Senyum semringah nan lebar itu tidak kunjung lepas dari wajah Rindu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Rindu akhirnya bisa memasuki tempat spa untuk merawat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung telapak kaki. Biasanya, Rindu hanya masuk ke tempat-tempat seperti itu untuk urusan pekerjaan. Sebatas menawarkan iklan, atau untuk menagih tunggakan yang belum dibayar.
Setelah menghabiskan waktu hampir empat jam di dalam spa, Rindu langsung meluncur ke sebuah pusat perbelanjaan. Baru kali ini pula, Rindu berbelanja tanpa harus melihat harga terlebih dahulu. Rindu hanya tinggal menunjuk barang yang ia suka, lalu membawanya ke kasir dan menggesek kartu debet yang sudah terisi dengan pundi-pundi rupiah dari sang suami ter …
Entahlah, Rindu juga masih ragu dengan perasaannya saat ini. Rindu memang menyukai Dewa, tapi masih belum tahu pasti, apakah itu cinta, atau hanya sekedar rasa suka berbalut ambisi untuk meraih cita-citanya.
Sebelum Rindu pulang ke apartemen, d
Rindu menatap puas pada hasil masakannya yang sudah tersaji di meja makan. Memang sederhana, tapi Rindu yakin dengan rasa yang tercipta dari keahliannya tersebut. Rindu harus berterima kasih pada sang ibu untuk hal yang satu ini. Jika bukan karena Tiara yang selalu meminta Rindu membantunya di dapur sedari kecil, Rindu mungkin tidak akan tahu apa-apa.Rindu tidak tahu jam berapa Dewa akan pulang ke apartemen. Ia juga tidak mempertanyakan hal tersebut karena tidak ingin mengganggu sang suami yang mungkin saja masih bekerja di luar sana. Jadi, lebih baik Rindu pergi ke kamar dulu untuk mandi dan membersihkan diri untuk menyambut kepulangan Dewa.Rindu terkekeh geli seorang diri. Ia masih tidak percaya, kalau dirinya benar-benar menjalankan tugas sebagai seorang istri saat ini. Untuk sikap berbakti seperti ini, Rindu juga mempelajarinya dari sang ibu. Jika ada pen
Dewa tersenyum kecil melihat punggung terbuka Rindu, yang masih terlelap lelah di atas ranjang. Dewa sengaja tidak membangunkan Rindu, karena ia tahu kalau gadis itu pasti sangat kelelahan setelah menuruti semua keinginannya tadi tadi malam.Tahu begini, harusnya dari kemarin-kemarin saja ia mengikat Rindu. Dengan begitu, ia tidak akan terus-terusan pusing memikirkan gadis yang kerjanya selalu saja berkeliaran di luar sana.Sebagai pria yang pernah menikah beberapa tahun yang lalu, wajar rasanya jika Dewa sempat membandingkan Rindu dengan istri pertamanya.Keduanya sungguh berbeda 180 derajat. Dewa tidak mempermasalahkan perihal pelayanan kedua wanita itu di atas ranjang. Karena, hal tersebut sama sekali tidak bisa dibandingkan. Antara Dea yang sudah sangat berpengalaman di segala bidang, dan Rindu yang
“Jadi, pemilik proyek maunya tahu beres?”Abraham mengangguk, membenarkan pertanyaan putranya. Setelah masa jabatan Dewa habis di periode ini, Abraham berencana meminta Dewa untuk menggantikannya. Abraham sudah melarang putranya itu, untuk kembali melanjutkan karir di dalam pemerintahan.Dewa pun setuju-setuju saja, karena ia sudah cukup memiliki banyak relasi dari elite pemerintah yang bertengger di atas sana. Terutama di bidang hukum dan politik. Jika dua hal tersebut sudah dipegang, maka Dewa bisa bersantai dan menjalankan semuanya dari balik layar.Jika Abraham kerap melakukan sesuatu dengan bersekutu bersama para preman elite. Sementara Dewa, akan menambah sekutunya dengan merangkul elite politik, dengan semua pencitraan baiknya selama ini. Yang Dewa butuhkan sebenarnya bukanlah sebuah jabatan. Ia h
