Share

Luka Nora

Nora bersiap untuk pergi ke rumah keluarga Winata setelah menemani Tian sarapan dan berangkat kerja, meskipun tidak ada sepatah kata pun keluar dari bibir Tian, Nora yakin Tian sadar yang apa yang telah mereka lakukan semalam, Nora pun masih tidak percaya sampai saat ini, saat dia terbangun, Tian sudah berada disampingnya dan sama-sama tidak ada satu helai pun benang yang menempel di tubuh mereka, Nora terbangun dan terduduk di tempat tidurnya, dia diam terpaku, membereskan rambut dan menatap Tian yang masih tertidur.

    Nora dengan cepat bangkit dari tempat tidurnya, dan sedikit berlari ke kamar mandi tanpa mengetahui bahwa Tian mengintip dari tempat tidurnya, Tian pun tidak percaya yang telah dia lakukan semalam pada Nora, bukankah dia hanya menganggap Nora sebagai alat untuk mendapatkan warisan ayahnya, namun entah mengapa semalam dia melihat Nora begitu cantik, dan tidak bisa menghentikan tubuhnya untuk tidak menyentuh Nora.

     Nora mengirim pesan kepada Tyas, dia menceritakan apa yang terjadi semalam, Tyas yang tidak sabar menunggu cerita lengkapnya dari Nora, menyuruhnya untuk datang ke rumah, Tyas tahu caranya akan berhasil, bagi Tyas, Nora memang wanita yang sangat cantik, meskipun dia bukan berasal dari kota, dan Tyas mengenal sifat kakaknya Tian, dia hanya perlu memoles Nora sedikit dan mengajarinya bagaimana wanita kota memikat hati lelaki, dan Tyas berhasil.

     Rencana Tyas terlintas saat dia mampir ke rumah Nora dan Tian tempo hari, dia sempat melihat-lihat isi lemari Nora dan peralatan makeup Nora, semuanya biasa saja, baju pergi Nora hanya kemeja-kemeja biasa, baju sehari-haripun hanya ada daster batik biasa, bagaimana dia bisa memikat hati kakaknya bila kebiasaannya di kampung masih dia bawa-bawa sampai saat ini.

    Tyas sudah menunggu Nora, dia mengajak Nora untuk pergi membeli pakaian dan makeup untuk dia pakai, dan menyuruhnya mengganti semua pakaian-pakaian yang ada di lemari, setidaknya itu yang bisa Tyas lakukan untuk kakak iparnya.

    Tian termenung di ruang kerjanya, dia tidak bisa konsentrasi bekerja, kejadian semalam dengan Nora masih terbayang di kepalanya, dia masih menyalahkan dirinya mengapa hal itu bisa terjadi, dia sudah berjanji tidak akan pernah menyentuh Nora bagaimanapun keadaannya, sikapnya selama ini kepada Nora sudah sesuai dengan yang dia rencanakan, namun hampir berantakan gara-gara kejadian semalam.

    “Tok,,tok,,tok,” suara pintu ruang kerjanya diketuk, tidak lama Tomi masuk ke ruang kerjanya.

   “Lo kenapa Ian, gue perhatiin lo bengong aja dari tadi?” tanya Tomi.

   “Nggak, lagi gak mood aja gue,” jawab Tian.

   “Iya lo gak mood itu kenapa, pasti ada apa-apa, gie kenal lo dari dulu sob,” balas Tomi.

   “Hmm, gue mau cerita sama lo nih Tom, tapi lo jangan ketawa ya,” kata Tian.

   “Makin penasaran gue, cerita apaan sih,” jawab Tomi.

   “Semalem gue tidur sama Nora,” balas Tian singkat.

   “Lah emang kemarin-kemarin lo tidur di ruang tamu,?” jawab Tomi.

   “Bukan tidur yang biasanya, maksud gue, semalem gue nidurin Nora, padahal lo kan tahu saat menikah sama dia gue gak akan sentuh dia sama sekali,” balas Tian panjang lebar pada Tomi.

   “Ha ha ha, jadi cuma itu masalahnya sob, lagian lo sama Nora kan sudah jadi suami istri, ya wajarlah lo nidurin dia, udah halal kan, yang salah itu lo tidur sama pacar-pacar lo Ian, Ha ha ha,” jawab Tomi sambil setengah mengejek.

   “Iya, tapi kan lo tau gue gak ada perasaan sama Nora, dia tuh cuma alat buat gue aja,” balas Tian.

