Reihan terpaku di tempat saat bertemu dengan mantannya di tempat senam hamil. Angela nampak terlihat pucat. Matanya melihat ke arah perut wanita itu. Tidak terlihat hamil karena tertutup mantel baju yang besar atau mungkin usia kandungan belum terlalu besar. Angela menyunggingkan senyum namun tak dibalasnya. Dia berlalu meninggalkan mantannya itu, menyambut Intan yang sudah keluar kelas.
“Gimana kelasnya?”“Tadi diajarkan cara menguasai diri agar nggak panik saat lahiran.”Reihan menggandeng tangan Intan. Mereka berjalan menuju parkiran. Di luar beberapa petugas medis tengah membawa tandu. Matanya melebar saat tahu siapa yang dibawa dalam tandu oleh petugas medis itu. Angela. Mobil ambulance melaju melewatinya. Dia bertanya pada beberapa orang di sana.“Kurang tahu kenapa, tapi yang saya lihat ibu itu tiba-tiba pingsan. Semoga jabang bayinya nggak apa-apa. Kasihan.”Sepanjang perjalanan pulang, dia memikirkan siapa yang menghamili Angela.Air dari langit turun deras ke bumi. Seolah ikut berduka atas berpulangnya satu makhluk ciptaan Tuhan. Reihan menatap nanar makam Intan di hadapannya. Hatinya sakit ditinggalkan seperti ini.Reihan menyentuh papan nisan bertuliskan nama Intan. “Aku akan menjaga amanatmu. Aku akan merawat Ardi dengan penuh kasih sayang dan cinta. Selamat jalan, Sayang. Semoga kamu tenang di sana dan diterima di sisiNYA.”Di samping Reihan, Ray masih terisak. Dia peluk adiknya untuk menenangkan.“Kamu harus kuat, Ray. Intan akan sedih jika melihatmu seperti ini.”Ray tidak membalas apapun ucapan kakaknya. Air matanya tak berhenti mengalir. Dia kembali teringat kematian kedua orangtuanya. Rasanya sama, sakit. Tubuhnya terkulai lemah di pelukan kakaknya.*****Maya datang ke apartemen menjenguk Ray yang sedang sakit. Badan Ray masih demam dan suka menggumam yang tidak jelas.Dia paham bagaimana perasaan mereka. Rasa kehilangan yang besar ten
Gadis cilik cantik itu menonton film Barbie kesukaannya dengan ekspresi wajah cemberut. Sepulang sekolah dia dimarahi karena papanya mendapat laporan dia membuat onar di kelas. Padahal itu dia lakukan untuk membela kakaknya.“Kamu masih marah sama aku?” tanya kakaknya lembut. “Aku minta maaf kalau aku salah."Gadis cilik itu tetap mengunci mulutnya rapat-rapat. Tangan dia lipat di depan dada. Matanya melirik sebal pada kakaknya.“Rachel, Ardi sedang bicara sama kamu. Kenapa diam? Nggak sopan.”Rachel beranjak dari duduknya. Dia berkacak pinggang. “Hai Ardi, dengar, ya, lain kali aku nggak akan belain kamu lagi. Bela dirimu sendiri!”“Rachel, jangan begitu sama Ardi!”“Papa memang selalu pilih kasih. Papa lebih sayang Ardi daripada aku! Aku benci Papa!”Rachel berlari ke kamar pamannya dan membanting pintu dengan keras. Tepat saat itu terdengar salam dari ruang tamu. Reihan lega adiknya sudah pulang.“Dia bikin h
“Rei, kamu nggak pernah paksa Ardi buat makan sayur?” Silva menatap khawatir cucunya itu. “Turuninlah dua atau tiga kilo dulu. Kalau bulan ini berat dia nambah lagi, Tante diomelin sama Azam.”“Segram aja ngimpi dulu, Tan.” Celetuk Ray. “Helen, calon suami berani ngomelin calon mertua, nggak sopan.” Sepupunya itu hanya tersenyum malu.“Aku nggak tahu pakai cara apalagi buat dia bisa makan sayur dengan senang hati kayak Rachel.” Reihan menghela napas. “Nugget udah aku kasih wortel dan brokoli, dia tahu, nggak mau makan. Kata dia rasanya beda. Rachel aja sampai cerewetin dia manfaat sayuran, tapi dia bodo amat. Kalau aku paksa makan sayur, cemberut terus nangis.”“Ya cari cara lain lah, Rei. Nanti dikira kita manjain Ardi sama Azam. Kemarin aja Tante lihat dia ngomelin keluarga pasien karena anaknya gendut banget dan kena diabetes di usia dini.” Silva memeluk sayang Ardi. Mencium gemas pipi yang chubby. “Oma sudah bikin sup ayam. Tapi makan sayurannya juga y
