Share

5. Tegang

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2022-10-03 16:10:39

"Nak, kamu kenapa? Kok kamu bisa seperti ini. Terus ini siapa? Hendi mana?" Ibu mertua memberondongku dengan pertanyaan seraya membantuku memapah sampai duduk di kursi.

"Kamu gak sama Hendi?" tanyanya lagi.

"Enggak Bu, tadi aku pergi sendirian, ada perlu. Mas Hendi gak tahu pergi kemana, tadi pagi pamit katanya mau ketemu teman."

"Tadi mbok Jum udah coba telepon ke Hendi, gak diangkat malah katanya sekarang nomor teleponnya tidak aktif," sahut ibu.

"Baterainya lowbet kali, Bu."

"Iya mungkin. Terus ini kenapa kakimu jadi seperti ini? Harusnya kamu hati-hati kalau bawa motor."

"Maaf Bu, ini murni kesalahan saya. Saya yang sudah membuat Mbak Reina celaka." sela Mas Rusdy. Ibu menoleh ke arahnya. "Tadi saya yang menabraknya, Bu," lanjut Mas Rusdy lagi.

"Gak apa-apa kok, Bu. Mas Rusdy gak sengaja karena tadi aku yang ngerem mendadak."

"Ya sudah, udah kayak gini mau diapain lagi. Sekarang, kamu harus istirahat sampai kakimu sembuh. Biar nanti ibu bilang ke Hendi, pergi kok lama banget sampe gak ngasih kabar apa-apa!" Ibu mendengus kesal.

Tak lama, mbok Jum keluar sembari membawa teh manis hangat untuk tiga orang, serta cemilan yang mbok Jum buat sendiri.

"Silahkan diminum dulu Bu, non, mas," ucap mbok Jum ramah.

"Terima kasih," sahut lelaki itu sembari tersenyum.

"Ibu kenapa? Tadi kata simbok ibu nangis?"

"Emmh itu nak, Freya ..."

"Freya kenapa, Bu?" tanyaku lagi penasaran. Freya adalah adik bungsu Mas Hendi, saat ini usianya menginjak 17 tahun, baru kelas 3 Sekolah Menengah Atas.

"Ibu tidak bisa mengatakannya disini. Nanti saja. Sebenarnya ini juga bukan masalah kamu, ibu akan katakan kalau Hendi datang," sahut ibu lagi.

Suasana sedikit canggung, apalagi sekilas Mas Rusdy memandangku dengan tatapan aneh, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan.

"Bu, mbak, sepertinya saya harus pulang dulu," ucapnya kemudian setelah meminum teh manis itu hingga tandas.

Ia berkali-kali melihat arloji yang melingkar di tangannya.

"Oh iya mas, terima kasih sudah mengantar saya ke rumah."

"Tidak apa-apa, mbak. Saya yang harusnya minta maaf. Untuk motornya nanti kalau dah selesai diservis, akan langsung dikirim kesini."

"Iya, mas."

Mas Rusdy bangkit dari duduknya lalu berpamitan dengan ibu.

Saat sampai didekat pintu, langkahnya terhenti. Tak lama Mas Hendi datang, iapun terkejut melihat Mas Rusdy ada di rumah. Keduanya saling mematung, dengan sorot mata yang tak bisa diartikan.

"Hendi, kamu dari mana saja? Ini istrimu habis kecelakaan, kakinya terluka cukup parah. Kamu malah pergi tidak jelas kemana rimbanya!" tegur ibu.

Mas Hendi gelagapan dan tampak salah tingkah. Ia menyugar rambutnya yang terlihat berantakan.

"Ah ini kok bisa--, maksudku kamu kok tahu aku kalau aku tinggal disini?" tanya Mas Hendi gugup.

"Hush! Kamu kok malah berkata seperti itu! Nak Rusdy itu yang sudah menyelamatkan istrimu, dia mengantarnya sampai ke rumah," tukas ibu mertua menjelaskan.

"Hah?" Mas Hendi masih terlihat bingung, ia menoleh ke arahku lalu bergantian menoleh ke arah temannya. Lelaki berkacamata itu hanya mengulum senyum menangkap kebingungan di wajah Mas Hendy.

"Rusdy, ayo duduk dulu," ajak Mas Hendi sambil menarik lengan Mas Rusdy untuk kembali duduk.