   “Gue tuh heran Ian, lo itu ke Nora gak kaya ke cewek-cewek lain, lo abis tidur sama cewek-cewek yang lo kencanin terus lo putusin tapi gak pernah ada rasa bersalah sama mereka, nah ini lo sampe bengong abis tidur sama Nora padahal dia istri lo sendiri Ian,” jawab Tomi.

    Tian diam mendengar Tomi berbicara seperti itu, dia tidak tahu mengapa merasa bersalah dengan Nora, dia hanya tidak ingin melukai Nora karena dia anak dari teman ayahnya, dan dia wanita baik-baik, tidak seperti cewek-cewek yang dia kencani, mereka bersedia tidur hanya karena Tian seorang Winata.

    “Sudahlah Ian, lo terima aja Nora kenapa sih, jangan sampai lo nyesel nanti, kalau Nora memang seperti yang lo ceritain, gue rasa dia worth it kok buat dapat kesempatan, lo cuma malu karena dia dari kampung kan,” kata Tomi.

     “Emang lo udah pernah ketemu Nora?” tanya Tian.

     “Ya gak harus ketemu dia kan untuk tahu, dari cerita lo aja gue yakin kok, lo cuma gengsi aja kan Ian,” balas Tomi.

    Tomi adalah sahabat Tian semenjak mereka kuliah di kampus yang sama, Tomi selalu ada di samping Tian, cuma Tomi yang Tian percaya, Tian iri dengan Tomi yang dengan bebasnya bisa menentukan jalan hidupnya meskipun keluarganya juga sama-sama dari keluarga konglomerat, cuma Tomi memang tidak pernah punya keinginan macam-macam, dia berjiwa bebas, meskipun dia juga sama seperti Tian suka party , namun Tomi tidak pernah berpacaran dengan seorang wanita, dia pun selalu menolak wanita-wanita yang ingin tidur dengannya.

    “Yaudah gue mau keluar makan siang dulu, lo mau ikut Ian?” tanya Tomi.

    “Gak deh, gue masih kenyang,” jawab Tian.

    “Oke, sampe ketemu nanti malam ya, jangan sampe telat, gue tunggu di tempat biasa,” balas Tomi.

    Tiap malam, Tian dan Tomi main bowling bersama, itu permintaan Tian pada Tomi yang mengharuskan Tomi menemaninya setiap pulang kerja, Tian enggan pulang ke rumah cepat-cepat, dia ingin Nora sudah tertidur saat Tian pulang sehingga dia tidak perlu basa-basi pada Nora.

    Tomi keluar lift menuju parkiran, saat di lobby dia melihat seorang wanita cantik berdiri di resepsionis, wajahnya seperti familiar, dan wanita itu seperti kesulitan untuk meminta ijin pada resepsionis, Tomi mendekati wanita itu, perasaannya mengatakan wanita itu adalah Nora, istri Tian.

   “Nora ya, istri Tian?” sapa Tomi pada wanita itu.

    Wanita itu menoleh kea rah Tomi, wajahnya menunjukan tanda tanya, Tomi yakin dia adalah Nora, namun tentu saja Nora tidak mengenal dirinya, Tian tidak pernah mengajak Nora untuk kenal dengan teman-temannya, sehingga wajar saja Nora tidak kenal dengan siapa-siapa.

    “Gue Tomi, temannya Tian,” kata Tomi seraya mengulurkan tangannya memperkenalkan diri.

    “Oh, saya Nora, istri Tian,” jawab Nira sambil menyambut uluran tangan Tomi.

    “Mau ketemu Tian?tumben datang ke sini?” tanya Tomi penuh selidik, dia yakin Tian tidak tahu bahwa Nira sekarang ada di lobby kantornya, dan Tomi tahu Tian akan marah pada Nora bisa tahu dia datang tanpa memberitahu dulu sebelumnya.

    “Ehm, kebetulan Tian tadi sedang keluar kantor, memang tidak berkabar dulu ke Tian kalau kamu mau datang?” tanya Tomi kembali.

    “Pesanku belum di balas oleh Tian,” jawab Nora sambil tertunduk melihat handphonenya, berharap ada balasan dari Tian.

    Tomi yang melihat Nora jadi merasa bersalah, entah mengapa Tomi mempunyai rasa iba pada wanita yang berdiri di hadapannya.

    “Mau temani aku minum kopi?” tanya Tomi, dia merasa menjadi orang paling bodoh bertanya seperti itu, dia tidak pernah bersikap salah tingkah di depan wanita.