Derai tawa memenuhi halaman belakang restoran. Cerita konyol Riyan menghibur penghuni di sana. Adam bahkan sampai sakit perut kebanyakan tertawa.Adam merebahkan diri di sofa santai. Sedetik kemudian tertawa lagi mengingat cerita Riyan yang berebut botol plastik dengan pemulung saat menyamar jadi pemulung.“Riyan, Riyan,” Nani geleng-geleng, “kamu dalam rangka apa nyamar jadi pemulung?”“Aku ada ide mau bikin usaha Bank Sampah. Makanya aku riset tentang sampah yang bisa didaur ulang baik organik maupun anorganik. Aku juga riset mulai dari harga sampai cara menggerakkan usaha ini. Aku bidiknya ibu-ibu rumah tangga. Kalau dari sampah rumah tangga aja udah bisa dipilah dengan baik, setidaknya polusi sampah juga bisa dikurangi. Mereka akan setor sampah, kita beli, tapi uang tersebut kita berikan dalam bentuk tabungan yang bisa diambil saat Hari Raya.”“Bagus banget idemu.” Nani memberikan kartu namanya. “Siapa tahu kita bisa kerjasama.”Riyan
Ray menekan tombol jawab ketika melihat nama sahabatnya tertera di layar ponsel. Dia memberitahu sudah di lantai tiga toko buku. Sebuah tepukan di bahu kiri membuat kepalanya menoleh. Dia menghela napas sebal dan menekan tombol merah di layar ponsel.Matanya kembali menyusuri deretan novel di rak buku. Banyak sekali novel-novel baru. Maklum sudah dua bulan dia tidak menginjakkan kaki di toko buku. Tangannya tiba bersamaan dengan tangan lain pada satu novel. Mata mereka saling tatap.“Aku dulu yang lihat novel ini,” Ucap Ray.“Aku dulu yang pegang novel ini.” Gadis itu mengetatkan pegangannya pada novel tersebut.“Aku dulu.”“Aku.”“Aku.”“Aku.”“Kalian lagi baca puisi Chairil Anwar?” Sela Riyan.Ray mengambil paksa novel itu. Gadis itu terkejut novel incarannya lolos. Dia menghalangi jalan pria perebut novelnya.“Kak, tolong, novelnya buat aku. Aku sudah lama ngincar ini novel. Di mana-mana hab
Maya dan Ririn setengah berlari menuju tower apartemen Reihan. Sesampainya di sana dia menekan bel pintu dengan tidak sabar. Tak lama pintu terbuka. Ardi dan Rachel menyambut dengan girang. Belum sempat Maya melangkah masuk, ada yang memanggil namanya.“Kamu tega banget ninggalin anak-anak sendiri di rumah.” Maya menampakkan raut tidak senang.“Aku cuma buang sampah sebentar.” Matanya memandang dua anaknya yang nyengir bersalah.“Kata mereka kamu pergi sudah dua jam, nggak bilang pergi ke mana. Makanya aku khawatir banget, langsung ke sini waktu mereka telepon. Mereka juga telepon sambil nangis.”“Teleponnya pakai nomor rumah atau nomor HP?”“Nomor,” Maya seketika ragu melanjutkan kalimatnya. Dia buka ponsel. Hatinya mencelos. “Nomor HP kamu.”“HP aku tinggal di dalam. Masuk dulu, aku jelasin.” Matanya menatap tidak senang pada dua anaknya.Mereka duduk di ruang tamu. Ardi dan Rachel sengaja duduk bersama Maya sembari me
Maya memandang layar ponselnya. Dia menghela napas berat. Tuntutan calon ibu mertua membuatnya ingin membanting ponsel. Apa sebagai anak, Handoko sama sekali tidak bisa memberi pengertian? Dadanya terasa sesak. Maya menekan nomor ponsel calon ibu mertuanya.“Ibu, aku sudah lihat model-model gaunnya, tapi itu mahal sekali. Kalau misal yang skala 10 juta bisa, kan? Toh, dipakai hanya sekali. Lagipula tiga kali ganti baju.”“Ya nggak bisalah. Tamu-tamu bakal tahu kalau itu gaun murahan. Jangan sampai kita malu.” Suara calon ibu mertuanya terdengar sewot.“Tapi, Bu,”“Ibu nggak mau tahu. Pokoknya harus pakai gaun dari desaigner pilihan ibu.”Sambungan telepon langsung terputus. Dadanya semakin terasa sesak. Dia telungkupkan kepala di meja dengan tangan sebagai sandaran. Tidak mungkin meminta orangtuanya menjual tanah warisan lagi.Air mata Ririn ikut mengalir. Disentuhnya lembut bahu tantenya. “Kalau memberatkan lebih baik dibatalkan
Maya membuat jus sayuran untuk menu diet Ardi. Campuran sawi, brokoli, strawberry, madu. Dituangnya jus itu ke tumbler bergambar winnie the pooh.“Ardi nggak bakal tahu warna jusnya karena tumbler tertutup gambar winnie the pooh, bahkan kalau jus itu warna hijau sekalipun. Rasa sayuran bisa tersamar dengan rasa segar buah. Ajak nonton kartun kesukaan dia, jadi dia teralihkan.”“Tuh, dengerin Bu Guru ngomong.” Ujar Ray. Reihan mengulum senyum malu.“Kalau kita nggak ngakalin dengan cara begitu anak-anak nggak bakal mau makan sayuran. Pengalaman ponakanku, yang namanya Dimas susah banget makan sayur. Selipin sayuran di semua makanan dia tanpa harus nunjukkin kalau itu sayur.”Maya membawa dua tumbler berisi jus campuran sayuran dan buah untuk Ardi dan Rachel. Ardi suka dengan rasa jus yang enak. Reihan takjub saat Ardi mau makan sayur bayam dan jagung. Awalnya Ardi ragu, Maya membujuk dengan menyicip dulu kuah sayur. Selanjutnya Ardi makan dengan la