Home / Rumah Tangga / Chat WA Mantan Istri Suamiku / BAGIAN 4. BERUJUNG CEKCOK

Share

BAGIAN 4. BERUJUNG CEKCOK

last update Huling Na-update: 2022-12-30 15:04:03

Chat WA Mantan Istri Suamiku 4

"Loh, loh kamu mau kemana, Mas?" teriak Mbak Hani.

"Haris!" panggil Ibu mertuaku.

Mas Haris malah keluar dari dealer mobil ini, tidak menanggapi panggilan Mbak Hani dan juga Ibunya. Dia juga melewati aku tanpa berbicara sedikitpun. Dirinya juga tak peduli kalau si kasir terus memanggilnya, apa jangan-jangan Mas Haris mau kabur?

"Kalau suami Mbak kabur siapa yang akan tanggung jawab?!" tanyanya pada Mbak Hani, mungkin dia pikir Mbak Hani adalah istrinya Mas Haris karena dari tadi mereka juga tidak berjarak.

"Eh, ah anu---" gagap Mbak Hani.

"Ana anu apa, Mbak? Kalau begini bagaimana coba? Saya juga yang ikut repot karena ulah kalian!" ucapnya kesal, jikalau aku jadi dia pun pasti akan sangat jengkel jika bertemu dengan costumers seperti mereka. Terlebih tingkah laku mereka sebelumnya jauh dari kata baik.

Mbak Hani dan Ibu hanya bisa diam, dagu yang tadi diangkat tinggi kini malah tertunduk lemas. Malu jelas terpancar dari wajah keduanya yang bersemu merah, apalagi banyak pasang mata yang menyaksikan.

Si Kasir terus ngedumel, Ibu dan Mbak Hani hanya membeku. Tidak berani menjawabnya sedikitpun, tidak seperti biasanya yang suka nyerocos dengan kata-kata pedas. Entah kemana hilangnya keberanian itu!

Tak lama akhirnya Mas Haris kembali masuk, ternyata dia tidak kabur dengan pulang duluan. Eh, dia berjalan ke arahku, wajahnya juga sangat tidak enak dipandang. Seakan-akan siap menelan aku bulat-bulat.

"Aku ingin bicara denganmu, Yas."

"Ya katakan saja di sini, Mas. Tidak usah pergi ke luar," tuturku, karena Mas Haris hendak menarik paksa tanganku, untungnya langsung aku tepis.

Semuanya juga sudah terjadi, kepalang basah ya lebih baik nyebur sekalian! Lagipula aku ingin semua orang tahu kalau Mas Haris ini sebenarnya tidak punya uang, tapi dirinya saja yang merasa sok paling kaya! Lebih tepatnya terlalu memaksakan diri, padahal tidak sesuai dengan kemampuan!!

Aku bukannya pelit ataupun jahat, terlebih pada anak suamiku sendiri. Bahkan aku juga menyayangi Nia seperti anakku sendiri, eh bukannya bersyukur Mbak Hani malah memanfaatkan situasi. Kesempatan dalam kesempitan!

"Bagaimana bisa saldo ATM kita cuma lima puluh ribu, Dek? Aku baru saja mengeceknya dan saldonya cuma lima puluh ribu. Kemana saja kamu meletakkan uang-uang itu, Yasmin?!" tanya Mas Haris penuh penekanan, walaupun dengan suara yang agak pelan.

"Kemana saja kamu bilang, Mas?! Kamu mau tahu kemana uang-uang itu? Hanya lima puluh ribu itulah sisa uang dua juta yang selama ini kamu berikan setiap bulannya! Jangan mimpi punya uang ratusan juta, Mas." paparku sedetail mungkin, nada suaraku juga naik beberapa oktaf. Biar saja semua orang tahu.

"Pelankan suaramu Yasmin! Aku malu kalau sampai ditonton oleh banyak orang." sanggahnya dengan wajah merah padam,

"Kamu yang mulai duluan, Mas! Aku kan sudah bilang dari awal kalau kita tidak punya uang, kenapa kamu masih ngeyel mau menuruti permintaan Mbak Hani? Apalagi membeli mobil hanya untuk gaya-gayaan, seharusnya kamu mikir Mas, mikir!!" ucapku ketus, sudah cukup rasanya berdiam diri dan bersabar menghadapi kelakuan mereka.

Tiba-tiba Mbak Hani sudah berada di dekat kami.

"Kamu jangan nyalahin aku terus dong Yasmin! Semua ini juga untuk keperluan dan kepentingan Nia, anaknya Mas Haris! Kenapa kamu yang sewot dan melarang-larang Mas Haris, hah?" berang Mbak Hani tidak setuju dengan ucapanku, dan lagi-lagi alasannya untuk Nia.

Muak.

