Part 45Hari selanjutnya aku dibawa keliling, jalan-jalan kembali. Mas Rusdy mengajakku ke dusun Bambu Family Leisure Park, untuk reservasi makan sekaligus melihat dan menikmati keindahan alam."Yang, aku mau makan makanan khas Sunda. Kamu setuju?" "Iya, Mas."Kami menuju resto Purbasari, memesan makanan khas Sunda. Nasi liwet, sayur asem & bekakak ayam. "Sambil menunggu makanan datang, kita sewa perahu yuk!" ajak Mas Rusdy. Dia mengajakku berkeliling danau, ia pun sudah membeli makanan ikan untuk disebar di danau.Aku mengikutinya, naik perahu sampan lalu mendayung sendiri. Kurentangkan tangan, menghirup udara yang begitu sejuk berhembus, menikmati hijaunya pemandangan alam. Tanpa terasa dua puluh menit terlewati, kami pun kembali ke resto. Hidangan sudah tersedia di meja."Alhamdulillah kayaknya enak nih, Dek."Dia membaca doa terlebih dahulu kemudian makan dengan lahapnya. Rasanya memang lezat, apalagi bila rasa lapar mendera.Selepas makan siang bersama, kami berjalan kaki mene
Part 46Satu bulan kemudianHueek ... Hueek ..."Pagi-pagi sekali, aku merasa pusing dan mual. Perutku rasanya tidak karuan."Hueek ... Hueek ..."Aku kembali memuntahkan isi perutku yang hanya berisi cairan. Seketika saat membalikkan tubuh, Mas Rusdy sudah berada di hadapanku dengan tatapan khawatir. "Kamu gak apa-apa, Dek? Kita ke dokter ya?" ajaknya dengan nada khawatir.Aku menggeleng perlahan. "Mas, tidak perlu. Hal ini normal terjadi pada wanita hamil," jawabku lirih."Apa maksudmu, Dek? Kamu hamil?""Iya mas, aku hamil. Kemarin aku tespeck dan hasilnya positif."Mas Rusdy tercengang mendengar jawabanku. Dua hari yang lalu, ia pergi keluar kota karena ada pekerjaan yang perlu diurus. "Kamu kenapa gak kabarin lewat telepon--""Emmh ... Sebenarnya aku ingin buat kejutan untukmu.""Kita ke dokter ya, mas ingin tahu perkembangan dedek bayi.""Kemarin sudah mas, diantar sama Mama. Bulan depan aja ya, kamu harus janji nganterin aku--""Iya sayang, pasti. Terima kasih. Mas gak perca
Bab 47Hari ini bulan kedua aku checkup ke dokter, kali ini Mas Rusdy yang menemaniku."Selamat ya, Pak. Perkembangannya semakin baik, baik ibu dan bayinya cukup sehat. Tetap jaga pola makan, banyak istirahat dan kurangi stress. Ibu hamilnya harus tetap happy ya. Ini vitaminnya bisa ditebus di apotik rumah sakit.""Terima kasih, dokter.""Sama-sama, Pak. Kalau ada keluhan bisa langsung hubungi saya, Pak.""Baik, dok. Kami permisi ya."Aku keluar dari ruangan dokter. Kami tersenyum bersama. Mas Rusdy langsung merangkulku dan menciumi pucuk kepalaku dengan lembut. Mas Rusdy terlihat bahagia, senyuman tak pernah lekang dari bibirnya."Reina, Rusdy," sapa seseorang. Kami berdua menoleh. Untuk sesaat kami saling diam. Apalagi saat Mas Hendy menatapku dengan tatapan tak biasa."Hendy, gimana kabarmu?" tanya Mas Rusdy. "Ya, seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. Kami baru selesai periksakan si kecil, badannya demam.""Lho mana istri dan bayimu?""Tadi dia masih di belakang. Kalian ada
Part 48Sejak kiriman bangkai tikus yang pertama kali kudapatkan, banyak pula teror-teror lainnya. Sebuah pesan dari nomor asing yang terus menerus masuk ke nomorku.[Kau tidak akan bahagia karena telah merebut kebahagiaan orang lain][Tunggu saja, suamimu tercinta akan pergi meninggalkanmu][Kau akan hidup menderita selamanya, hingga kau merasa menyesal karena sudah dilahirkan][Dia hanya milikku bukan milikmu!]Aku mengerutkan kening, benar-benar tak mengerti siapa pengirim pesan asing ke nomorku ini. Dari kata-katanya sudah jelas dia seorang wanita. Apakah wanita yang jatuh cinta pada suamiku? Tapi siapa dia? Kupikir selama ini tak ada yang dekat dengan Mas Rusdy, dia selalu menjaga perasaannya untukku.Berulang kali kublokir, tetap saja ada nomor asing lain yang mengirimiku pesan-pesan gak jelas seperti ini.[Tunggu saja, milikku akan kurebut kembali, berbahagialah untuk sesaat, karena ke depannya kau akan gigit jari][Kamu hanyalah pelampiasan nafsu, karena cintanya adalah milik
