Satu minggu kemudian..
Pertemuan Sarlita semakin intensif, itupun Sarlita masih diselingi Jody dengan Windi. Jody selalu memanfaatkan kencannya dengan Sarlita untuk sekadar bercinta. Sarlita tidak tahu kalau Jody masih berhubungan dengan Windi. Sementara Windi merestui hubungan Jody dengan Sarlita.
Setelah berhubungan intim, Jody mau meninggalkan Sarlita begitu saja. Sarlita tidak bisa menerima sikap Jody tersebut, “Aku hanya tempat pelampiasan nafsu aja, Jod? Setelah itu dengan seenaknya kamu tinggalkan?”“Bukan gitu Sar, aku ada mata kuliah yang gak bisa aku tinggalkan.”“Tapi, gak gitu juga kali, Jod? Basa-basi dulu kek.. atau apalah.”Muka Jody seperti ditimpuk kotoran oleh Sarlita, dia tidak menyangka kalau Sarlita mengawasi sikap dan gerak-geriknya. Jody berusaha untuk menahan diri sejenak, meskipun perasaannya sangat gelisah. “Yaudah Sar.. kalau gitu aku ke kampus dulu ya, aku ada mata kuliah penting hari ini.”“Terus..ngapain kamu ke sini? Udah tahu ada mata kuliah penting?”“Aku Cuma ingin melihat keadaan kamu aja sih.. ““Bohong!! Kamu kan hanya ingin bercinta sama aku kan?” Jody seperti tertampar mukanya dengan ucapan Sarlita, dia hampir kehabisan kata-kata. “Gak.. gak gitu Sar, aku baru ingat kalau ada mata kuliah itu hari ini..” jawaban Jody tidaklah meyakinkan Sarlita. “Udah deh Jod.. aku sudah tahu semua tentang kamu. Semua korban kamu mengalami apa yang aku alami hari ini.”“Aku tidak ingin berdebat soal ini Sar.. yang jelas, aku memang sedang ada mata kuliah penting hari ini.” Jody tinggalkan Sarlita begitu saja. Sarlita hanya menatap kepergian Jody, hatinya sangat pedih. Beribu penyesalan menyeruak di dalam hatinya. Dia tidak tahu harus mencurahkan hati pada siapa. ***Kristo merupakan Pencari Bakat, yang merekrutnya sebagai model dan pemain sinetron. Kristo bukanlah lelaki lajang, dia sudah beristri. Hanya saja Sarlita tidak tahu kalau Kristo sudah berkeluarga. Sarlita bertemu dengan Kristo di sebuah Coffee Shop di sebuah Mall.“Tumben kamu ajak aku ketemu Sar? Ada apa? Kangen sama aku ya?” Kristo tanyakan itu dengan bercanda. “Iya mas.. habis lama sih gak dapat callingan. Mas Kris apa kabar?”“Baik Sar.. ntar deh dalam waktu dekat aku calling kamu. Ada Advertising yang cari model untuk kalender.”“Wah.. kalau itu kasih Dissa aja mas, aku sepertinya tidak cocok.” Sarlita sadar diri kalau dia tengah hamil.”“Kenapa kamu gak tertarik?”Lama Sarlita menatap Kristo, ada keinginan menceritakan apa yang sedang dialaminya. Tapi, dia mengurungkannya. “Wajah kamu kok kusut gitu Sar? Ada masalah apa? Cerita dong.. jangan dipendam, ntar busuk lho.” Kristo kembali bercanda “Mas.. emang kebiasaan cowok kalau habis berhubungan, pergi begitu saja ya?”“Maksudnya gimana Sar? Aku gak ngerti?”“Tadi Jody datang, begitu selesai hubungan intim dia mau pergi begitu saja.”Kristo mengernyitkan dahinya, “Maaf Sar.. emang kamu sering berhubungan intim dengan Jody?”“Iya mas.. dia berikan aku cincin pertunangan, dan dia bilang itu sebagai ikatan sebelum menikah.”“Hanya karena cincin itu kamu mau menyerahkan kesucian kamu?”