Share

Segalanya Demi Tahta

"Apa-apaan anak ini?!" gumam Diana dalam hati. 

 

Ia mereguk pelan air putih, lalu sesekali melirik Lyra. Meski telah berusaha untuk tak acuh, pesona model tersebut memang tak tertolak. Namun, ini hanya berlaku bagi anggota lain di sana. Ibunda Romi mulai memotong chicken grill dan menguyahnya dengan rasa terpaksa. 

 

Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Vindra membawa seorang wanita asing ke pertemuan penting ini. Dirinya lebih cemas pada sang putra yang mau menjalin hubungan serius, Romi lebih senang berganti-ganti pacar seolah mereka adalah barang yang bisa diganti kapan pun. Tentu saja ini membuat jantung wanita beranak satu itu berdebar. 

 

"Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya paman Vindra. 

 

Pria itu pun tersenyum. "Pertanyaan yang bagus, Paman. Aku memang telah siap untuk meminangnya di jauh hari, tapi gadisku ini terlalu khawatir. Tempatnya bekerja melarangnya terlibat dengan skandal apa pun, karena itulah baru sekarang kami terlihat bersama."

 

"Memang apa pekerjaan Lyra?"

 

"Dia model kesayangan J.D Entertainment, Paman."

 

"Ah, pantas saja dia begitu cantik. Kau punya selera yang bagus, Ndra."

 

Alvindra menghela napas. "Aku bosan karena Tante Diana selalu mengataiku sebagai penyuka sesama jenis, hanya karena aku lebih sering menghabiskan wakti bersama asisten priaku."

 

Sang istri kedua pun tersedak. Ia sungguh terkejut karena anak tirinya menyerang dengan tepat sasaran. "Haha, bukan seperti itu, Nak. Aku hanya berusaha membuatmu tertawa, kau ini sama sekali tak memiliki selera humor, ya."

 

Mantan Axe sama sekali tak tahu harus bagimana. Ia juga enggan menyantap hidangan yang tiga mebit lalu sampai. Dirinya terlalu menjaga image, padahal perutnya terasa perih. Ia sama sekali belum mengkonsumsi apa pun sejak siang tadi, kecuali beberapa teguk teh hangat kala berbincang dengan Meta. Vindra yang menyadari gelagat aneh sang kekasih pun mencondongkan tubuh mendekat. 

 

"Ada apa, Sayang, kau tak suka makanannya?"

 

"Bu--bukan begitu," bantahnya terbata. 

 

"Maafkan aku, aku langsung duduk tanpa memesan makanan khusus untukmu. Bukankah kau tak bisa memakan daging? Aku akan minta pelayan untuk membawakan mash potatoes dan salat organik."

 

Sial! 

Daripada bermanis kata, harusnya ia langsung menyapu Lyra saja, asumso wanita tersebut. Ia sama sekali tak menyukai sayuran. Akan tetapi, mau tak mau ia harus menerima keadaan. Jadilah sang model memakan hidangan paling tak disukainya itu. Andai tak ada orang lain, ingin sekali memasukkan semua salat itu ke mulut Vindra yang senang membual. 

 

"Sayang, kau tak perlu malu. Aku tahu jika kau grogi karena ini kali pertama kau menemui keluargaku, tapi jika ada yang mau kau katakan, katakan saja dengan lantang." Vindra menggenggam tangan Lyra. 

 

"Terima kasih, aku merasa nyaman di sini. Kalian semua sangat ramah, aku harap bisa menemui keluargamu lagi nanti." Ia tersenyum. 

 

"Tentu saja, kita akan berkumpul tiga hari lagi. Bukankah itu hari pernikahan kita, Sayang?"

 

Pernikahan apanya? Pria sombing itu sama sekali tak memberi tahu. Setidaknya ia harus menjelaskan rencana yang ada dalam benaknya agar Lyra tak kebingungan.

 

"Apa Papa sudah tahu? Kalian terlalu buru-buru," celetuk Romi. 

 

Si sulung biasanya selalu tenang. Ia tak peduli dengan kehebohan dan memilih bungkam untuk semua permasalahan yang tak menyangkut dirinya. Namun, kali ini sungguh berbeda. Jelas sekali kalau ia terusik dengan bahan obrolan.

 

"Kakak sangat perhatian. Papa pasri akan setuju dengan pilihanku, lagipula Lyra adalah wanita yang hebat dan mandiri. Dia akan menjadi pendamping yang tepat, sekaligus penasihat yang akan membawa cahaya baru bagi perusahaan kita."

