Home / Romansa / Cinta 85% / Chapter 1

Share

Chapter 1

last update Last Updated: 2021-07-04 08:59:13

Cahaya matahari yang terik pada musim panas membias jendela kaca ruang konseling Dokter Haikal pada pukul setengah satu siang ini. Gorden tropical green menyisih membelah dinding kaca sebelah barat ruangan menjadi dua bagian. Warna itu terkesan menyejukkan di tengah berjalannya musim panas. Dekorasi dalam ruang konseling yang berukuran cukup luas pun mengundang perasaan nyaman bagi orang yang berada di dalamnya. Haikal, yang seorang dokter spesialis kejiwaan—psikiater—sengaja mendekorasi ruang kerjanya menjadi senyaman mungkin untuk pasien yang melakukan konsultasi maupun konseling.

Di seberang meja kerja yang terbuat dari kayu berwarna coklat kilap Haikal duduk terdiam. Komputer di atas mejanya menampilkan warna hitam pada layar setelah beberapa waktu lalu ia menekan tombol shut down.

‘Klinik Psikiatri Dokter Haikal’

Tulisan berwarna biru itu menempel di saku jubah dokter berwarna putih yang membalut tubuh tegap Haikal. Haikal, yang harusnya telah melepas jubah dokter karena waktu telah memasuki jam makan siang, masih duduk di tempatnya untuk mendengar cerita dari salah seorang pasien. Padahal waktu telah memasuki istirahat siang. Haikal harus makan siang sekarang juga karena ada banyak pasien yang mengantre untuk sesi konseling begitu jam istirahat berakhir. Tetapi karena seorang pasien wanita yang keras kepala itu, sepertinya hari ini Haikal harus melupakan makan siangnya.

Seperti sebuah keajaiban karena Haikal tak merasa lapar sedikit pun. Sedangkan sejak pagi pria itu memiliki jadwal penuh mengisi konseling dan hipnoterapi pada pasiennya dan sampai kini belum beristirahat. Aneh. Perutnya terasa kenyang. Entah karena asupan nutrisi yang ia makan saat sarapan pagi tadi telah memenuhi kebutuhan tubuh. Entah karena suplemen yang ia minum sehingga tidak merasa lapar. Atau karena alasan lain, seperti alasan keberadaan seseorang yang membuat perutnya terasa kenyang. Kenyataan bahwa Haikal tak merasa lapar sedikit pun menjadi sebuah misteri untuk ia sendiri.

“Aku tidak begitu tahu pastinya. Hanya sebagian dari mimpiku semalam yang sampai saat ini masih kuingat jelas di otakku.”

Seorang pasien wanita bercerita. Wajahnya tampak berkonsentrasi. Ia mencoba mengingat dengan jelas mimpi—entah itu mimpi indah atau mimpi penuh misteri—yang semalam mendatanginya.

“Ceritakan saja apa yang sampai saat ini masih kau ingat. Seperti tempat seperti apa yang ada di mimpimu. Atau mungkin, kau bisa mendeskripsikan perasaan yang kau rasakan saat berada dalam mimpi itu,” kata Haikal. Ia memberi penjelasan singkat kepada Yasmin—pasien langganannya yang keras kepala sampai meminta waktu konseling di jam istirahat siang.

Yasmin yang duduk berseberangan meja dengan Haikal, memiringkan kepala untuk mengingat-ingat. Bola matanya berputar ke kiri atas untuk mengingat secara mendetail mengenai mimpi yang menurutnya aneh itu.

“Aku berenang di kolam renang yang sangat dalam dan luas sampai terlihat seperti lautan. Sebenarnya aku tidak yakin apa itu benar kolam renang atau sungguh laut. Yang pasti, tempat itu benar-benar luas dan membuatku seperti akan tenggelam. Beberapa orang yang kukenal juga ada di kolam renang... atau lautan... ah, aku tidak yakin.”

“Anggap saja itu kolam renang.” Haikal menyela Yasmin yang kelihatan bingung menyebutkan tempat aneh dalam mimpinya itu. “Biar kamu lebih mudah ceritanya.”

