Part 55"Anjani? Ada apa kamu sampai datang kesini?""Ahaaa, aku tahu kamu pasti akan datang kemari. Ternyata kau masih perhatian sama aku mas, kamu masih cinta kan sama aku?" ucapnya disertai sebuah senyuman. Dia langsung memelukku, membuatku hilang kata-kata. Kudorong tubuhnya dengan kasar. Ckck! Sepertinya aku salah memutuskan untuk datang kemari. Dia benar-benar gila! Bodohnya aku! Aku hanya tak ingin dia bertindak nekad dan menyakiti papa.Kulihat raut wajahnya begitu kesal. "Berhentilah menggangguku, Anjani!Harusnya kamu sadar, bukan bertambah nekad seperti ini!""Mas, aku ini sudah sadar. Sadar kalau aku benar-benar mencintaimu. Dan aku tak bisa melupakanmu. Jangan suruh aku untuk menjauh, aku tidak bisa."Aku tak menggubris ucapannya."Pak Danang, tolong kamu hubungi Seno dan yang lain. Saya butuh mereka sekarang.""Baik, Pak."Danang menjauh sembari menempelkan handphonenya ke telinga, menghubungi asistenku."Mas, aku butuh waktumu sebentar saja. Aku mohon, Mas. Temani aku
Part 56a"Ada apa, Mas?" tanya Reina."Ada masalah di kantor. Mas berangkat dulu ya.""Hati-hati ya, Mas.""Iya sayang, byeee," sahutku sembari mengecup keningnya dengan lembut.Kulajukan mobilku dengan kecepatan sedang. Benar saja sampai di halaman kantor kulihat ada security dan para staff tengah berkumpul, menasehati Anjani yang mulai menggila. Aku turun dari mobil, menghampiri mereka. Tiba-tiba saja Anjani berlari ke arahku."Mas, akhirnya kamu datang juga. Aku menunggumu sejak lama," ucapnya."Ada apa kamu datang kemari, Anjani? Kita sudah sering bertemu.""Aku justru ingin bertemu denganmu sepanjang waktu," sahutnya dengan senyum yang sumringah."Pulanglah Anjani, jangan bikin gaduh di kantorku!" tukasku lagi. Kesal dibuatnya akhir-akhir ini."Tidak! Sebelum kau nikahi aku," rajuknya lagi.Kuembuskan nafas kasar. "Kau ini gila! Aku sudah menikah, Anjani!""Aku tidak peduli. Kalau kau tidak mau, aku akan bunuh diri di hadapanmu.""Kau menggertakku? Lakukan saja apa maumu. Aku ta
Part 56b6 tahun kemudian ...Putriku Anita sudah tumbuh jadi gadis kecil yang cantik seperti sang ibunda. Wajahnya begitu imut dan menggemaskan. Kini gadis mungilku mulai sekolah di Taman Kanak-kanak.Pagi itu, dia sudah cantik dengan balutan seragam TK berwarna oranye. Rambutnya dikuncir dua ke atas. Reina begitu telaten merawatnya meski tak dibantu oleh siapapun, karena Mbok Jum sudah berpulang tiga tahun yang lalu. Jadi, aku sebagai seorang suami harus selalu siap siaga dan membantu istriku dalam masalah pekerjaan rumah tangga usai pulang dari kantor."Mas, ini sarapan roti bakarnya. Dan ini buat Anita," ucap Reina seraya menghidangkan roti bakar meises keju di hadapan kami."Makasih Bunda, Bunda memang yang terbaik," puji putri kecilku dengan comelnya. "Iya, sayang ... Dimakan sampai habis ya.""Baik, Bunda! Ayah, ayo dimakan!" celotehnya lagi dengan wajah riang."Iya, sayang, nih lihat ayah akan makan dengan lahap." "Ayah, jangan lupa baca doa dulu!" cegahnya."Iya, terima kas
Part 57Enam bulan berlalu, perut Reina terlihat makin buncit. Dia tampak enjoy menjalani kehamilan keduanya. "Hari ini kita ke dokter kandungan ya, Dek." ajakku. Reina mengangguk sambil senyum. Ia mempersiapkan dirinya, tampak begitu cantik dengan balutan gamis berwarna abu-abu dengan hijab warna senada. Kami meninggalkan rumah, para pegawai toko pun tampak sibuk dengan pekerjaannya. Kami menuju ke dokter langganan yang dulu menangani Anita. "Alhamdulillah, ibu dan bayinya sehat. Kalau dilihat dari USG, jenis kelaminnya laki-laki," ujar dokter itu."Alhamdulillah, terima kasih ya dokternya."Aku dan Reina saling melempar senyum. Kami memang menginginkan anak laki-laki. Biar sepasang, dapat anak cewek dan juga cowok.Kuciumi puncak kepala Reina saat sampai di mobil. "Terima kasih ya, Sayang. Hidupku terasa makin lengkap apalagi dengan kehadiran calon bayi kita.""Iya, Mas. Aku juga bahagia banget.""Ya sudah, ayo kita jemput Anita di sekolahnya. Habis itu kita jalan-jalan sebenta