"Dek, berarti kamu udah tahu kan, ini Rusdy yang mas ceritakan kemarin. Rusdy ini yang ngasih pekerjaan buat mas. Benarkan pak bos?" tanya Mas Hendi menutupi kegusaran hatinya.

"Mungkin saya perlu memikirkan ulang untuk hal ini," jawab Mas Rusdy.

"Maksudnya apa? bukankah tadi kita sudah deal?"

"Kita bicarakan nanti saja, saya permisi pulang dulu," sahut Mas Rusdy. "Saya pamit ya Bu, mbak Reina. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Kulihat Mas Hendi tampak mengernyitkan keningnya. Bingung.

"Kenapa Hen? Ada apa?" tegur ibu.

Mas Hendi mengusap wajahnya dengan kasar, sepertinya kata-kata Mas Rusdy cukup jelas. Ia mungkin jadi ragu ingin bekerja sama dengan suamiku.

"Tidak apa-apa, Bu," jawab Mas Hendi berbohong.

Sejenak kemudian Mas Hendi sudah berjongkok di hadapanku.

"Kok bisa kamu kecelakaan seperti ini? Memangnya kamu habis dari mana?" tanya Mas Hendi sambil melihat luka di kakiku yang sudah dibalut perban.

"Aw mas, hati-hati sakiiit ..." pekikku.

"Iya, maaf. Kamu habis dari mana dek? Terus kenapa bisa ketemu Rusdy?"

"Harusnya tadi aku bisa melihat pemandangan yang mengejutkan, tapi gagal deh."

"Pemandangan? Pemandangan apa? Ngomong yang jelas dek, kamu pengin jalan-jalan?"

"Hmmm ya begitulah, tapi mungkin aku terlalu sibuk dengan aktivitasku sendiri."

"Terus kenapa bisa ketemu Rusdy?"

"Kan tadi ibu dah bilang, Mas Rusdy yang menolongku dan mengantarku sampai rumah."

"Dia gak cerita apa-apa kan dek?"

"Enggak tuh. Cerita apa memangnya?"

"Hendi, istri lagi sakit malah ditanya-tanya terus! Harusnya ibu yang bertanya padamu. Kamu habis dari mana seharian ini?" tukas ibu.

Mas Hendi menghela nafas beratnya. "Mmmhh tidak ada, Bu."

"Bawa istrimu istirahat di kamar. Ibu juga mau bicara denganmu, tentang Freya."

"Freya? Ada apalagi dengan dia?"

Mata ibu membulat, mendelik ke arah anaknya.

"Iya-iya. Ya sudah dek, kamu istirahat di kamar ya, biar mas gendong aja," sahut Mas Hendi, tanpa kompromi lagi ia langsung mengangkat tubuhku dan merebahkannya diatas springbed.

Ulu hatiku terasa berdenyut nyeri. Rasanya sakit sekali, Mas Hendi bersikap perhatian begini, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Ternyata kamu sudah seperti aktor kenamaan yang totalitas menjalankan peran sandiwaranya. Berpura-pura mencintaiku, padahal ia baik padaku hanya karena harta.

"Kamu istirahat dulu ya, nanti biar mas yang siapkan air hangat untuk kamu mandi. Kalau butuh sesuatu tinggal bilang aja. Mas benar-benar khawatir keadaanmu seperti ini," ucap Mas Hendi.

Ia mengecup keningku, membuat hatiku makin kelu. Aku memalingkan wajah, rasanya sesak sekali menatap wajah suamiku itu.

"Dek, maaf. Tadi harusnya selesai bertemu Rusdy, mas langsung pulang. Tapi mas pergi ke rumah teman mas yang lain. Maaf ya," ujarnya dengan nada lembut.

Ia meraih tanganku lalu mengecupnya perlahan. Aku segera menarik tanganku. Tak habis pikir kenapa Mas Hendi melakukan ini. Pengen tak hiiih saja! Gemas!

"Hen, bisa bicara sebentar?" teriak ibu dari luar.

"Iya, Bu."

Mas Hendi beranjak menemui ibunya. Aku benar-benar penasaran apa yang akan dikatakan ibu pada Mas Hendi. Kenapa aku tidak boleh tahu?