“Oke. Beberapa orang yang kukenal juga ada di kolam renang itu. Tetapi mereka meninggalkanku. Aku ingin renang sama mereka, tapi mereka ninggalin aku. Setelah itu... secara mengejutkan ada laki-laki yang datang.” Yasmin menjeda sejenak ceritanya. Ia bergeming untuk mengingat wajah dari laki-laki yang muncul dalam mimpinya. Tetapi hasilnya mengecewakan. Tidak peduli seberapa keras ia mencoba untuk mengingat, wajah laki-laki itu telah hilang dari kepala Yasmin.

Haikal mengernyitkan salah satu alis. Ia cukup terkejut mendengar Yasmin memimpikan seorang laki-laki.

“Laki-laki? Oh, maksudmu ... Rezza?” tanya Haikal memastikan.

Seketika Yasmin menggeleng. “Bukan. Dia bukan Mas Rezza. Aku yakin kok.”

Haikal pun mengangguk. “Setelah itu gimana?”

Yasmin kembali diam untuk mengingat-ingat mimpinya.

“Laki-laki itu hampirin aku. Dia ngajak aku renang. Aku naik kei punggungnya, trus kami renang sama-sama. Anehnya, aku beneran bahagia dibawa dia renang. Punggungnya yang lebar itu dingin karena air kolam. Tetapi bawa kehangatan buat aku. Dan anehnya, aku manggil laki-laki itu ...  ‘Suamiku’.”

Suami? Haikal membatinkan satu kata itu selagi menatap Yasmin yang terlihat kebingungan. Samar-samar wanita itu mengingat mimpinya. Namun, mimpi tetaplah menjadi mimpi yang semu. Sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata. Yasmin mengerti betul bagaimana perasaannya ketika mimpi itu berlangsung. Perasaannya benar-benar bahagia dan tenteram saat bersama laki-laki yang ia sebut suami itu.

“... Aku manggil laki-laki itu suami. Aku juga ngrasain ikatan yang sangat kuat saat mamandang laki-laki dalam mimpiku itu. Kayak... perasaan kami sama-sama terpatri.” Yasmin lanjut bercerita.

Sampai kini. Setelah mimpi itu berlalu setengah hari, Yasmin masih dapat merasakan dengan baik bagaimana perasaannya ketika mimpi itu berputar di alam bawah sadarnya. Seolah bawah sadarnya mengendalikan gadis itu hingga ia melangkah dengan sendirinya menuju klinik Haikal untuk mengetahui lebih dalam tentang mimpinya yang terasa aneh namun terikat.

Sejurus kemudian Yasmin menaikkan pandangan. Ia menatap Haikal yang duduk di seberang meja sambil memegangi pulpen. Laki-laki itu mengernyitkan satu alis ketika merasa Yasmin hendak mengatakan sesuatu.

“Mas, apa artinya mimpiku tadi? Apa itu berhubungan sama kehidupan aku?” Yasmin melontarkan pertanyaan pada Haikal. “Tapi aneh. Kenapa aku mimpi laki-laki lain padahal aku punya pacar? Aku nggak selingkuh kan? Tentu tidak, dong. Toh, laki-laki itu cuman muncul dalam mimpiku. Bagaimana mungkin aku selingkuh dalam mimpi?” Yasmin menggumam-gumam tak jelas pada dirinya sendiri.

Sedikit banyak ia merasa bersalah pada Rezza—kekasihnya—karena telah memimpikan laki-laki lain dan memanggil laki-laki lain tersebut dengan sebutan ‘suami’. Padahal, sudah berjalan tiga tahun sejak Yasmin pacaran dengan laki-laki bernama Rezza yang merupakan seorang atlet. Tetapi ia malah memimpikan laki-laki lain yang dalam mimpi itu menjadi suaminya. Mustahil! Berkali-kali Yasmin meneriakkan kata itu dalam benaknya untuk membangun benteng pertahanan.

