Saat Kavaya berkedip sekali orang yang ada di bawah itu sudah hilang tak ada lagi di tempatnya tadi. Kavaya keluar dari kamarnya ke balkon dan celingukan mencari orang yang tengah mengawasinya tadi. Tapi meskipun Kavaya mencarinya tapi dia tak menemukan orang itu dimana mana.
"Dia pergi kemana?"
Kavaya segera kembali masuk ke dalam kamarnya dan menutup jendela kamarnya. Dia juga langsung mengunci jendela kamarnya dan berlari masuk ke dalam kamar mandi.
"Nggak mungkin kan dia ngikutin aku dari gudang tadi? Dia jahat apa ya? Apa ada hubungannya dengan orang yang aku temuin tadi di gudang itu?" batin Kavaya.
Kavaya menggelengkan kepalanya berusaha mengusir semua pikiran buruk dari otaknya. Dia memutuskan untuk segera membersihkan dirinya karena bajunya sudah semakin bau. Berhubung dua siluman betina itu pergi Kavaya bisa mengambil makanan sepuasnya saat ini tanpa takut di maki dan di marahi.
Kavaya bukan tak ingin melawan, hanya saja dia terkadang sudah tak ingin ada keributan di rumah ini karena dia sudah lelah dengan kuliahnya dan semua tugas akhirnya.
Ya, tak ada yang tahu jika Kavaya saat ini sedang menyelesaikan kuliahnya dan menyiapkan hari kelulusannya. Bahkan sang mama yang telah tiada pun tak tahu jika dia kuliah karena yang mereka tahu jika Kavaya adalah gadis tengil dan bar bar yang tak bisa di atur.
*
*
Sementara itu, di kantor Kinstone nampak suasana sangat tak bersahabat karena ternyata sang papa malah tak nampak ada di kantor itu.
"Leo, apa kamu yakin jika papa memintaku kemari?" tanya King datar.
Leo mengangguk gagu, dia mencoba menghungi papanya yang menjadi asisten papanya King tapi tak kunjung mendapat jawaban. Dan bertepatan saat kesabaran King sudah menipis pintu ruangan kantor King terbuka dari luar.
Ceklek...
Mata King menajam saat melihat siapa yang datang tapi pada saat King mengeluarkan makiannya ada seorang lagi yang menyembulkan kepalanya dari balik pundak orang yang pertama masuk tadi. Sedangkan King menelan kembali kata kata yang akan di keluarkannya tadi. Orang yang tadi pertama masuk tersenyum penuh kemenangan pada King.
"Ayolah King, jangan marah seperti ini. Papa hanya terlambat sebentar karena mamamu ingin pergi ke suatu tempat."
Kata kata Axel membuat King menaikkan sebelah alisnya karena tak biasanya papanya itu akan langsung mengajak Moa mamanya pergi ke kantor jika mereka habis bepergian. Dia akan mengurung mamanya kembali di kamar dan mansion agar King tak bisa menemui mamanya sendiri. Dan memang seperti itulah posesifnya seorang Axel Xafiero pada pasangannya sekalinya King adalah anak mereka.
"Mama sama papa dari mana?"
Akhirnya hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut King karena tak mungkin dia memaki papanya di depan mamanya.
Axel memberi kode pada Pedro dan Leo agar meninggalkan mereka bertiga di ruangan itu. Pedro serta Leo yang mengerti kode itu langsung pamit pergi dari sana.
King yang melihat gerak gerik papanya menaikkan sebelah alisnya curiga.
"Kenapa papa nyuruh mereka keluar?"
Axel masih melihat keadaan di sekeliling mereka dan memastikan jika tak ada orang yang menguping pembicaraan mereka.
"Mama dan papa sudah menemukan jodoh yang tepat buat kamu dan kami sudah memastikan jika dia orang yang cocok untuk kamu. Kami tidak menerima penolakan yang ini karena jelas jika kamu menolaknya kamu akan berurusan dengan wanita berkedok hantu itu."
King dan Axel melongo mendengar perkataan Moa yang berada di akhir kalimatnya itu. King dan Axel saling pandang dan setelahnya mereka tertawa terbahak yang membuat Moa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Apa yang kalian tertawakan?" tanya Moa lagi.