"Kalau Mas Haris punya uangnya dan mampu aku tidak akan masalah, Mbak! Kalau ngasih nafkah saja sudah keteteran, bagaimana mau membelikan kalian mobil?"

"Kamu jangan egois Yasmin! Jelas-jelas Mas Haris sudah punya uangnya, kenapa sekarang tiba-tiba saldo ATM-nya tidak cukup? Ini pasti ulah kamu kan supaya Nia tidak jadi dibelikan mobil oleh Papanya? Iya kan, ngaku kamu?!" desis Mbak Hani semakin ngotot.

Apa masih kurang jelas semua penjelasanku? Sepertinya perlu perincian yang mendalam untuk membuat orang-orang tidak tahu malu ini sadar diri.

"Kalian pasti bisa berhitung dengan baik kan? Gaji Mas Haris itu cuma enam juta, ingat ya enam juta bukan enam puluh juta! Dan uang itu harus dibagi-bagi. Tiga juta untuk Mbak dan Nia, satu juta untuk Ibu dan sisanya dua juta untuk aku. Lalu, bagaimana bisa dalam waktu dua tahun uang itu bisa menjadi ratusan juta, hah?!"

"Kamu pikir uang dua juta itu cukup Mas? Iya? Kamu salah besar kalau beranggapan seperti itu, karena nyatanya akulah yang sering menombok uang belanja untuk kehidupan sehari-hari kita! Seharusnya kamu menyadari hal ini Mas, bukan malah keenakan!" Aku sudah tidak tahan, keluarlah semua unek-unek yang selama ini terpendam di hati.

Diam. Keduanya terdiam, membeku di tempatnya masing-masing. Semoga saja otak mereka masih berfungsi dengan baik hingga bisa mencerna semua ucapanku.

"Bagaimana ini, Pak? Bapak jangan coba-coba menghindar ya, mobil itu harus segera Bapak bayarkan! Dan lagi, kalau mau bertengkar bukan di sini tempatnya!" Penjaga Kasir itu mendatangi kami.

"Sabar dong Mas, saya juga enggak bakalan minggat dari sini, tenang saja! Tunggu sebentar, uangnya sedang berada di ATM istri saya." tutur Mas Haris, sambil menunjuk aku sebagai istrinya.

Jika sedang seperti ini saja kamu mengakui aku sebagai istrimu, Mas. Jika tidak maka tidak mungkin, selalu ada udang dibalik batu!

"Sabar, sabar terus dari tadi Pak! Bapak pikir saya cuma mengurusi urusan Bapak apa? Kerjaan saya masih banyak, jadi tolong cepat lunasi mobil itu."

Si kasir masih tetap kekeuh untuk meminta pertanggungjawaban Mas Haris, nampaknya akan sangat alot karena aku yakin Mas Haris pasti gengsi untuk mengatakan kalau dia tidak jadi membelinya.

"Apa susahnya kamu bayarkan dulu Yasmin, membantu suami itu besar pahalanya. Apalagi ini bukan untuk orang lain, ini untuk Nia -- anak kandung Haris dan itu artinya anak kamu juga!" tukas Ibu mertuaku dengan begitu entengnya, dia lagi dan lagi mencampuri setiap urusan kami.

"Betul kata Ibu, Dek. Kamu pasti punya uangnya kan? Tolonglah kamu bayarkan dulu, malu kalau sampai dilihat banyak orang seperti ini. Mau taruh dimana mukaku," pintanya mulai melemah, bahkan cenderung mengiba. Cepat sekali sifatmu berubah seratus delapan puluh derajat, Mas! Mungkin hanya dalam hitungan detik saja.

"Aku tidak punya uang!" jawaban yang singkat, jelas dan sangat padat. Enak saja mau meminta aku yang membayarkannya, tidak akan pernah aku lakukan!

"YASMIN!!! Sejak kapan kamu berubah seperti ini, kemana perginya seorang istri yang patuh pada suami, HAH?!" hardik Mas Haris, dengan rahang mengeras. Tangannya juga terkepal erat,

"Sejak kamu lebih memperdulikan mantan istrimu ini!" semburku sambil menunjuk-nunjuk wajah Mbak Hani. Biar saja dia malu!

"Kamu hanya salah paham Yasmin, semua ini aku lakukan untuk Nia anakku bukan untuk Hani!" kilahnya,

"Sinikan kunci mobilku, Mas! Aku ingin pulang sekarang, aku tidak mau tahu dengan apa yang terjadi hari ini. Itu urusanmu bukan urusanku!!!" Dengan cepat pula tanganku merebut kunci mobil yang berada digenggaman tangan Mas Haris.

Kemudian, berjalan menuju pintu keluar.

"Kembalikan kunci mobil Mas Haris, Yasmin! Itu bukan mobilmu tapi mobil Papanya Nia! HEY, KEMBALIKAN!!!" teriak Mbak Hani, namun tidak aku gubris.