Perlahan aku turun, dengan langkah pelan dan tertatih untuk menghampiri mereka, menahan rasa sakit yang menjalar hampir ke seluruh tubuh. Mereka ngobrol di halaman belakang rumah. Langkahku terhenti saat sudah sampai di dekat pintu. Sepertinya aku sudah ketinggalan berita, hal serius apa yang mereka bicarakan. Yang kudengar saat itu hanya bisa membuatku tercenung, menerka apa maksudnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Chat Mesra Di Nomor Suami   84. Sebuah Akhir

    Season 2 Part 26"Mbak Anita, aku titip Bayu. Tolong jaga dan rawat dia dengan baik. Anggap saja dia sebagai anakmu. Aku percaya padamu, sekali lagi maaf aku merepotkanmu," ucap Viona sesaat sebelum masuk ke jeruji besi.Dia divonis bersalah dengan masa hukuman lima belas tahun penjara. Kulirik bocah kecil dalam gendonganku, aku trenyuh saat menatapnya. Di usia sekecil ini, ia harus ditinggal oleh ayah dan ibunya. Rasa kasihan muncul begitu saja. Ya, aku merasa kasihan, takutnya ia terlantar.Aku melirik lelaki yang berdiri di sampingku. Ia tersenyum."Ikuti saja kata hatimu."Hanya ucapan itu yang keluar dari bibirnya, membuat tekadku mantap untuk merawatnya layaknya anakku sendiri. Walaupun kedua orangtuanya pernah menyakitiku, tapi anaknya tidak bersalah. Mungkin ini ujian bagiku agar tetap bersabar.***"Dek, besok kakak akan resmi melamarmu bersama orang tua kakak. Setelah itu, kakak akan langsung mengurus pernikahan kita," ucapnya saat itu. Enam bulan sudah berlalu, ia masih sa

  • Chat Mesra Di Nomor Suami   83. Dinyatakan bersalah

    Season 2 Part 25POV Viona"Maaf. Maafkan semua kesalahanku. Aku sudah berbuat jahat padamu.""Apa maksudmu, Mbak?""Aku ... Aku ..."Kuhela nafas dalam-dalam, untuk meringankan gejolak di dada. Baiklah, aku ingin berubah. Hukuman apapun akan kuterima. Aku sudah salah, jadi harus kupertanggungjawabkan ini semua. "Sebentar mbak, sepertinya pembicaraan ini cukup serius. Aku bawa Bayu ke kamar dulu."Aku memandanginya, Anita terlihat begitu tulus sayang sama Bayu. Tak lama, Anita kembali."Ada apa, Mbak?" tanyanya."Maafkan atas semua kesalahanku. Aku, aku yang sudah membuatmu celaka," sahutku sambil terisak."Apa kamu bilang?"Plaaakk!!Tiba-tiba, sebuah tamparan mendarat di pipiku. Kurasakan pipiku sangat panas, pedih dan perih."Kak, jangan kasar sama wanita. Kasihan, Kak." Kupegang pipi yang pasti sudah memerah ini. Lelaki itu yang sudah menamparku. Justru dia yang lebih marah dari pada Anita. Matanya nyalang menatap ke arahku."Duh, kamu ini terlalu baik, Dek! Wanita sejahat dia t

  • Chat Mesra Di Nomor Suami   82. Tersiksa

    Season 2 Part 24POV VIONA"Viona sayang, cepat kau siap-siap," ucap Leo sambil mengedipkan mata genitnya."Mau kemana?""Kamu gak mau kan tertangkap polisi?""Maksudnya?""Sayang, polisi mulai mengejar kita. Apa kamu mau hidup di penjara?"Aku menggeleng perlahan. Dadaku berdegup lebih kencang. Entahlah selama beberapa hari ini hidupku tidak tenang, seperti dikejar-kejar oleh perasaan bersalah."Kita akan pergi keluar kota, luar pulau kalau bisa.""Beri aku waktu.""Baiklah, mulai besok kita akan pergi.""Tapi--""Ah iya satu lagi, sekarang kau sudah jadi milikku. Bercerailah dari suamimu. Terserah apapun alasanmu, kamu harus berpisah dengannya."Aku menunduk dalam. Kalau akhirnya seperti ini, aku tak mungkin mau mencelakai Anita. Yang kudengar kabar terakhir tentang Anita, dia lolos dari maut. Tapi kenapa polisi justru akan menangkapku? Yang bersalah disini adalah Leo, bukan aku. Kenapa kesialan terus menerus menghantuiku? "Bukankah dia tidak jadi mati? Kenapa polisi--""Polisi te