"Mama tadi nggak salah kan ya nyebut cewek tadi hantu?"
Moa mengedikkan bahunya acuh tapi setelahnya dia menatap King dengan wajah serius. Sedangkan King juga melihat mamanya dengan tak kalah datarnya.
"Tapi ma, kenapa tiba tiba mencarikan aku jodoh sedangkan mama tahu aku tak mau di jodohkan. Apalagi saudara tiri papa itu terlalu lancang ikut mengurusi kehidupan King selama ini. Apa selama ini karena King terlalu berdiam diri sampai mereka melunjak dan tak tahu batasan?"
Axel menghembuskan napasnya panjang, dan menengadahkan kepalanya ke atas karena dia tak menyangka jika anak yang dulu di bawa ayahnya masuk ke dalam keluarganya malah akan jadi bomerang setelah ayahnya tiada. Dia menikah dengan wanita yang gila harta tanpa tahu sejatinya siapa keluarga Xafiero yang sebenarnya.
Axel sendiri yang meminta sang ayah untuk tetap merahasiakan jati diri mereka dari orang luar dan yang mereka tahu jika Xafiero hanya pemimpin seluruh perusahaan yang ada di negara itu.
Mereka tak pernah tahu pekerjaan lain yang ada di dunia bawah yang jelas akan membuat mereka tak akan bisa berkutik jika tahu itu.
"Mama nggak mau jika kamu terus di pojokkan dan kamu lepas kendaki karena sudah jelas kamu akan meledakkan semua mansion nantinya. Jadi sebelum kamu melakukan itu mama akan mencegahnya terlebih dahulu. Biar mama nggak tiap hari migran karena ulah kamu dan papamu!"
Axel dan King meringis mendengar omelan Moa yang menyangkut mereka berdua. Dan King sendiri langsung memijat keningnya kasar karena baru tadi pagi dia berjanji pada seorang wanita tapi sekarang mamanya mencarikannya wanita untuk menjadi pendampingnya. Apa yang akan dia lakukan untuk ini King bahkan tak bisa menemukan jalan penyelesaiannya.
"Biarkan King bertemu dengannya dan jika King cocok King akan ikuti kata mama dan papa tanpa bantahan, tapi jika King tak cocok King akan mencarinya sendiri. Atau kalau saudara papa masih kurang ajar jangan salahkan King jika King langsung melubangi kepalanya dengan peluru milik King!" putus King.
Prokkkk...
"Wahhh, mama suka jawaban kamu dan mama pastikan kalau kamu nggak akan menolak pilihan mama dan papa. Ingat King nggak ada orang tua yang akan menjerumuskan putranya."
Moa sedikit memberi nasihat pada putra semata wayangnya itu dan King mengangguk karena dia tahu apa yang di katakan sang mama itu benar.
Kingstone Xafier seorang pengusaha muda terkenal dan sukses tapi juga pemimpin dunia bawah yang banyak di takuti. Tapi banyak juga yang mengincar nyawanya karena ingin menggeser kedudukan King yang tak tergoyahkan. King sendiri mendapatkan kursi penguasa itu juga tak mudah karena awalnya dia yang dipilih untuk mewarisi tahta papanya tapi banyak yang tak terima sampai Axel harus membuat sambeyara dengan acara berduel hidup dan mati.
Moa awalnya juga menolak keras hal itu tapi King sendiri yang memilih untuk menyanggupi apa yang di pakai syarat oleh semua orang agar King bisa menjadi pengganti papanya. Axel hanya tersenyum melihat kemampuan King yang di remehkan karena dia percaya jika putranya bisa melakukan itu semua.
Dan benar saja saat sayembara hidup dan mati itu di mulai banyak sekali yang tumbang dan dalam satu hari semua orang yang menentang King bisa di habisi semua oleh King.
King membuktikannya jika dia mampu jadi bukan karena nama besar yang di sandangnya meskipun dia harus menerima banyak luka dan koma selama seminggu setelah dia di nobatkan menjadi penguasa selanjutya. Meskipun begitu masih banyak bermunculan orang orang yang tak suka dengan King karena dia memutuskan jika identitasnya sebagai penguasa dunia bawah harus di sembuyikan.