Part 58aSampai di rumah sakit, Reina langsung dibawa ke ruang UGD. Dia harus segera di operasi caesar karena mengalami pendarahan. Kami menunggu beberapa waktu untuk menanti kedatangan dokter spesialisnya. Sementara aku harus mengurus semua keperluan administrasi dan juga surat persetujuan operasi."Silakan bapak tunggu di luar, bapak gak boleh ikut masuk ke dalam."Aku mengangguk dan berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi. Perasaanku membuncah menjadi satu antara khawatir dan cemas. Ya Allah ... Semoga tak terjadi apapun pada Reina. Selama ini kulihat dia baik-baik saja tapi kenapa tadi dia bisa terjatuh?Kuusap wajahku dengan kasar. Setelah sekitar 1 jam menunggu, pintu ruang operasi terbuka dan munculah seorang perawat rumah sakit yang memakai baju OK keluar dari pintu ruang operasi.Aku segera mendekatinya, " Itu bayi Ny. Reina, Mbak?" tanyaku. Perawat bermasker itu memandangku sejenak. "Iya Pak, selamat, bayinya lahir laki-laki. Bapak bisa ikut kami ke ruang perawatan ba
Tahun berganti tahun, Anita dan Fandy tumbuh jadi anak-anak yang cantik dan juga tampan. Aku membesarkannya sendirian, menjadi ayah tunggal bagi mereka. Dan hanya dibantu oleh asisten rumah tangga. Sesuai janjiku pada mendiang istriku, aku tidak menikah lagi. Cukup Reina saja, wanita terakhir dalam hidupku. Aku cukup bangga, melihat prestasi Anita, dia sangat pandai dalam hal akademik."Ayah, aku ranking satu lagi, yeaaayy!" seru gadis kecilku sumringah."Wah hebat anak ayah, Anita mau hadiah apa, Sayang?" tanyaku berusaha memberikan apresiasi. Anita menggeleng. "Antar Nita ke makam bunda, Yah!" tukasnya.Aku tertegun sejenak. Selalu saja begitu, putriku tak pernah mau diberikan hadiah ataupun sejenisnya. Dia hanya mau berkunjung ke makam ibundanya. Saat-saat seperti inilah yang membuat hatiku terenyuh. Anak sekecil mereka pasti sangat membutuhkan sosok ibunda. "Iya sayang, sore nanti kita ke makam bunda ya!" jawabku sembari menahan butiran embun di sudut mata. Akupun begitu, hat
Season 2 Part 1POV Anita"Permisi mbak," sapanya ketika aku sedang menyapu halaman.Aku menoleh, wanita itu sudah berdiri sambil membawa sebuah piring berisikan makanan. Pisang goreng lebih tepatnya."Ya? Ada apa mbak Viona?" tanyaku seramah mungkin padanya. Dia tetangga baruku, baru kemarin pindahan. Rumahnya tepat bersebelahan dengan rumahku."Ini ada makanan buat Mas Bagus," jawab wanita itu sambil senyam-senyum tak jelas. Sedangkan pandangannya menelisik ke dalam mencari sosok suamiku yang baru pulang dari kantor."Hah?" aku melongo mendengar ucapannya. Sejak kapan dia tahu tentang suamiku? Kapan mereka berkenalan bahkan Mas Bagus baru saja pulang dari luar kota karena ada pekerjaan disana."Mbak kenal suami saya?" tanyaku dengan pandangan menyelidik.Wanita itu tampak salah tingkah, ia terlihat begitu gugup. "Oh anu, itu ...""Ada apa, Dek?" orang yang sedari tadi dibicarakan muncul. Ia hanya meng
Season 2 Part 2"Habis cari angin atau mampir ke tetangga sebelah?"Mas Bagus tampak salah tingkah, sesekali ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hah, dasar pecundang."Anu ... Dek, maaf tadi mas dengar suara teriakan dari sebelah, makanya mas ke rumahnya Viona. Ada ular masuk dek, makanya mas bantu buang ular itu," jelasnya. Seumur-umur aku tinggal di sini, tak pernah ada ular masuk dalam rumah, dia baru kemarin tapi sudah ..."Iya, dan ular itu sekarang ada di hadapanku!" protesku dengan ketus. Tentu saja aku tak percaya dengan perkataan Mas Bagus yang terkesan berkilah. Dasar laki-laki buaya eh ular maksudku."Ish, kamu ngomong apaan sih dek, sudah yuk tidur," ajak Mas Bagus. Dia berlalu melewatiku dan masuk ke dalam kamar tanpa rasa bersalah.Sekejap saja Mas Bagus sudah mendengkur, sepertinya sangat lelah. Justru sekarang aku yang tak bisa tidur. Memikirkan hal yang tak bisa kumengerti. Baru juga dua hari wanita itu menjadi tetanggaku, tapi keha