***Jody ternyata tidak pergi ke kampus, sesuai dengan dugaan Sarlita kalau Jody hanya berdalih. Jody menemui Windi di Cafe biasa tempat mereka bertemu. Jody sangat berharap bisa menyalurkan hasratnya pada Windi. Seakan apa yang baru saja dilakukannya dengan Sarlita belumlah cukup. “Win.. aku sudah menduga kamu ada di sini. Kamu gak ada kuliah kan hari ini?”“Kok kamu bisa menduga aku di sini Jod?”“Tadi aku cari kamu di kampus, tapi kamu gak ada.”“Kok kamu gak jalan sama Sarlita? Lagi PMS ya?” Windi tanyakan itu dengan bercanda. “Sarlita lagi kuliah Win.. aku juga lagi gak mood dekat sama dia.”“Kenapa? Kalian berantem lagi ya? Kan aku udah kasih kebebasan sama kamu?”“Justeru itulah yang membuat aku lebih memilih dekat sama kamu Win. Aku lebih nyaman ada di sisi kamu Win.” rayu Jody“Gombal kamu Jod.. gak usah ngomong gitu deh, aku tahu kamu Jod.”“Kamu masih mau di sini Win? Gak mau pindah ke tempat lain?”“Aku lagi PMS Jod.. percuma juga kita pindah ke tempat lain.”Jody tidak menyangka kalau Windi lagi PMS, dia kecewa mendengar penjelasan Windi. Harapannya ingin menyalurkan hasrat pada Windi gagal. ***Kristo jelaskan pada Sarlita, bahwa cincin itu tidaklah bisa mengesankan sebuah hubungan. Tidak serta merta dengan cincin itu bisa sah melakukan hubungan layaknya suami isteri. Hanya sebuah Akad Nikah yang bisa melegalkan sebuah ikatan pernikahan. Mendengar penjelasan Kristo, Sarlita jadi tahu kalau dia sudah di tipu oleh Jody. Di bola mata Sarlita butir-butir air mata mulai bergulir, “Aku gak tahu sama sekali mas tentang itu, aku benar-benar seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Aku hanya menuruti keinginan Jody.”“Kamu gak perlu menyesali apa yang sudah terjadi Sar, percuma saja. Keperawanan kamu tidak akan bisa kembali dengan menyesalinya. Kamu harus pikirkan, bagaimana agar Jody tidak pindah kelain hati.”Kristo tanyakan pada Sarlita, bagaimana mereka bisa aman berhubungan intim. Kristo juga tanyakan, apakah setiap berhubungan dengan Jody memakai alat kontrasepsi? “Jody selalu memberikan aku Pil Anti Hamil mas, alasannya agar aku tidak hamil.”“Aku gak bisa mencampuri urusan kamu dan Jody terlalu jauh Sar, tapi aku kasihan sama kamu.”“Sebagai lelaki apakah mas Kristo mau menerima gadis yang sudah tidak perawan?”“Kalau aku sih tidak pernah mempersoalkan masalah itu Sar.. bagi aku yang penting aku suka dan cinta."Mendengar jawaban Kristo, Sarlita lega hatinya. Dia merasa masih mempunyai peluang untuk mendapatkan cinta seorang lelaki. Itu kalau seandainya Jody meninggalkannya. “Aku suka dengan sikap mas Kristo, karena sangat bijak dalam menentukan pilihan.”“Kamu gak usah terlalu terbebani
“Maaf Jod.. apa yang terjadi tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Mas Kristo hanya ngobrol kerjaan.” Sarlita merasa serba salah. Tanpa banyak bicara, Jody tarik lengan Sarlita dan menyeretnya menjauh dari Kristo. Kristo hanya tercengang melihat perlakuan Jody pada Sarlita. Di dalam mobil, Jody tidak berkata sepatah kata pun. Dia memandang lurus ke depan dengan berbagai kekecewaan yang berkecamuk dibenaknya. “Jod.. aku salah, maafin aku ya..” Sarlita memelas pada Jody“Udahlah.. nanti saja kita bicarakan, jangan salahkan aku kalau nanti aku selalu mencurigai kamu, Sar.”Sarlita hanya bisa menitikkan airmata, posisinya memang sedang salah. Tidak ada pembelaan yang patut dia lakukan. Sampai di kosan, Jody langsung mencecar Sarlita dengan berbagai pertanyaan, “Seperti apa sih sebetulnya hubungan kamu dengan Kristo? Kok dari awal aku kenal kamu, dia sangat intens mendekati kamu?”“Lho? Kan aku selalu terbuka sama kamu, Jod? Setiap ada job dari mas Kristo, kamu selalu tahu?”Rahan
