Share

BAGIAN 3. MALUNYA ITU LOH!

Chat WA Mantan Istri Suamiku 3

"Di mana kamu meletakkan ATM-nya, Dek?" tanya Mas Haris, dirinya sudah rapih dan bersiap untuk pergi membeli mobil permintaan mantan istrinya.

"Di tempat biasa." jawabku acuh.

ATM itu memang selalu aku letakkan di dalam lemari pakaian kami, karena biasanya jika Mas Haris sedang butuh uang maka dia akan meminta aku untuk mengambilnya di ATM.

"Kamu tidak mengubah pin-nya kan?" Selidiknya penuh kecurigaan.

"Untuk apa? Toh kamu tetap tidak akan mendengarkan omonganku." Mas Haris malah salah tingkah ketika mendengar jawabanku. Di tangannya juga sudah ada ATM yang konon katanya berisi uang tabungan kami.

Tanpa mengucap sepatah katapun dia berlalu meninggalkan kamar kami. Aku juga langsung mengikutinya.

"Sudah mau pergi, Haris?" tanya Ibu mertuaku ketika melihat sang anak.

"Iya Bu, lebih cepat lebih baik."

"Kalau begitu tunggu dulu, Ibu juga ingin ikut membeli mobil untuk Nia." tutur Ibu dengan semangat empat lima.

Setelahnya Ibu beranjak menuju kamarnya, aku yakin dia pasti sedang bersiap-siap sekarang. Aku juga tidak akan tinggal diam melihat aksi Ibu dan anak itu, lihat saja apa yang akan aku lakukan nanti!

"Loh kamu ikut, Dek?" Mas Haris nampak heran kala melihat aku yang sudah duduk disampingnya.

"Iya, memangnya kenapa Mas? Apa aku tidak boleh ikut menemani suamiku sendiri?" tanyaku beruntun.

"Em, bukan begitu. Hanya saja aku pikir kamu tidak mau ikut, makanya aku tidak mengajakmu tadi."

Ibu mertuaku baru saja hendak membuka pintu depan mobil, dirinya pun tak kalah terperangah saat melihat aku sudah duduk manis di dalam mobil.

"Ibu duduk dibelakang ya," pintaku cepat, tak mau tahu dengan wajah Ibu yang nampak menahan kekesalan.

Kini kami bertiga sudah berada di dalam mobil, Mas Haris juga sudah melajukan kendaraan roda empat ini. Tak banyak pembicaraan yang tercipta selama kami berada di dalam mobil, hanya keheningan yang kini menyergap.

Aku tidak asing dengan jalan yang kami lewati ini, jalan ini adalah jalan menuju rumah Mbak Hani. Apa jangan-jangan dia juga meminta Mas Haris untuk menjemputnya?

Benar saja, mobil ini memang berhenti tepat di depan rumah Mbak Hani.

"Sebentar ya Dek, kita tunggu Nia dan juga Hani." ucap Mas Haris,

"Hmm,"

Beberapa saat berlalu.

Mungkin sudah lebih dari sepuluh menit kami menunggu di sini, sang empunya rumah tidak kunjung menghampiri kami. Padahal Mas Haris sudah beberapa kali membunyikan klakson mobil.

"Lama sekali sih, Mas. Apa Mbak Hani belum mandi?"

"Sabar." sahutnya, dari tadi kata itulah yang sudah berulang kali dia ucapkan.

Hingga yang ditunggu-tunggu datang juga, Mbak Hani dengan dandanan ala kondangan berjalan dengan lenggak-lenggok menuju ke arah kami, diikuti oleh Nia yang berada dibelakangnya.

Aku tersenyum menatapnya.

"Loh Yasmin ikut, Mas? Katanya cuma kita-kita saja tadi, gimana sih!" gerutunya dengan memonyongkan bibir merah merona miliknya.

"Sudahlah, cepat naik." titah Mas Haris tak terlalu menanggapinya.

Bukannya naik Mbak Hani malah mematung ditempat.

"Jadi berangkat tidak sih? Lama banget dari tadi!" sindirku. Wajahnya terlihat berang ketika mendengar sindiranku, bibirnya juga terbuka lebar. Sepertinya hendak balik menyerang,

"Mangkanya kamu cepetan turun, pindah ke kursi belakang sana disamping Ibu. Nia enggak bisa nih kalau duduk di bangku belakang, bawaannya pusing terus mabok!" Mbak Hani rupanya ingin duduk di samping Mas Haris, jurus andalan pun sudah dia keluarkan. Apalagi kalau bukan Nia anaknya!

Aku membuka pintu mobil, Mbak Hani juga tersenyum melihatku melakukan ini. Eits, tunggu dulu!

"Ayo naik Nia, kamu duduk di samping Bunda ya. Biar Mama kamu nemenin nenek dibelakang ya." tuturku, bocah perempuan itu pun mengikuti saranku.

"Loh kok gini sih?! Tadi katanya Nia mau duduk di depan sama Mama Papa, bukan sama Bunda Yasmin!!!" tukas Mbak Hani tidak terima, sementara Nia hanya diam melihat tingkah laku Ibunya.

"Sudahlah Han, kalau kamu tidak mau tidak usah beli-beli mobil deh!" ketus Mas Haris, membuat Mbak Hani cemberut seketika. Emangnya enak dibentak-bentak?

Dengan penuh keterpaksaan Mbak Hani masuk dan duduk di samping mertuaku.

Sepanjang perjalanan Mbak Hani hanya menekuk wajahnya, dia nampak lesu dan tidak sesemangat tadi saat belum melihat aku. Mungkin merasa sia-sia karena sudah berdandan mati-matian, tapi malah tidak ada yang melirik.