Bab 49Aku naik ke mobil Mas Rusdy. Aroma parfum kamper mobil bercampur udara AC justru membuatku mual. "Hueeek ... Hueeek ..." Mas Rusdy urung menyalakan mobilnya. "Dek, kamu gak apa-apa?" tanyanya panik, ia merasa iba padaku."Mas, perutku mual banget. Baunya gak enak, bikin mau muntah," sahutku sambil menahan rasa mual luar biasa.Aku langsung membuka pintu mobil dan muntah di luar. Astaga, rasanya kampungan sekali! Harusnya kan aku merasa segar di dalam mobil, tapi aroma itu justru membuat perutku mual-mual."Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Mas Rusdy, dia memijat pundakku dengan lembut."Mas, aku gak mau naik mobil lah, mending aku di rumah aja. Aku gak tahan sama baunya," ucapku."Lho, gak jadi ikut ke kantor?" Ia kembali bertanya.Aku menggeleng."Padahal kemarin malam kamu baik-baik saja kan naik mobil?""Entahlah, Mas, pagi ini aku mendadak mual karena aroma parfum di mobilmu. Aku gak tahan, Mas."Mas Rusdy masuk ke tokoku, lalu kembali lagi, rupanya dia mengambil minyak
Part 50"Surprize ...!" Tiba-tiba sepulang kerja, Mas Rusdy menyodorkan buket bunga dan kotak kado ke dalam pangkuanku. Aku yang saat ini tengah duduk di sofa ruang keluarga sembari menonton televisi langsung mendongak ke arahnya. Mas Rusdy tersenyum, lalu mencium pipiku dengan hangat."Selamat ulang tahun, Sayang ... Selamat bertambahnya umur. Semoga bahagia selalu dan pernikahan kita langgeng," ujarnya penuh perhatian.Sebuah senyuman merekah di bibirku. Aw, suamiku ini so sweet sekali. "Makasih ya, Mas."Mas Rusdy langsung beralih duduk di sampingku dan merangkul pundakku. "Tentu saja sayang. Love you." Sebuah kecupan kembali mendarat di pipiku.Lagi, aku tersenyum. Memandang hadiah yang dibawa oleh Mas Rusdy. Sebuah buket mawar merah dengan aroma yang wangi.Aku menghirup bunga itu sejenak, aromanya begitu menenangkan."Bunga yang cantik untuk orang yang spesial. Mawar merah melambangkan cinta dan kasih sayang yang tulus dan dalam," ujar Mas Rusdy membuatku menoleh."Terima kas
Part 51Drrrttt ... Drrrttt ...Ponsel Mas Rusdy dari tadi bergetar. Aku yang tengah sibuk merekap pesanan toko jadi beralih melihatnya. Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal. Aku melongok ke dalam Mas Rusdy sepertinya masih sibuk di dapur. Aroma roti bakar menguar sampai ke hidungku."Mas, ada telepon nih!" panggilku. "Dari siapa?" Dia menyahut dengan nada setengah berteriak."Gak tahu mas, nomor asing.""Angkat dulu dek. Mas lagi nanggung nih," sahutnya lagi.Belum sempat kuangkat panggilan itupun terputus. Aku menghela nafas dalam-dalam. Sejak kehamilanku ini memang terasa lebih cepat lelah. Drrrttt .... Drrrttt ... Lagi-lagi ponsel itu bergetar. Panggilan dari nomor yang sama. Aku mengangkat panggilannya."Hallo, assalamualaikum ..." sapaku mengawali pembicaraan.Hening. Tak ada sahutan apapun dari sana."Hallo, ini siapa?"Masih saja hening, walaupun panggilan itu tersambung."Hallo?"Tut ... Tut ... Tut ... Panggilan itu diputus secara sepihak. Aku menggeleng perlahan. S
"Aaaauu ... Mas, perutku sakit sekali! Astaghfirullah hal'adzim, sakit sekali maaas...!" pekikku sembari memegangi perut yang terasa kencang. Rasanya tak bisa digambarkan dengan kata-kata."Sakit? Jangan-jangan kamu mau melahirkan, Dek?" tanya Mas Rusdy.Mas Rusdy tampak panik. "Kita ke rumah sakit sekarang, pelan-pelan, Dek," ujarnya. Mas Rusdy memapahku untuk keluar dari kamar. Rasa sakit yang begitu menggigit, aku sampai tak bisa menahannya. Nyerinya terasa begitu hebat."Aduh mas, sakiiiit. Sakiiiit maaas!" seruku lagi. Sungguh aku tak bisa menahan rasa sakit luar biasa ini.Tanpa terasa air mata ini luruh begitu saja. Tak kuat menahan rasa sakitnya, aku sampai mencengkeram kuat tangan Mas Rusdy."Maaas, sakiiiit ...! Aku gak kuat lagi mas!""Sabar ya sayang, sabar. Tahan dulu ya. Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa," ujarnya menguatkanku."Mas, Mbak Reina kenapa?" tanya Mbok Jum."Sepertinya mau melahirkan mbok. Mbok tolong ya ambil tas perlengkapan bayi di kamar," tukas Mas Rusdy