    “Oh, ehmm, apa tidak apa-apa kalau saya ikut?” jawab Nora.

    “Tidak, saya tidak keberatan, senang ada yang menemani,” balas Tomi tersenyum.

   Tomi dan Nora pegi ke kafe seberang kantor Tian, mereka duduk dan memesan kopi serta makanan ringan, sebenarnya Tomi tidak tahu apa yang harus di bicarakan pada Nora, dia hanya berbasa basi saja, namun di luar dugaannya Nora mengiyakan ajakan tersebut.

    “Maaf sebelumnya kalau saya tidak mengenali anda sebagai teman Tian,” kata Nora mengawali percakapan tersebut.

    “Kenapa minta maaf, anda tidak salah apa-apa, memang kita tidak pernah bertemu sebelumnya kan? jawab Tomi.

    Nora tersenyum, banyak sebenarnya yang ingin Nora tanyakan pada Tomi, namun dia tidak punya keberanian untuk bertanya apapun, apalagi dia baru mengenal Tomi hari ini.

    “Kalau ada yang mau ditanyakan, silahkan loh, tenang saja aku gak akan memberitahu Tian,” tanya Tomi, seperti bisa membaca pikiran Nora.

    “Ah, apa anda tahu kenapa Tian tidak pernah memperkenalkan saya kepada teman-temannya, apa Tian malu pada saya ya,” jawab Nora

    Tomi yang mendengar itu terdiam, tidak tahu harus bilang apa, namun Tomi tidak habis pikir, kenapa Tian masih saja malu mengakui Nora sebagai istrinya, Nora yang dilihat Tomi sekarang adalah wanita cantik dan anggun tidak kelihatan seperti gadis kampungan yang sering di sebut-sebut oleh Tian, menurut Tomi usaha dari gadis kampung berubah menjadi seperti ini adalah usaha yang tidak mudah, tidak sadar Tomi memandangi wajah Nora, dan membuat Nora salah tingkah.

    “Apa ada yang salah di wajah saya ya pak?” tanya Nora, membuat Tomi tersadar dari lamunannya.

   “Oh tidak, maaf, bukannya saya ingin membuat anda tidak nyaman,” jawab Tomi.

   “Terkait pertanyaan anda tadi, menurut saya Tian hanya terlalu sibuk saja, jadi memang tidak ada waktu untuk pergi dan mengenalkan anda, dan Tian tidak terlalu suka acara kumpul-kumpul, jadi ya hanya tidak ada waktu saja kok,” lanjut Tomi berbohong.

    Entah mengapa Tomi melakukan hal itu, menjaga perasaan Nora bukanlah kewajibannya, tapi Tomi merasa iba pada Nora.

    Setelah berpamitan keduanya berpisah di depan kafe, Nora memanggil taksi yang lewat di depannya, lalu berpamitan dengan Tomi, sebelum naik ke taksi Nora memberikan satu set lengkap Sushi untuk Tomi, makan siang yang ingin dia berikan pada Tian tadinya, namun dari pada mubazir pikirnya.

    “Ini untuk anda saja pak, kebetulan saya tidak terlalu suka makanan seperti itu, tadinya mau saya berikan ke mas Tian untuk makan siang, tapi ternyata mas Tian tidak ada di kantor,” kata Nora seraya menyodorkan bungkusan berisi Sushi.

    “Ah, beneran buat saya nih, nanti saya bisa minta tambah loh,” jawab Tomi sambil bercanda.

    Tomi sekilas melihat tas belanjaan yang dipegang Nora di sisi satunya, sepertinya alat untuk melukis, Tomi penasaran mengapa Nora membeli alat melukis, kalau untuk Tian itu sudah pasti tidak, karena Tian lemah dalam hal seni.

    “Alat lukis untuk siapa itu,” tanya Tomi sambil menunjuk bungkusan yang Nora pegang.

    “Oh ini, alat lukis saya, sewaktu di kampung kebetulan saya mengajar seni lukis, meskipun tidak seperti pelukis pro, cuma lumayanlah untuk mengisi waktu di rumah,” jawab Nora yang sudah sedikit nyaman berbicara dengan Tomi.

   “Ohh, oke,” jawab Tomi singkat, dan membukakan pintu taksi untuk Nora.

   Saat Nora sudah pergi, Tomi memandang taksi yang mulai menjauh, dalam hatinya ada sesuatu yang mencuri perhatian Tomi, Nora suka melukis, seni yang digemari oleh Tomi juga, bagi Tomi, Tian sudah benar-benar bodoh, Nora sudah lebih dari cukup untuk menjadi istrinya, dari pada mengejar dan mengencani wanita-wanita bodoh.