  • Chat Mesra Di Nomor Suami   81. Kehilangan

    Season 2 Part 23POV AryaUntuk beberapa jeda, Anita menoleh ke arahku, tatapannya begitu sayu dan mendung."Kak, apa yang terjadi?" tanyanya pelan. Anita terlihat sangat lemah.Aku hanya tersenyum, belum berani mengatakan yang sejujurnya. Takut ia kembali shock.Tak lama, perawat datang bersama dokter jaga. Lalu memeriksa kondisi Anita. Kondisinya memang belum stabil, tapi sudah menunjukkan kemajuan."Kak, gimana keadaan ayah?" tanyanya kemudian.Deg. Bagaimana aku menyampaikan berita sebenarnya pada Anita. Haruskah kukatakan yang sejujurnya? Tapi aku takut kondisinya akan drop kembali."Tenanglah dek, ayahmu baik-baik saja. Kamu harus sehat ya, jangan pikirkan yang lain dulu."Anita mengangguk lalu tersenyum. Tiba-tiba ia meraba perutnya."Bayiku, mana bayiku...?! Mana bayiku?!" tanyanya histeris, saat menyadari kehilangannya."Sayang, tenanglah. Bayimu sudah tidak merasakan sakit lagi. Kamu kegugur--""Tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak mungkin keguguran, Kak! Tolong kembalikan ba

  • Chat Mesra Di Nomor Suami   80. Duka mendalam

    Season 2 Part 22"Paman tahu perasaanmu padanya. Kamu mencintai Anita, bukan? Paman merestui kalian. Tolong jaga Anita untuk paman--"Suaranya tertahan, tanpa terasa butiran bening jatuh di pipi keduanya. "Ya, Paman, pasti. Paman tidak usah khawatir, saya akan menjaga mereka dengan baik. Paman, cepatlah sembuh, agar bisa melihat pernikahan kami."Pak Rusdy tersenyum, kemudian ia pamit untuk tidur. Arya tak pernah menyangka kalau tidurnya adalah tidur untuk selamanya dan tak pernah kembali lagi."Innalilahi wa innailaihi roji'un--" ucap dokter saat ia memeriksanya.Semua hening, seolah tak percaya Pak Rusdy berpulang begitu cepat, padahal Anita pun belum sadar dari komanya.Fandi dan Bi Surwi menangis tergugu. Kehilangan orang yang sangat penting dalam hidup adalah menyakitkan.Arya menelepon beberapa orang kepercayaannya, untuk mengurus segala keperluan pemakaman Pak Rusdy.Para relasi, karyawan serta staff perusahaan ikut berbela sungkawa atas kepergiannya.***Sementara di balik je

  • Chat Mesra Di Nomor Suami   79. Kecelakaan

    Season 2 Part 21"Tentang perasaan kakak padamu. Kakak tahu ini tabu. Tapi---" ucapannya terhenti ketika melihat sosok laki-laki paruh baya itu datang mendekat."Lho kok pada diam? Lagi pada serius ngobrolin apa?" tanya Pak Rusdy.Mereka saling berpandangan. Tegang."Ah itu Paman ..." Arya melirik ke arah Anita yang tampak menggeleng pelan lalu menunduk dalam. Sepertinya ia tak setuju kalau Arya mengatakan yang sejujurnya. Ia takut sang ayah tidak setuju."Sini duduk dulu, Paman. Biar sekalian saya kupasin buahnya ya, hahaha ..." Arya mencoba mencairkan suasana. Pak Rusdy hanya tersenyum simpul lalu melirik putrinya yang sedari tadi diam."Menurut Paman gimana kalau ada laki-laki yang menyukai Anita dan melamarnya?" tanya Arya basa-basi sembari mengupas buah apel yang ada di tangannya."Memangnya siapa? Dia tidak dekat dengan siapapun kecuali kamu," sahut Pak Rusdy."Hahaha, ini kan misalnya ...""Paman tidak akan memaksa Anita lagi, semua terserah padanya. Kalau Anita suka, Paman ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status