Setelah banyak berbincang dengan kedua orang tuanya akhirnya Moa serta Axel pamit pulang karena Axel dan Moa akan pergi ke luar negeri untuk menghadiri jamuan makan dari sahabatnya yang ada di sana.
Leo masuk membawa sebuah flashdisc yang membuat King penasaran dengan apa yang ada di dalam Flashdisc itu.
"Apa yang kamu bawa?"
Leo bahkan belum sempat melapor tapi King sudah bertanya lebih dahulu kepadanya.
"Apa yang tadi pagi kamu minta bos, dan aku mendapatkan informasi jika tadi pagi setelah gadis itu kembali ke rumahnya dia mendapat tamparan dari ibu tirinya." lapor Leo.
Rahang King langsung mengeras bahkan tatapan milik King semakin tajam. Leo yang melihat itu langsung meneguk ludahnya kasar.
"Semoga tak akan ada puting beliung atau angin ribut setelah ini!" batin Leo.
King langsung melihat isi flashdisc itu yang berisi semua informasi tentang gadis yang menyelamatkannya tadi pagi. Di sana dia melihat ada saudara tirinya yang ternyata baru saja di nobatkan menjadi model terbaik sebuah agency yang berada di bawah naungan anak perusahaannya.
"KAVAYA ATHENA LAVENDER, nama yang cantik secantik orangnya," gumam King.
Leo yang mendengar bosnya barusan memuji gadis itu mengkorek telinganya kalau kalau dia salah mendengar atau telinganya yang bermasalah. Tapi ternyata dia tak ada yang bermasalah apalagi dia melihat mata berbinar milik King yang melihat semua foto Kavaya yang tadi Leo dapat.
King nampak mengagumi siapa Kavaya yang diam diam mampu menyelesaikan kuliahnya meskipun keluarganya sudah berantakan.
"Leo berikan saudara tiri Kavaya pekerjaan yang akan membuatnya naik begitu juga ibu tirinya yang sialan itu. Biarkan mereka bersenang senang dulu menikmati indahnya dunia baru setelahnya aku yang akan membalas apa yang sudah mereka lakukan pada gadisku!"
Leo merinding mendengar itu di tambah jika King sudah mengklaim Kavaya menjadi gadisnya sudah bisa di pastikan tak akan ada yang lolos untuk mereka yang berani menyentuh Kavaya meskipun sehelai rambut gadis itu.
"Dan satu lagi, buat kelulusan gadisku lebih mudah, jangan di persulit agar dia lebih bahagia," ucap King lagi.
Tapi kali ini Leo tak setuju dengan apa yang di perintahkan oleh King kepadanya.
"King..." panggil Leo yang membuat King mendongakkan kepalanya.
King mengerutkan keningnya karena Leo berani memanggilnya dengan langsung namanya. Tapi Leo yang di tatap tajam pun tak gentar karena saat ini dia bertindak sebagai sahabat King bukan sebagai bawahan King.
"Jangan lakukan apa yang kamu katakan di akhir itu atau kamu akan kehilangan perempuan itu selamanya."
King mengerutkan keningnya bingung, "Apa maksudmu?"
King sungguh tak mengerti apa yang di katakan oleh Leo kal ini.
"Aku lihat Kavaya adalah gadis yang mandiri dan juga tangguh. Jika kamu melakukannya kamu akan merusak harga dirinya dan dia jelas akan membencimu. Dari pada kamu melakukan itu, cukup jaga dia dari kejauhan dan bantu dia kalau memang dia kesusahan karena dengan begitu dia tak akan terluka harga dirinya sebagai seorang gadis mandiri. Ingat King umurnya juga masih muda, pikiran dia masih akan di balut dengan ego. Ini hanya saran seorang sahabat bukan saran dari bawahan ke atasan." ucap Leo santai.
King nampak terdiam mendengar perkataan Leo, dan pada akhirnya setelah dia memikirkan matang matang apa yang di katakan oleh Leo itu akhirnya dia mengangguk setuju dengan apa yang menjadi masukan dari Leo.
"King ada satu hal lagi yang harus kamu tahu,"
King kembali menaikkan satu alisnya menunggu Leo melanjutkan kalimatnya itu.
"Ibu tiri dan saudara tirinya itu merencanakan pembunuhan pada Kavaya dan aku mendapatkan info itu sesaat setelah info yang ada di flashdisc itu masuk." terang Leo.