Waktu berlalu begitu cepat, penderitaan Sarlita semakin berat. Sudah satu minggu Jody menghilang begitu saja, ponselnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Sarlita tidak mungkin mencarinya di kampus. Dalam kepanikankannya, Sarlita berniat untuk ambil cuti semester. Dia ingin mencari pekerjaan yang bisa untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Meskipun, kiriman dari orang tuanya masih lancar. Tapi, Sarlita ingin mengantisipasi keadaan, kalau tiba-tiba orang tuanya tahu keadaan yang sebenarnya. Dengan berat hati, Sarlita menghubungi Kristo, “Hai mas.. apa kabar? Mas kecewa ya dengan kejadian waktu itu?”“Sar.. aku tidak ingin kamu menghadapi masalah, kamu sedang hamil, Sar.”“Justeru aku sedang bermasalah, mas. Aku butuh pekerjaan, Jody Ghosting, mas. Aku bingung menghadapi masalah ini sendirian.”Kristo memberikan saran pada Sarlita, agar mencari Jody ke rumahnya. Sementara Sarlita menghindari itu, dia tidak ingin bertemu dengan orang tua Jody. “Ya gak bisa gitu, Sar, kamu harus lakuk
Jody dan Windi terperanjat di atas tempat tidur, Jody tidak mengira kalau Sarlita seketika datang. Sarlita seakan kehabisan kata-kata, dia terduduk di lantai meluruh dalam kemarahan yang memuncak. Jody menghampiri Sarlita dan tangannya menggapai Sarlita untuk mengajaknya bangkit, namun Sarlita menepis tangan Jody. “Ini sangat menyakitkan, Jod.. Apa salah aku Jod.. ?” ucap Sarlita lirih. Sarlita tertunduk menumpahkan kesedihannya dalam tangis pilu. Jody menatap Sarlita yang ada di bawahnya, tidak ada usaha Jody untuk mensejajarkan dirinya dengan Sarlita. Bahkan, dari raut wajahnya tidak terlihat perasaan merasa bersalah. “Kamu Cuma lihat aku ngobrol sama mas Kris, kamu begitu murka. Sekarang, perlakuan kamu lebih dari itu, Jod!!” suara Sarlita meninggi, namun masih terasa pilu. “Aku salah, Sar.. Aku minta minta maaf..”“Untuk apa, Jod? Kalau itu tidak mengubah perilakumu? Aku udah capek, Jod!!” Sarlita katakan itu tanpa menatap Jody. Dia tidak ingin mempresentasikan dirinya mengham
Jody memperlihatkan sikap manisnya pada Sarlita. Namun, Sarlita yang sudah mengenal watak Jody tidak mengubah sikapnya. Dia tidak ingin terhanyut dengan muslihat yang diperlihatkan Jody, Sarlita tidak terlalu menghiraukan kehadiran Jody. “Sar.. aku antar kamu ke dokter ya? Biar kita tahu bagaimana perkembangan janin yang ada dikandungan kamu.” Jody berusaha mengambil hati Sarlita. “Gak usah! Kalaupun aku mau periksa, tidak perlu kamu antar.”“Kenapa Sar? Apa aku sudah tidak pantas bersikap baik terhadap kamu?”“Bukan tidak pantas! Aku hanya ingin melatih diri tanpa kamu, Jod!!”Sarlita seakan tidak mempercayai semua kebaikan Jody. Baginya, apa yang sudah dilakukan Jody itu tidak termaafkan. Bahkan Sarlita sudah mempersiapkan diri jika harus berpisah dengan Jody. “Kenapa kamu tidak memberikan ruang sedikitpun padaku, Sar? Jangan bikin aku bingung menghadapi situasi ini.”“Pilihannya ada di tangan kamu, Jod. Aku hanya menerima apapun yang akan menjadi keputusan kamu.”***Hari demi ha