   Mobil Tomi melaju kencang di jalanan ibu kota, bungkusan sushi yang di berikan Nora tergeletak di kursi samping Tomi, sesekali Tomi melirik bungkusan itu dan tersenyum, tas dengan corak badut untuk membungkus sushi mahal terlihat norak tapi lucu, Tomi ingin memberitahu Tian bahwa Nora datang ke kantor untuk mencarinya, namun dia urungkan niatnya, dia tidak ingin Tian naik darah hanya karena hal sepele, seharusnya Tian memberikan kesempatan pada Nora, dia wanita yang baik, gumam Tomi dalam hati.

    Nora sudah sampai rumah, dia mengambil handphonenya dan melihat apakah ada pesan masuk di sana, sesuai dengan harapannya Tian membalas pesan yang dia tinggalkan saat tadi mampir ke kantornya, Nora membuka pesan dari Tian, namun yang Nora dapatkan tidak sesuai dengan harapannya.

    “Maaf aku sedang meeting, oiya ada yang harus aku luruskan tentang kejadian semalam, aku minta maaf karena itu, jangan berpikir yang terlalu jauh sampai harus datang ke tempat kerjaku, mungkin memang harus aku katakan bahwa aku menganggapmu hanya sebagai alat untuk mendapatkan warisan ayahku, karena menikahimu adalah salah satu syarat yang di ajukan ayahku, aku benar-benar minta maaf untuk hal ini,” balas Tian .

    Tubuh Nora jatuh di pinggir tempat tidur, badannya lemas setelah membaca pesan dari Tian, bagaimana bisa seorang suami meminta maaf setelah menggauli istrinya dan berbicara bahwa dia hanyalah dianggap sebagai alat, air mata Nora mengucur deras, ada rasa sakit di dadanya, selama lima bulan dia menunggu Tian melihatnya, namun harapan itu hanya kosong, namun Nora sudah terlanjur mencintai suaminya.

    Nora terbaring di tempat tidur, dia enggan melakukan apa-apa, hujan di luar terlihat dari jendela kamarnya, pintu kamarnya di ketok berulang-ulang oleh bi Iyem, karena khawatir majikannya tidak keluar kamar semenjak pulang tadi siang.

   Nora mematikan handphonenya semenjak tadi siang, kepalanya terasa berat setelah menangis dan tertidur, di bawah lantai dia melihat alat lukis dan belanjaannya yang lain, baju-baju dan makeup yang dia beli bersama Tyas tadi pagi, Nora bangkit dari tempat tidur membuka peralatan lukisnya, dia hanya ingin melukis saja saat ini, air matanya masih menetes, dia menutup wajahnya berusaha menahan tangisnya, namun ucapan Tian masih terngiang dan terekam di kepalanya,

    Tian masih berada di kantornya, merasa bersalah telah mengirimkan pesan tersebut kepada Nora, namun saat ingin menghapusnya centang itu sudah berubah menjadi biru, itu berarti Nora telah membaca pesannya, Tian ingin berlagak biasa saja, namun lagi-lagi dia tidak punya alasan menyakiti Nora.

   “Tring…tring..tring,” ada pesan masuk di handphone Tian, dia langsung mengambil handphone dan membuka pesannya, entah mengapa dia berharap itu dari Nora, namun raut wajah Tian berubah seketika setelah melihat siapa pengirim pesan tersebut, bukan Tian tidak senang namun dia masih merasa bersalah dan tidak tahu bagaimana harus bersikap saat bertemu Nora.

    “Tring..tring..tring,” handphonenya kembali berbunyi, namun saat ini adalah panggilan masuk, Tian mengangkatnya, mungkin dia harus melupakan rasa bersalahnya sedikit.

    “Iya, aku masih di kantor,” Tian menjawab panggilan itu.

    “Nanti aku mampir ke apartemen ya,” lanjut Tian.

    Tian menutup penggilan itu, dan bersiap keluar dari kantor, dia tidak menuju rumah namun yang dia tahu, dia mungkin harus melupakan sejenak rasa bersalahnya pada Nora malam ini, tanpa Tian tahu bahwa dia sudah membuka luka di hati Nora, namun tanpa mereka berdua sadari di tempat lain ada hati yang mulai membuka perlahan untuk menerima Nora.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status