 

"Sudah-sudah," potong sang paman yang menyadari ketidakharmonisan dua bersaudara itu, "karena Vindra memberi kita kejutan besar, mari rayakan saja. Ayo bersulang."

 

Semua orang pun mengangkat gelas mereka dan tertawa ria. Biarpun tak sepenuhnya menyambut kehadiran Lyra, tak ada yang berani untuk beropini. Terutama Diana yang selama ini mati-matian untuk mengamankan posisi Romi sebagai calon penerus tertua. 

 

***

 

"Dasar gila!" bentak Lyra saat tiba di rumah.

 

"Bagaimana jika aku melakukan kesalahan? Kamu pikir aku ini tukang baca pikiran? Aku tak tahu rencana apa yang ada di otakmu itu, Al!" imbuhnya sambil melempar dompet ke sofa. 

 

Vindra hanya terdiam. Ia duduk dengan tenang sambil memainkan harinya pada layar gawai. Ia menanti agar sang tamu selesai bicara terlebih dahulu. 

 

"Katakan sesuatu!" titah Lyra dengan nada kesal. 

 

"Kau sudah sempurna, Ra. Apa yang kau khawatirkan?" jawabnya, masih menatap benda berlayar tipis. 

 

"Tunggu dulu, apa kita akan benar-benar menikah?"

 

Pertanyaan itu menghentikan aktivitas Vindra untuk beberapa detik. Ia memandang wanita yang duduk tepat di sebelahnya, lalu menanggapi, "Tentu saja. Aku sudah mencari desainer gaun untukmu. Jangan berpikir untuk mundur!"

 

"Aku sudah tahu kalau kamu gila, tapi aku tak menyangka jika aku akan dirugikan di sini."

 

"Apa maksudmu dirugikan?" Ia meletakkan gawainya, bahkan sebelum membalas pesan dari kolega. 

 

"Kamu berjanji untuk membantuku, kenapa sekarang justru terbalik?!"

 

Si bungsu pun menuang minuman. Ia kehabisan aksara untuk menanggapi setiap pertanyaan dari Lyra yang seperti tak memiliki ujung. Pria itu pun melonggarkan dasi, lalu menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Posisi tersebut bertahan beberapa saat, keduanya saling diam dan mau memulai obrolan. 

 

Mereka lebih memilih untuk memainkan gawai masing-masing dan larut dalam aktivitas mereka. Para pelayan saat itu telah berada di bangunan khusus, di belakang rumah. Jadi, tak ada yang mengingatkan jika waktu telah berlalu. Sekarang jarum jam menunjuk angka sebelas. Satu setengah jam terlewati dengan sia-sia. Hingga akhirnya sang model berpamitan untuk kembali ke rumahnya.

 

"Tidak. Ini sudah malam, kau menginap saja di sini," putus Alvindra secara sepihak. 

 

"Menginap di sini bersama pria asing, begitu maksudmu?"

 

Ia pun mulai tertawa terbahak-bahak. "Hei, Nona! Pria asing ini adalah calon ayah dari anak yang mungkin sedang kau kandung, apa kau lupa kalimat itu?"

 

Pipi Lyra langsung memerah. Ia mengingat kejadian yang baru saja terjadi, tapi seperti terlewat beberapa tahun. 

 

"Pokoknya aku tak mengizinkanmu pergi. Salah satu keluargaku pasti sedang melacakmu. Bukankah akan lebih baik jika kau bersama calon suamimu?"

 

Tanpa menjawab, Lyra naik ke lantai atas. Ia segera masuk ke kamarnya dan membuka lemari. Rupanya beragam pakaian telah tersedia, mulai dari dress seksi hingga piyama sederhana. Lantas dirinya mengganti baju dan bersiap untuk tidur. Tak ada rasa sungkan dalam diri wanita berambut hitam legam tersebut. Ia terlalu menikmati peran, hingga menganggap jika semua itu juga miliknya. 

 

Di sisi lain, Vindra membersihkan diri. Itu adalah kebiasaannya usai menghadiri suatu pertemuan. Ia sebenarnya merasa gerah karena harus memakai jas sepanjang waktu. Andai dapat memilih, ia akan bahagia jika diperbolehkan memakai kaos tipis. Baru saja pria ber-ABS itu keluar dari kamar mandi, ia buru-buru lari ketika mendengar sebuah teriakan ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status