Mata King membola sempurna seperti terlihat akan keluar dari tempatnya.
Brakkkkk....
"Apa katamu? Apa yang mereka rencanakan?" teriak King keras.
Bahkan Leo harus menarik napas panjang untuk menetralkan rasa terkejutnya meskipun tadi dia sudah bersiap. Tapi mendengar suara King yang menggelegar itu tetap saja dia terkejut.
"Aku belum mengetahui semuanya, setelah ini aku akan mencari tahunya lebih dalam lagi. Di dalam flashdisc itu ada data tambahan King yang jelas akan membuat kamu lebih terkejut nantinya."
King menjambak rambutnya kesal, karena ternyata banyak hal yang mengejutkan dari Kavaya yang sudah di klaim menjadi gadisnya itu.
"Aku akan menyelesaikannya sekarang agar aku bisa mengambil keputusan apa yang akan aku gunakan untuk melindunginya nanti!"
Leo menggeleng, "Sayangnya nggak bisa Bos, kita harus segera pergi karena ada transaksi senjata yang kamu pesan dan mereka memintamu untuk datang sendiri kesana memeriksan semua senjatanya. Mereka tidak ingin membuat kamu kecewa jika ada senjata mereka yang bermasalah setelah masuk ke gudang nantinya."
King sudah mendesis kesal tapi tak urung dia juga beranjak dari kursi kerjanya dan menyimpan flasdisc itu di brankas miliknya. Dia tak ingin ada yang lancang melihatnya meskipun akan ada yang berani atau mereka akan kehilangan tangannya saat itu juga.
"Kita berangkat sekarang, tapi selalu pantau gadisku dan berikan aku semua informasi soal dia setiap detiknya. Jika perlu tambah orang untuk mengawasinya!!!"
Kali ini perintah yang ini mutlak dan tak bisa di ganggu gugat. Meskipun Leo ragu jika ini keputusan yang benar atau salah karena mereka juga belum tahu keadaan terbaru Kavaya saat ini.
to be continued
Kavaya terus bermain dengan milik King yang semakin mengeras dan membesar. Tapi saya di rasa King ingin meledak dia menarik kepala Kavaya dan mencium Kavaya brutal. King mulai bermain dengan milik Kavaya, menyesapnya dan juga memainkan puncak merah itu. Semua King rasakan meskipun lemas Kavaya berusaha untuk tetap berdiri. Bibir King terus menyusuri semua miliknya. Dan tepat di depan dua benda kenyal milik Kavaya. Lidah kasar itu mulai menari indah di sana sedangkan di sisi lainnya jari jemari dan telapak tangan King mencengkeram erat. Kavaya meremas rambut King yang sedang bermain di kedua benda kenyal itu. Lalu semakin turun. Salah satu kaki Kavaya di naikan ke atas bathub dan itu membuat benda kecil yang ada di tengah itu berkilat terlihat jelas. Sedangkan King sudah bersiap di depannya. Hembusan napas King membuat tubuh Kavaya meremang. Tak lama sapuan lidah itu sudah berada di tengah goa milik Kavaya. "King..ah.....!" Kavaya meremas rambut King yang sedang bermain di
King membawa Kavaya pulang ke mansion. Tapi sepanjang perjalanan Kavaya hanya diam dan tak banyak bicara. Moodnya mendadak tak enak sejak tadi. Berkali kali juga Kavaya menghela napasnya panjang. Dia enggan berbicara saat ini. King pun tak memaksa Kavaya untuk membuka suara. Sudah sejak lama dia tak bertemu dengan Orlando tapi sekalinya bertemu harus terjadi hal seperti ini. Kavaya ingat jika saat kecil Orlando menyayangi nya tapi semenjak Orlando menikah lagi barulah semua sifat itu berubah. "Bee, apa mungkin nanti ketika kita punya anak lagi kita bisa jadi orang tua yang baik?" King yang berjalan di belakang Kavaya pun menghentikan langkahnya. Begitu juga Kavaya yang berhenti tak jauh dari King berdiri. "Kenapa kamu tiba tiba bertanya seperti itu? Tentu saja kita bisa menjadi orang tua yang baik. Kita bisa terus belajar Ava. Masa lalu kita, keluarga kita tak bisa kita jadikan patokan untuk masa depan kita ketika mempunyai anak sendiri!" Kavaya melihat ke arah King