“Mimpi hanyah sebatas mimpi, Yasmin.” Tepat ketika Yasmin selesai menggumam Haikal menyahut. Ia menenangkan Yasmin yang sepertinya cemas karena mimpi tersebut. “Nggak usah kamu pikirin. Mungkin kondisi psikologis kamu yang kurang stabil. Apa kau stres belakangan ini? Atau merasa tertekan dan semacamnya?” lanjut Haikal bertanya.

Yasmin terdiam dan menimbang-nimbang. “Memang aku sedikit stres. Akhir-akhir ini kerjaanku banyak banget karena menghendel pekerjaan Mbak Jihan yang lagi cuti. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali tidur nyenyak. Ah, mungkin semalam aku tidur nyenyak. Aku bahkan mimpi kayak itu,” ucap Yasmin yang terdengar seperti keluhan.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta 85%   Chapter 14

    Setelah seharian ini bekerja di lapangan untuk penelitiannya. Haikal hendak mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Pria itu baru selesai mandi dan sedang membaringkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang nyaman. Tetapi dering telepon menghentikan niatan Haikal yang ingin tidur setelah mematikan lampu kamar hotel tempatnya menginap.“Yasmin? Kamu belum tidur?”Haikal kembali duduk di atas kasur. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Kaki Haikal lurus menyilang di balik selimut tebal berwarna putih sementara kedua sikunya menumpu di atas bantal tidur yang ia pangku. Di antara kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh lampu tidur kuning temaram, Haikal mengukir senyumnya yang menawan. Ia merasa senang mendengar suara Yasmin yang ia rindukan sejak hari pertama keberangkatannya ke Malaysia. Tidak. Haikal bahkan telah merindukan Yasmin sejak ia tiba di Bandara Kansai, Malaysia.[Mas sudah mau tidur? Kamu pasti sudah lelah seharian bekerja. Ap

  • Cinta 85%   Chapter 13

    “Untuk item coupe de diamant, bagaimana jika pencahayaannya berwarna biru? Saya pikir warna biru akan lebih menonjolkan kesan dari berliannya.” Yasmin menyampaikan pendapatnya mengenai tampilan cangkir berlian bernama ‘coupe de diamant’. Cangkir itu merupakan salah satu item unggulan buatan seniman terkenal Perancis yang akan dipamerkan dalam pameran seni musiman yang diselenggarakan oleh Hessal Galeri pada pertengahan musim gugur mendatang.“Ya. Aku menyukainya,” sahut Laras. Untuk pameran seninya pada pertengahan musim gugur nanti, ia bekerja sama dengan Quirech dalam dekorasi ruang dan panggung untuk pameran. “Tapi kalau menggunakan lampu biru, apa tidak terlalu mencolok? Item utama yang akan dipamerkan adalah lukisan dari Rusia. Kalau dibuat seperti itu, takutnya coupe de diamant yang akan lebih menarik pengunjung,” imbuh Laras.Yasmin yang duduk bersebera

  • Cinta 85%   Chapter 12

    “Tumben sekali Mas datang tanpa hubungi aku lebih dulu?” Yasmin bertanya selagi menoleh pada Haikal yang tengah mengendarai mobil.Pria itu datang secara mendadak karena ingin mengajak Yasmin pergi ke suatu tempat. Namun tanpa sengaja ia melihat Yasmin bersama Rezza sedang berbicara di samping gedung perusahaan. Haikal mengamati mereka selama beberapa waktu sebelum akhirnya Yasmin datang menghampirinya.“Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu.” Haikal menjawab sembari menaruh konsentrasi penuh pada jalanan dan mesin kendali mobil. “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu. Lalu bicara nanti,” lanjut Haikal berujar. Sekilas ia menoleh pada Yasmin dan menguntai senyum.“Baiklah.”Keduanya melesat menuju sebuah restoran untuk makan malam. Yasmin menikmati makan malamnya dengan nikmat sementara Haikal terlihat aneh. Laki-laki itu seperti menyimpan kepedihan kepada Yasmin. Raut wajahnya tampak sendu. Tidak sepert

  • Cinta 85%   Chapter 11

    “Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani

  • Cinta 85%   Chapter 10

    Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya

  • Cinta 85%   Chapter 9

    Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status