"Tunggu Yasmin! Berhenti disitu atau kamu akan---"

Langkah kakiku terhenti, berbalik badan menatap Mas Haris sengit.

"Atau apa, Mas? Kamu ingin menceraikan aku? Silahkan saja jika itu keinginanmu!" tegasku tanpa merasa takut sedikitpun. Lalu, meneruskan langkah untuk segera meninggalkan tempat ini, tentunya tanpa memandang ke arah belakang.

Mas Haris hendak mengejar langkahku, tapi terpaksa tidak jadi karena si Kasir itu telah mencegat dirinya.

Mas Haris terus-menerus memanggil namaku, tapi langkah kakiku tak kan goyah. Keputusanku sudah matang untuk tidak ikut campur dalam masalah ini, biarkan Mas Haris yang menyelesaikan permasalahannya sendiri! Berani berbuat maka harus berani pula mempertanggungjawabkannya!!

"YASMIN!"

"YASMIN!!"

"Dasar wanita tidak tahu diri, tidak punya akhlak! Suami susah bukannya di tolongin malah kabur, awas kamu Yasmin!" ancam Mbak Hani ikut memaki aku, namun tak ku pedulikan makian atau umpatan dari mereka bertiga. Anggap saja angin ribut yang kebetulan sedang lewat!

Kini aku sudah berada di parkiran mobil, bersiap untuk masuk dan melajukan mobil ini. Baiknya kemana aku harus pulang ya, ke rumah atau ke tempat lainnya?

Kemana perginya Yasmin ya? Dan bagaimana nasib Haris dan yang lainnya?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Chat WA Mantan Istri Suamiku   BAGIAN 16. HILANG KESABARAN

    Chat WA Mantan Istri Suamiku 16Di sini, di sebuah klinik milik Dokter Natasya. Dahiku baru saja di bersihkan dari sisa-sisa darah yang sempat tertempel, tidak di jahit memang tapi masih meninggalkan rasa yang cukup sakit, terlebih di dalam rongga dadaku. Entah kesalahan apa yang sudah aku buat, hingga masalah tak kunjung menghilang dari pandangan."Dalam beberapa hari lukanya pasti akan mengering. Lain kali hati-hati ya, jangan sampai terpeleset di kamar mandi lagi." ucap Dokter Natasya mengingatkan. Kami memang terpaksa berbohong padanya tentang penyebab luka pada dahiku, mana mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau ini terjadi karena ulah Ibu."Iya Dok, terima kasih banyak."Setelah menyelesaikan semua biaya pengobatan, aku di papah oleh Mas Haris untuk langsung menuju mobil yang terparkir tepat di halaman klinik."Kepalamu masih sakit?" tanyanya terlihat cemas, aku pun mengangguk singkat.Mobil mulai melaju membelah jalanan, hanya suara mesin mobil yang menemani. Baik aku ataupun

  • Chat WA Mantan Istri Suamiku   BAGIAN 15. PERSETERUAN

    Chat WA Mantan Istri Suamiku 15Aku mendekat lalu menarik tasnya dengan paksa, dengan cepat pula aku mengambil sesuatu dari dalamnya. Benda pipih itu juga ikut menghantam paving blok halaman rumah, memangnya dia saja yang bisa berbuat semena-mena. Aku juga bisa dan bahkan lebih dari yang dia lakukan."Kita impas sekarang!" Senyumku, dan giliran Ibunya Mbak Hani pula yang terkejut. Matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya, sementara suaminya hanya berdiri dalam diam."Ka-kamu! Ponsel kesayanganku." pekiknya langsung berlari untuk mengambil handphone miliknya yang tadi aku lempar dengan keras."Yas." Mas Haris menyentuh pundak ku, spontan aku juga menoleh padanya."Aku mendukungmu, apapun yang akan terjadi kita hadapi bersama-sama." tuturnya pelan, tapi mampu menambah energi dan semangatku hingga berkali-kali lipat.Ibunya Mbak Hani bangkit, dengan handphone di genggaman tangan dia berjalan mendekati kami."Kamu harus mengganti ponsel ini, Yasmin! Layarnya retak dan sekarang