Desah napas sepasang pengantin baru yang baru saja selesai menikmati surga dunianya itu, masih terdengar memburu. Detak jantung keduanya juga masih berpacu keras, dengan peluh yang masih saling mengikat rapat. Dewa menautkan jemarinya di atas punggung tangan Rindu yang masih bertelungkup lelah. Sedikit menaikkannya ke atas, untuk melihat cincin pernikahan sederhana yang ada di jari manis istrinya. Cincin yang Dewa beli secara mendadak dengan menyuruh Riko dan mempercayakan semuanya pada asistennya itu. Namun, meskipun bentuknya sederhana, tapi tidak dengan harganya. Kendati pernikahannya dengan Rindu dilakukan diam-diam, tapi Dewa tidak ingin sembarangan dalam memilih sesuatu untuk diberikan kepada gadis itu. Untuk sementara ini, memang hanya Rindu seorang yang memakai cincin pernikahan di jari manisnya. Sedangkan Dewa, memilih untuk tidak memakainya karena berbagai pertimbangan yang ada. Di antaranya, karena mereka hanya menikah siri, dan Dewa juga tidak tahu, bagai
“Ini, kenapa dikunci, Yank?”Setelah memilih beberapa jas yang akan dipakai Dewa bekerja seminggu ke depan, Rindu melihat sebuah pintu yang terletak di sudut walk in closet. Karena penasaran, Rindu pun menghampirinya lalu mencoba untuk membuka pintu tersebut. Namun, tidak bisa karena pintu tersebut terkunci.Atas permintaan Dewa pagi tadi, akhirnya Rindu sudah mengubah panggilannya kepada sang suami. Nada bicara Rindu juga sudah tidak terlalu formal seperti sebelum-sebelumnya. Keduanya ingin, hubungan mereka tidak berjarak dan membuat semuanya menjadi semakin intim.Dewa yang tengah menukar jam tangan pada cabinet island, hanya memberi lirikan sejenak. “Nggak perlu dibuka. Cuma gudang biasa.”“Isinya?” tanya Rindu lalu menghampiri Dewa
“Nggak ada apa-apa di rumah.” Dewa duduk santai pada sofa single, yang berbeda sisi dengan ketiga wanita yang kini duduk di depannya. Ada seorang wanita cantik, yang duduk manis dan diapit oleh dua orang wanita paruh baya. “Jadi maaf, saya juga nggak bisa menyajikan apa-apa,” tambah Dewa memberi senyum ramah pada ibu dan anak yang duduk satu sofa dengan mamanya. “Bu Nana nggak masak?” tanya Maria kemudian beranjak hendak pergi ke dapur. “Nggak ada makanan atau minuman?” “Aku sibuk di luar,” kata Dewa memberi alasan logis, sambil melihat sang mama yang akhirnya berhenti melangkah. “Pulang cuma sebentar terus pergi lagi. Jadi, aku minta supaya nggak buat apa-apa, dan nggak nyetok apapun di rumah. Adanya cuma air mineral.” Maria menghela kemudian membalik tubuh unt
Setelah melihat sedan hitam yang sama persis dengan milik Dewa keluar pagar, Rindu langsung kembali ke tempat tidur. Berbalik memunggungi arah pintu kamar, lalu memejamkan mata. Rasa kantuk yang sebelumnya mendera, tiba-tiba hilang ketika mendengar Dewa tengah berbicara dengan mamanya di telepon. Ditambah, Dewa langsung pergi ke bawah dan meminta Rindu untuk tidak keluar kamar, sebelum pria itu kembali.Jelas saja, Rindu langsung tidak bisa memejamkan mata. Rindu juga tidak berani mengambil resiko untuk keluar secara diam-diam, karena ia tidak tahu menahu, dengan siapa saja mama Dewa itu datang ke rumah. Jika dilihat dari jendela kamar, ada dua mobil yang masuk ke dalam pagar, tapi manik Rindu tidak bisa menjangkau, siapa saja yang ada di dalam sana.Rindu tidak mengerti, sampai kapan ia akan hidup seperti ini bersama Dewa. Menjadi seorang istri, tapi hanya dal
Sejak melihat kotak persegi yang tergeletak di atas rak, yang berada di gudang kecil pada kamar Dewa, pikiran Rindu selalu saja terusik. Tidak tenang. Rindu mengerti, kalau benda persegi yang ada di sana bukanlah satu-satunya yang ada di dunia. Hanya saja, semua tiba-tiba mengingatkan Rindu tentang beberapa hal yang terjadi di masa lalu. Rindu mendadak mulai tergelitik, untuk mencari informasi tentang kematian sang ayah yang sampai sekarang tidak kunjung ditemukan jasadnya. Mengapa Rindu tiba-tiba berpikir, kalau ayahnya saat ini sebenarnya masih hidup, tapi ada di suatu tempat yang tidak bisa dijangkau mata. Namun, di mana itu dan apa yang harus Rindu lakukan agar bisa menguak misteri yang kini menggantung di kepalanya. Di lain sisi, dengan melihat kotak berbahan fiber tersebut, Rindu jadi mengetahui sisi lain y