"Sandrina....." Teriakan Orlando dan Yohan menggema di sana. Mereka segera menolong Sandrina. Orlando langsung beralih ke arah Kavaya. Tatapan jua tajam dan ingin sekali menghabisi Kavaya karena sudah melukai Sandrina. "Dasar wanita iblis. Nyesel aku dulu angkat kamu jadi anak. Harusnya aku menghabisimu waktu itu." Kavaya tersenyum miring, "Mengangkat, atau memang menculikku tuan Orlando?" Orlando membeku di tempatnya. Kavaya tahu semuanya tapi dia berusaha melupakan semuanya. Tapi ternyata Orlando malah membuatnya ingat hal yang ingin dia lupakan. "Nggak usah pura pura terkejut tuan, karena sebentar lagi kakek akan datang kemari untuk menjemputmu. Bukan kah semua kesalahan itu harus di pertanggung jawabkan? Dan lagi waktumu bebas juga sudah terlalu lama tuan. Dan masalah iblis, apa kamu lupa kalau iblis ini yang nyiptain kalian. Dan ya sekarang aku hanya menikmati peranku sebagai iblis!" Yohan pun meradang melihat Sandrina terluka. Dia mengeluarkan senjata api yang dia
King yang awalnya ingin berdiam diri akhirnya membuka suara. Kavaya juga tak menyangka jika Sandrina akan membuka luka lama itu. Orlando, jangan di tanya wajahnya seperti apa. Pucat pasi, dan badannya terhuyung ke belakang. Melihat kemarahan King sama saja dengan menyetorkan nyawanya sendiri. Selama Kavaya menghilang, Orlando bahkan sama sekali tak mencari Kavaya. Dia juga langsung menikahi ibunya Sandrina. Sandrina dan juga Yohan tentu saja syok. Mereka kira King seperti para penguasa lainnya yang akan berganti ganti pasangan tapi tidak. Dia tetap setia dengan Kavaya. "Jadi apa lagi yang ingin kalian katakan? Sekalian aku ingin mendengarnya!" Sandrina gemetar ketakutan, dia melihat wajah King yang semakin dingin. Niatnya ingin membuat malu Kavaya tapi ternyata malah membuat King marah. Sandrina benar benar tak tahu jika Kavaya dan King sudah menjalin hubungan selama itu. "Ti-tidak tuan King, aku tidak tahu jika Kavaya sudah bersamamu sejak lama. Karena dulu dia...."
Sandrina masih terus melihat ke arah King yang bahkan tak melihat ke arahnya sedikit pun. Kavaya nampak santai saja karena dia tahu King tak akan pernah tertarik dengan yang lain. "Tuan King, kenalkan saya Yohan!" Yohan mengulurkan tangannya untuk berkenalan tapi King tak menanggapinya. Alih alih mengatakan sesuatu pada Yohan tapi King malah memberikan daging steak yang sudah dia potong rapi kepada Kavaya. "Terima kasih Bee...." "Makanlah...." Kavaya mengangguk dan Yohan yang di abaikan pun kesal. Tapi dia menahan dirinya agar tak membuat masalah. "Maaf tuan, apakah saya bisa meminta waktunya sebentar. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan terkait proposal pekerjaan." Yohan berusaha tetap sopan kepada King, tapi tak juga di gubris. Akhirnya suara Sandrina terdengar sesaat setelah King mengabaikan Yohan. "Apakah ini yang namanya tuan King yang terkenal itu? sombong sekali, padahal kekasihku hanya ingin bicara tapi tak juga di gubris." King pun masih terlih