Singkat cerita kami berlima akhirnya tiba di sebuah dealer mobil yang cukup terkenal di kota ini. Kaki ini mulai melangkah masuk, semakin dekat dan dekat saja. Membuat aku tidak sabar untuk menyaksikan peristiwa besar yang akan terjadi sebentar lagi.

"Selamat datang Ibu, Bapak." kata si Sales begitu ramah.

Aku hanya tersenyum simpul menanggapinya. Sedangkan Mbak Hani sudah berjalan lebih dulu, dengan lagak bak orang paling berduit. Dia hanya belum tahu kalau sebentar lagi akan menanggung malu yang teramat sangat.

Banyak mobil yang sudah ditawarkan pada kami, namun Mbak Hani malah menolak semuanya. Katanya sih belum bertemu dengan seleranya, yang high class gitu!

"Memangnya kamu mau mobil yang seperti apa sih, Han? Dari tadi muter-muter terus, Ibu capek nih." Kali ini Ibu mertuaku yang angkat bicara, mungkin pinggangnya sudah encok karena keliling-keliling terus dari tadi.

"Yang merk ZXYX itu loh Bu, harganya juga cuma lima ratus juta. Murah kan Mas?" ungkapnya tanpa malu.

Mas Haris hanya mampu meneguk ludah setelah mendengarnya. Ibu mertuaku pun tak kalah kagetnya.

Mereka bertiga kembali berkeliling mencari mobil keinginan Mbak Hani, sementara Mas Haris malah menarik tanganku menjauhi mereka dan berbisik. Kalian tahu apa yang dia katakan?

"Uang tabungan kita cukup kan Dek? Aku tidak mau malu jika uang itu tidak ada." bisiknya begitu pelan dan aku hanya mengangkat bahuku, pertanda tidak tahu dan tidak mau ikut campur. Lagian salah sendiri kenapa mau menuruti permintaan Mbak Hani!

Tanpa mempedulikan Mas Haris yang tengah ketar-ketir, aku malah duduk santai menunggu mereka menemukan mobil yang cocok. Mas Haris juga mengekor di belakang Mbak Hani, Nia serta Ibunya.

Lama aku menunggu hingga akhirnya Mbak Hani telah menemukan keinginannya, pilihannya jatuh pada sebuah mobil berwarna biru. Tentu dengan harga yang cukup fantastis yaitu tiga ratus lima puluh juta! Wow, luar biasa sekali bukan?

Sebenarnya mobil yang Mbak Hani inginkan sedang tidak ada di sini, makanya dia melabuhkan pilihannya pada mobil itu.

Dan kini saatnya yang aku tunggu-tunggu dari tadi, Mas Haris berjalan dengan bangga menuju tempat pembayaran mobil itu. Tak jauh darinya Mbak Hani dan Ibu berdiri dengan wajah sumringah, dengan dagu yang diangkat tinggi menandakan kalau mereka bukan orang sembarangan.

Dan ....

"Maaf Pak, kartu ini tidak bisa digunakan, apakah Bapak punya kartu yang lainnya?" Samar-samar kudengar ucapan kasir itu, sepertinya misiku akan berhasil sebentar lagi.

"HAH?!" Bukannya menanggapi ucapan si kasir, Mas Haris malah ternganga lebar. Aku sampai takut kalau lalat akan masuk ke dalam mulutnya.

"Kartunya tidak bisa dipakai, Pak. Jika Bapak punya kartu yang lain atau uang cash itu jauh lebih baik." jelas si Kasir sekali lagi.

"Coba periksa sekali lagi, Mas. Bagaimana bisa ATM saya tidak bisa digunakan, lagipula ATM itu tidak dibekukan kok. saya juga yakin isinya pasti banyak," Mas Haris masih tetap tidak percaya,

"Sudah tiga kali saya cek dan memang tidak bisa, Pak. Tidak mungkin kan kalau saya membohongi Bapak." ujar si Kasir dengan suara yang cukup keras, hingga beberapa pasang mata menatap ke arah Mas Haris.

Mbak Hani dan Ibu sudah pucat di tempat, sementara Mas Haris tengah menahan malu yang luar biasa. Bahkan tak sedikit suara cemoohan dari para pengunjung dealer ini. Dan aku hanya tersenyum santai, untungnya jarakku dengan mereka cukup jauh. Jadi tidak ada orang yang akan mengira kalau aku bagian dari keluarga itu.

"Huuuuuuuuu!" Suara sorakan menggema di dalam ruangan ini.

"Halah gayanya saja sok kaya, ternyata ATM-nya tidak bisa digunakan!" ucap seseorang diikuti oleh gelak tawa orang-orang yang ada di sini.

"Gaya sosialita, budget pas-pasan nih ye! Malu tujuh turunan kalau Gue kayak gitu!"

Berbagai bisik-bisik suara sumbing mulai terdengar, karena tempat ini memang sedang ramai dikunjungi. Belum lagi saat memilih mobil, Mbak Hani dengan begitu jumawanya mengatakan kalau dirinya sebagai orang kaya. Bahkan dia tak segan-segan menyuruh para pembeli mobil lain untuk menjauh dari hadapannya, katanya sih tidak selevel.

"Mangkanya kalau tidak punya uang tidak usah mampir ke dealer, kerja dulu yang bener sono!" tutur seorang wanita..

Kini Mas Haris hanya mampu tertunduk malu, begitupula dengan Mbak Hani dan Ibu. Keceriaan dan kegembiraan di wajah mereka hilang dalam waktu sekejap mata! Tunggu, sepertinya Mas Haris berjalan ke arahku. Wajahnya juga merah padam, apa yang akan dia lakukan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status