  • Chat WA Mantan Istri Suamiku   BAGIAN 14. BERSIKAP TEGAS

    Chat WA Mantan Istri Suamiku 14Pagi ini aku hampir kesiangan, semuanya terjadi karena telepon dan SMS yang semalam terus-menerus dikirim oleh Ibunya Mbak Hani, bahkan Mas Haris sampai memblokir nomor mantan Ibu mertuanya itu. Jika tidak begitu mungkin sampai pagi ini dia tetap akan menggangu kami.Menurutku tidak pula ada gunanya meladeni Ibunya Mbak Hani, tidak ada kepentingan sedikitpun kecuali dia yang terus memaksa kami untuk mengirimkan uang sesuai permintaannya. Dan kami kompak menolaknya, siapa dia memangnya. Ibuku saja tidak pernah meminta uang pada kami, anak dan menantunya. Masa iya Ibunya Mbak Hani yang ngotot minta ditransfer. Tidak beres memang!"Ini bekal untuk Nia dan yang ini untuk Papa ya." ujarku, menunjuk dua buah kotak untuk makan siang mereka.Mas Haris memang biasa aku bawakan bekal makan siang, tapi untuk Nia ini yang pertama kalinya. Anak itu tidak menolak, dia meraih kotak makan berwarna merah muda yang tadi aku sodorkan."Dan ini uang saku untuk Nia,""Sepul

  • Chat WA Mantan Istri Suamiku   BAGIAN 13. GARA-GARA UANG

    Chat WA Mantan Istri Suamiku 13"Lihatlah video ini sampai selesai," ucapku meminta Nia untuk menonton rekaman CCTV tersebut, bukan lewat handphone tapi lewat laptop supaya dia bisa melihatnya dengan lebih jelas.Dia sempat menolak sebelumnya tapi Mas Haris langsung menarik tubuhnya untuk mendekat. Sehingga mau tidak mau mata itu fokus menonton rekaman video CCTV, aku dan Mas Haris pun tak luput menyaksikannya meski ini bukan kali pertama untuk kami.Durasi video itu lumayan lama ternyata, syukurlah Nia tetap menyimaknya dengan seksama. Walaupun awalnya dia lakukan karena keterpaksaan, meskipun begitu aku juga yakin kalau rasa penasaran ikut mendorongnya untuk membuka mata serta pikiran.Berhasilkah cara ini? Suatu cara yang terkesan keras nan pahit untuk anak seusianya. Namun aku memegang teguh sebuah prinsip, seperti kata pepatah yang mengatakan lebih baik berkata jujur walau itu menyakitkan, daripada berkata bohong hanya untuk menyenangkan perasaan orang lain.Video itu sudah seles

  • Chat WA Mantan Istri Suamiku   BAGIAN 12. MASALAH BARU?

    Chat WA Mantan Istri Suamiku 12"Nia tetap tidak mau keluar, Mas?" tanyaku ketika melihat Mas Haris, dia masih setia berdiri di depan kamar anaknya.Mas Haris menatap aku sekilas, lalu menggeleng pelan. Dia kelihatan sangat lelah, ada beban besar yang menghimpit dadanya.Aku kembali menghela napas, berat sekali rasanya mengurus anak itu. Sudah dua hari ini dia bersikap begini, tak akan keluar kamar meski sudah dipanggil-pangil. Sebenarnya pagi ini pun aku sudah berulangkali mengetuk pintu kamarnya, panggilan yang aku lontarkan juga tidak ditanggapi sama sekali.Semenjak kejadian tempo hari kala dia mengetahui kalau Ibunya ada di dalam penjara, Nia benar-benar menghindar dari kami berdua. Dia hanya akan keluar kamar dua kali yaitu ketika rumah sepi dan Mas Haris sudah pergi bekerja. Setiap kali aku pergoki Nia pasti akan langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu itu dengan rapat.Setiap kamar di rumah ini memang dilengkapi dengan kamar mandi, tapi makanan dan minuman tentu ti

  • Chat WA Mantan Istri Suamiku   BAGIAN 11. DILEMA MELANDA

    Chat WA Mantan Istri Suamiku 11"TIDAK, TIDAK MUNGKIN!!!""Kalian pasti berbohong, aku tidak akan percaya! Dia ini pasti pegawai butik ini, mana mungkin dia pemiliknya. Aku yakin kalian semua pasti sudah bersekongkol dengan dia!" kilah Mbak Hani menunjuk-nunjuk wajahku.Dari tadi dia tetap ngotot mengatakan aku sebagai seorang karyawan, meski banyak orang telah menyahuti ucapan Vitta bahwa aku memang pemilik toko pakaian ini. Sulit memang menjelaskan pada orang yang kurang se-ons seperti dirinya."Pokoknya Bos kalian harus memecat dia, aku tidak mau tahu. Dan gajinya bulan ini harus diserahkan padaku, karena dia sudah mengambil uang nafkah milik anakku. Sekarang cepat panggil sang pemilik butik ini!" racau Mbak Hani, titahnya sudah bak seorang nyonya yang memerintah budak.Bukannya bergerak mengikuti perintah Mbak Hani, orang-orang yang ada di sini malah terkekeh mendengar ucapannya."Kenapa kalian menertawakan aku, hah?! Kalian pikir ada yang lucu apa? Memangnya kalian semua dibayar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status