Saat Mama Sarlita sudah berada di Jakarta, hal pertama yang menjadi pusat perhatiannya adalah perubahan fisik Sarlita. “Wajah kamu kok tembem gitu, Sar? Kamu gak sedang hamil kan?”“Masak hamil sih, Ma? Perut rata gini dibilang hamil?” Sarlita balik bertanya sembari memegang perutnya. Mama Sarlita melihat perut Sarlita dan memegangnya, hampir saja Sarlita menepis tangan Mamanya. “Kamu sudah punya pacar?” Selidik Mama Sarlita“Kok Mama tiba-tiba tanya itu sih? Kan wajar Ma, seusia aku pacaran?”Mama Sarlita menatap wajahnya dengan pasat, “Kenapa? Kamu keberatan Mama tanya soal itu? Mama cuma mau ingatkan kamu, di Jakarta harus hati-hati bergaul.”Deg! Jantung Sarlita serasa dihujam mendengar kata-kata Mamanya, Sarlita berusaha memperlihatkan ekspresi wajah yang biasa saja. “Sarlita tahu diri, Ma .. Mudah-mudah Sarlita bisa menjaga diri.” jawab Sarlita dengan tenang. Mama Sarlita mengajak untuk pindah ke hotel, karena kamar Sarlita terlalu sempit dan tidak cukup untuk bertiga. S
Seketika wajah Jody pucat pasi melihat Windi yang ada disampingnya, “Kenapa Jod? Kamu tengsin sama aku?” canda Windi. “Eeh.. Win! Kenalin nih Dissa temannya Sarlita, aku kebetulan ketemu dia.” Jody salah tingkah sambil memperkenalkan Dissa pada Windi. “Gacoan baru, Jod?” Windi sengaja tanyakan itu di depan Dissa. Jody ajak Dissa segera meninggalkan club. Windi tersenyum puas menatap kepergian Jody dan Dissa. “Dasar playaboy cap topi miring!!” ucap Windi dengan kesal. “Itu siapa, Jod? Mantan kamu?” tanya Dissa sesaat sebelum masuk ke mobil. Setelah duduk di belakang stir, Jody baru jawab pertanyaan Dissa, “Dia pernah aku tolak cintanya, karena bukan tipikal cewek yang aku sukai. Mulutnya lemes, Dis.”“Oh ya? Bukannya Sarlita itu tipikal cewek yang kamu sukai? Kok kamu lepehin begitu aja, Jod?”“Menurut Sarlita, Mamanya gak suka sama aku. Jadi aku dilepehin sama dia.” ***“Nanti juga aku kenalin sama Mama, tapi anaknya cuek, Ma. Mama pasti suka deh, anaknya handsome kok.”“Nah! Gi
Terpampang di ponsel Sarlita beberapa foto kemesraan Jody dan Dissa saat Berdansa. Sarlita merasa kalau Dissa sudah mendustainya, karena dari foto-foto itu jelas terlihat sebuah kemesraan. Sangat berbeda antara ucapan Dissa dengan kenyataan yang ada. Sarlita bertanya dalam hati, “Apa tujuan Dissa menceritakan pertemuannya dengan Jody?”Setelah sampai di tempat kost-nya, Sarlita mencoba untuk menenangkan diri. Meskipun berbagai pertanyaan dan kecurigaan terus bersemayam dalam benaknya. Sarlita kembali mengingat persahabatannya dengan Dissa. Tidak pernah Dissa memperlihatkan ketertarikannya pada Jody, saat dia perkenalkan Dissa dengan Jody. Namun, Sarlita tidak bisa menduga kalau Jody diam-diam menyukai Dissa. ***Di kamarnya, Jody tidak bisa memejamkan mata. Dia tidak menyangka kalau Dissa menolak ajakan kencannya. Bagi Jody, itu bak pukulan telak yang menghantam rahangnya. Belum pernah dia ditolak gadis yang diajaknya kencan, baru Dissa yang menolaknya. Malam menjelang larut Jody