Leon membawa Ayumi kembali ke kamar. Dia membaringkan tubuh Ayumi di ranjang miliknya. Dia melihat Ayumi yang masih pucat dan memutuskan untuk menemani Ayumi di sana. "Setelah ini jangan pernah merasa takut dan sendiri an lagi, aku bersamamu." Leon mencium kening Ayumi, dia ikut berbaring setelah sebelumnya dia memberi tahu King tentang tugasnya yang sudah selesai. Leon memeluk tubuh Ayumi dari belakang tapi Ayumi berbalik ke arah Leon dan mencari tempat ternyaman di dada Leon. Setelah menemukannya Ayumi kembali tidur dengan nyenyak. Leon tak keberatan dengan itu. Leon memeluk Ayumi dan tak lama dia pun ikut masuk ke dunia mimpi. # Sedangkan Kavaya saat ini tengah bersama King dan juga Kakeknya serta Kaito. Mereka membicarakan pernikahan Kavaya dan King yang memang akan segera di adakan secara tertutup. Mengingat semuanya serba terburu buru. "Jadi kamu sudah memesan baju pengantin nya?" tanya sang Kakek. "Hmm, dan juga semua tempatnya serta makanan dan yang lain sem
Ayumi yang bahagia dengan apa yang di berikan Leon pun segera bangun dari tidurnya. Badannya sudah sangat lengket. Dan saat dia bangun dia juga melihat bercak darah disana. Blush..... Wajah Ayumi memerah, dia tahu artinya itu. Dia meraih sprei itu dan melipatnya lalu menyimpannya. Dia tak mau jika di dahului oleh pelayan yang ada di mansion milik King. Sedikit tertatih dia berjalan ke arah kamar mandi. Begitu sampai di sana ada sebuah note kecil di dekat wastafel. "Pakai salep ini, biar sakitnya reda" Ayumi tahu itu dari siapa, dan lagi lagi hatinya menghangat. Kesalahpahaman yang terjadi malah membuatnya merasakan cinta kembali. Ayumi segera berendam beberapa saat dan rasa sakit itu sedikit berkurang. Tak lupa juga dengan salep yang di berikan Leon kepadanya. Ternyata efeknya langsung terasa dan sakit itu tak di rasakannya kembali. Ayumi yang selesai ganti baju pun turun ke lantai bawah, bertepatan dengan Leon yang baru saja kembali. Tapi Ayumi melihat ada bercak dar
Leon tak memberi jeda pada Ayumi untuk bernapas dengan benar. Dia terus menyerang Ayumi tanpa ampun. Bahkan sampai di bagian inti pun hanya tatapan matanya saja yang berbicara. Ayumi berteriak menjerit di dalam kamar dengan semua permainan Leon. Sampai pagi Ayumi tak di beri ampun dan tak di beri jeda waktu oleh Leon. Saat ini, Ayumi sedang tertidur pulas dalam pelukannya. Leon sempat tertidur sebentar tapi kemudian dia terbangun saat Ayumi mulai tertidur. Perlahan Leon bangkit mengambil sesuatu di laci samping tempat tidurnya. Kotak beludru berwarna merah. Dia membukanya dan di sana sebuah cincin berlian dengan permata yang indah, simple tapi elegan yang selalu Ayumi suka. Perlahan dia menyematkan cincin itu di jari manis Ayumi yang masih tertidur pulas. Dia mencium puncak kepala Ayumi dan membenarkan selimut yang menutup tubuh polos Ayumi. Leon mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada King. "Aku berangkat sekarang. Posisi mereka sudah aku temukan!" Leon beranjak
Leon masih mempelajari File yang King kirim. Ayumi bingung kenapa Leon tiba tiba menjadi diam. Pikiran Ayumi takut jika Leon benar benar akan memberikannya pada mereka. Ayumi berdiri dan ingin pergi dari sana tapi tangannya di tahan oleh Leon. "Mau kemana?" tanya Leon. "Mau pergi, aku nggak mau kembali ke mereka." Leon bingung dengan jawaban Ayumi. Tapi kemudian dia paham jika Ayumi berpikir jika Leon akan benar benar memberikan Ayumi kepada mereka lagi. Leon mendekat ke arah Ayumi yang masih memandangi nya tajam. Dia berdiri di depan Ayumi dan Ayumi pun ingin menjaga jarak dengan Leon karena Leon begitu dekat dengannya. Tapi Leon menahan pinggang Ayumi dan menariknya mendekat ke arahnya.*Kenapa selalu berpikir buruk soal aku? Apa aku selalu bersikap jahat sama kamu?"Ayumi menahan tubuhnya dengan kedua tangannya yang ada di depan dada Leon agar mereka tak terlalu dekat."Bukannya kamu meminta mereka datang kemari? Dan setelah nya kamu juga diam melihat ke arah ponselmu? Pa