbalik masuk kembali ke dalam kamarnya dan menutup korden kamarnya dia melihat ada seseorang di bawah di depan rumahnya sedang melihat ke arahnya.
"Siapa dia?"
to be continued
Leon mematung di tempatnya, hampir saja tubuhnya ambruk tapi King langsung menahannya. King hampir lupa jika Leon beberapa tahun terakhir punya masalah dengan jantungnya. Leon memegang dadanya yang sesak. "Leon, bertahanlah. Kita ke rumah sakit sekarang!" King menyuruh beberapa anak buahnya membantunya mengangkat Leon. Wajah Leon pun sudah semakin pucat dan itu membuat King semakin panik. "Sweety, Leon jantungnya kambuh saat dengar kabar ini. Aku akan membawanya ke rumah sakit!" King mengirim pesan itu pada Kavaya melalui Voice note. King bergegas membawa Leon ke rumah sakit. Leon mencengkeram lengan King. "King selamatkan Ayumi!" Tak lama setelah mengatakan itu, Leon langsung pingsan. "Berengsek!" umpat King kasar. Anak buah King langsung membuka jalan agar Leon segera sampai ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Leon langsung mendapatkan penanganan. King sudah mondar mandir di depan ruang periksa. "Tuan King, maaf dengan berat hati kami harus menyampa
Darrel yang baru ingin makan pun tersedak makanannya Uhukkkk..... Kavaya yang saat ini berada di sebelahnya langsung menepuk pelan punggung Darrel sampai Darrel merasa enakan. "Raihan, apa maksud kamu? Melacak mama kamu? Bukannya dia ada dirumah?" tanya Darrel bingung. Semua orang menatap Darrel bingung, ada apa sebenarnya. Kenapa Raihan meminta tolong padanya. Raihan segera menceritakan semua yang terjadi dan semua orang yang ada di ruang itu sontak berdiri. "Darrel segera lacak dimana Ayumi. Jangan sampai Yasinta mencelakainya. Leon dan papa kalian ada meting penting yang tak bisa di tinggal." Darrel bergegas mencari laptop miliknya begitu juga dengan Denzel. Kavaya berusaha menghubungi Ayumi tapi tak juga tersambung. Athena dan Daniar yang baru saja turun dari lantai dua melihat aneh ke arah semuanya. "Ma, ada apa?" tanya Daniar bingung. Kavaya menceritakan garis besarnya, mereka tentu saja terkejut. Tapi Kavaya melarang mereka untuk ikut. "Kalian di mansion
Yasinta yang mendapat ancaman seperti itu geram, tapi dia tak akan membuat ulah saat ini. Ayumi pun langsung menghubungi Leon untuk menceritakan semua yang di lakukan Yasinta. Tapi sebelum Ayumi bercerita, Raihan sudah lebih dulu mengabarinya. "Lihat, kan dia tak juga berubah. Padahal kamu sudah memberinya kesempatan. Jadi apa yang akan kamu lakukan?" tanya Leon balik. "Maafkan aku, semua itu salahku. Harusnya aku tak percaya begitu saja pada Yasinta. Dia akan selalu berulah." jawab Ayumi. Nada menyesal kentara sekali dari nya. Tapi Leon tak akan memarahinya. Leon lebih berjaga jaga jika Yasinta akan melakukan hal yang berbahaya. "Aku matikan telfonnya. Aku akan memberitahu King soal ini!" Ayumi mendesah panjang, dia sudah melakukan kesalahan kali ini. Dia alam menurut semua keputusan yang Leon ambil nantinya. # Yasinta yang lebih memilih pergi ke apartemennya sendiri mengumpat kesal. Berkali kali dia memaki orang orang di jalan yang dia temui. "Berengsek, mama udah ngg
Darrel sampai di rumah sakit dan langsung mencari kamar Athena. King dan Kavaya memilih untuk langsung ke mansion. Saat dia sampai di ruangan Athena, Darrel langsung memeluk Athena erat. "Maaf sayang, aku antar mama papa ke mansion. Mama sempat pingsan karena kelelahan." "Apa maksud mu Tante Kavaya pingsan? Bagaimana kalian menjaganya!" Darrel melepas pelukannya pada Athena saat ada orang lain yang bersuara. "Darrel jawab pertanyaanku? Bagiamana bisa Tante Kavaya pingsan, kalian tak becus menjaganya!" Darrel berbalik dengan wajah yang memerah karena marah. Yasinta, mundur selangkah saat melihat wajah Darrel tak bersahabat dengan nya. "Jaga batasanmu Yasinta. Kamu bukan siapa siapa mamaku, bukannya om Leon sudah memberimu peringatan kalau kamu harus bersikap baik?" Yasinta langsung terdiam, dia tak lupa dengan apa yang di katakan oleh orang tua angkatnya. Athena yang melihat itu tentu saja diam dengan wajah bingung. "Darrel, dia siapa?" Mereka berdua kembali m
Teriakan Kavaya tak di gubris oleh Dante. Kavaya melesat menyusul Dante. Mateo bukan tandingan Dante. Itu yang Kavaya khawatirkan. Dan benar saja saat Dante ingin menyerang Mateo, tubuh Dante sudah terpental jauh ke belakang. Bugh..... Bugh .... Belum sempat Kavaya selesai dengan rasa terkejutnya melihat tubuh Dante terpental saat ini dia di kagetkan dengan dua pukulan lalu teriakan keras dari Mateo. "Terus waspada Sweety." Kavaya menghela napas lega saat King ikut masuk ke dalam. "Urus anak anak Sweety, biar aku yang ada disini." "Kamu yakin Bee?" King mengangguk karena tatapan matanya terus tertuju pada Mateo yang sudah berani melukai putri kesayangannya dan juga keponakannya. Mateo tak mengira jika King akan langsung menghajarnya secepat itu. Darah segar keluar dari mulutnya karena pukulan dan tendangan King kepadanya. "Boys, bawa kakak kalian pergi dari sini. Begitu juga Dante. Mama akan temenin papa disini." Darrel khawatir jika mamanya akan terluka, tapi Da
Kavaya tercengang, dia tak menyangka jika Athena secepat itu menganalisis semuanya. "Bee...." King mengangguk, dan setelah mendapat ijin baru lah Kavaya bergegas menyusul anak anaknya dan juga Kairo. Sedangkan King sudah menghubungi Kaito. Mereka tidak mau kecolongan lagi karena sudah ada korban jiwa yaitu ayahnya Dante. Di dalam sana Kavaya bergerak dengan cepat. Mencari anak anaknya dan juga Dante. Terdengar dari kejauhan suara tawa yang sangat jahat. Kavaya sempat terhenti, teriakan Darrel dan Dante menggema sampai keluar. Kavaya mempercepat larinya. Saat sampai di tempat yang dia cari matanya melotot marah. Wajah Kavaya memerah melihat Darrel dan Dante terluka. Dengan gerakan yang cepat Kavaya menendang tubuh orang yang sudah melukai Darrel dan Dante. Denzel membantu kembarannya dan Dante untuk menyingkir. Dia harus segera mengobati luka mereka jika tidak ingin mereka semakin parah. Kavaya bergerak dengah lincah meskipun umurnya sudah hampir kepala lima. Dan orang