Share

Bag 11

Zae masih terus menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Sampai sekarang dia tidak habis pikir dengan Lisa dan ponsel.

Dalam hatinya masih memperdebatkan mengenai ponsel. Memang terdengar konyol, tapi begitulah Zae.

"Apa mungkin dia tidak mau memberikanku nomor ponselnya ya?" tanya Zae pada dirinya sendiri.

"Ah tidak.. tidak.." Zae membantah isi hatinya sendiri. "Sudah jelas-jelas dari sorotan matanya tidak ada tanda-tanda kebohongan."

Zae berjalan masuk ke ruangannya. Tangan kirinya masih menggenggam dua bungkus nasi uduk yang dibeli dari Lisa tadi. Sementara pikirannya masih sedang berdebat mengenai ponsel dengan lubuk hatinya.

Dia sampai tidak sadar kalau karyawan lain sedang membicarakan Zae dan menahan tawa mereka. Seorang Zae masuk ke kantor membawa nasi uduk yang dibungkus dengan kertas nasi. Sungguh pemandangan yang tidak biasa dan tidak pernah terjadi.

"Sepertinya sekarang Tuan Zae sedang susah. Buktinya dia sekarang sudah tidak mampu lagi makan di restaurant." Ucap salah seorang karyawan.

"Benar, Tuan Zae bangkrut." Sambung salah seorang karyawan yang lain.

Zae yang sedikit mendengar langsung melotot tajam ke arah mereka. Sontak mereka langsung tunduk takut. "Kalian ngomongin saya ya?" tuduh Zae.

Segerombolan karyawan tersebut bukannya menjawab tapi malah langsung kabur dari hadapan Zae. Meskipun mereka berani membicarakan di belakang. Tapi mereka sungguh takut dengan Zae. Kejamnya sama-sama seperti kejamnya Ken, bahkan bisa lebih kejam dari pada Ken ketika dengan bawahannya.

Zae masih belum tersadar kalau dia membawa nasi bungkus di genggaman tangannya. Dia pikir semua orang menertawakannya karena tahu dia tadi sedang berbicara dengan seorang pedagang nasi bungkus.

Di tegah langkah Zae menuju ruangannya. Dilla sekretaris Ken memanggilnya, "Tuan Ken." Zae menoleh ke;arah Dilla dan menunjukkan wajah masamnya. "Maaf Tuan Ken sudah menunggu anda di ruangannya."

Dengan langkah malas Zae segera menemui Ken. Dia merasa lelah karena dari pagi tidak ditugaskan di kantor, melainkan ditugaskan di luar untuk mencari sosok wanita misteriusnya.

"Dasar..." gumam Zae kesal.

"Ceklek.."

Pintu ruangan Ken dibuka oleh Zae. Bibirnya mengerucut ditampakkan jelas di hadapan Ken. Matanya juga memutar malas begitu melihat Ken duduk bersandar di kursi kerjanya.

Ken langsung bisa membaca raut wajah malas sahabatnya itu. "Hei.. Duduk!" perintah Ken.

Tanpa Zae sadari nasi bungkus yang dibawanya ia letakkan di meja kerja Ken. "Aku sungguh-sungguh kesal jika kau menyuruhku kemari hanya untuk menyuruhku mencari gadismu itu." Ucap Zae terus terang.

Ken menghela nafasnya panjang-panjang dan menggelengkan kepalanya. Ia segera mengambil sebuah amplop cokelat dari laci dan memberikannya kepada Zae.

Zae sedikit terkejut akan hal itu. "Apa ??" mata Zae melotot ke arah Ken. "Kau memecat diriku hanya karena aku tidak bisa mencari gadismu itu?"

Ken malah justru menampakkan senyum tipisnya. "Sahabat macam apa kau ini Ken. Hanya karena seorang gadis saja kau sampai memecat diriku yang malang ini." Zae mengacak-acak rambutnya kesal. "Sungguh aku kalau disuruh memilih aku akan lebih memilih pusing mengerjakan pekerjaan kantor dari pada harus menuruti kemauan kau yang ini."

"Tak..."

Ken menjitak dahi Zae kesal. "Dasar kau bodoh!" umpat Ken. "Buka dulu, baru kau menuduhku."

Zae segera melaksanakan tugas dari tuannya itu. Di dalam amplop cokelat itu berisi beberapa foto seorang gadis dan sebuah catatan.

"Lisa ??" Zae tercengang melihatnya.

Ken yang tadinya duduk beranjak berdiri. Dia menarik dan meremas kemeja Zae sampai Zae mendongak menghadap dirinya. "Apa kau kenal dia ??" tanya Ken dengan wajah seramnya.

"Gleg..."

Saliva Zae terteguk dalam+dalam. Dia mengangguk, sementara raut wajahnya ketakutan melihat Ken. "A.. A... aku... Baru sa.. saja ... mengenalnya kemarin," jawab Zae terbata-bata.

"Apa ini gadismu?" tanya Zae lirih.

Ken langsung melepaskan genggamannya dan mendorongnya sampai Zae hampir terjatuh. "Aw...." Keluh Zae.

Mata Ken tak hentinya melotot ke arah Zae. "Ayo katakan, bagaimana kau bisa mengenalnya?"

"Waktu itu aku tidak sengaja hampir menabraknya, lalu aku berkenalan dengan Lisa." Jawab Zae.

Ken benar-benar sedang berapi-api. Dia mendekati Zae dan semakin mempertajam tatapannya. "Apa katamu kau menabraknya?"

"Huft, dasar laki-laki menyebalkan. Memang tidak bisa mencerna kata-kataku." Batin Zae kesal.

"Tidak perlu mengumpat  dalam hati. Cukup jawab pertanyaaan dariku, atau aku akan segera mengirimi kau ke bulan." Ucap Ken mengancam.

Dengan sabarnya Zae menghadapi Ken. Dia tetap berusaha bersikap tenang meskipun sedikit takut. "Tenang Ken. Sudah ku bilang aku hanya hampir menabraknya, tapi dia tidak apa-apa."

Ken cukup lega mendengar hal tersebut. Ia kembali duduk dengan menyandarkan punggungnya di bangkunya yang super nyaman itu. "Lalu katakan, apa kau menyukainya?" Ken masih terus mengintrogasi Zae.

"Tenanglah sahabatku, seleraku bukan gadis kecil sepertinya." Zae sambil tersenyum membayangkan wanita yang disukainya.  "Aku suka yang lebih dewasa, sexy dan pandai....." Zae tidak melanjutkan ucapannya malah justru tersenyum.

"Dasar kau mesum," Ken sambil mengusap wajah Zae dengan telapak tangannya. "Aku menyuruhmu untuk membaca bukan memikirkan perempuan!"

Zae kemudian membaca daftar riwayat hidup milik Lisa. Sesekali bibirnya tersenyum, tapi sesekali juga agak masam dan tak jarang mengerutkan dahinya.

Sementara itu nasi uduk masih terpampang di atas meja. Ken baru menyadarinya, dia memang sedikit geli dengan makanan seperti itu. "Sejak kapan selera kau jadi murahan seperti itu?" Tanya Ken sambil memandangi nasi bungkus tersebut.

Zae melirik ke arah Ken yang melototi ke arah nasi bungkus yang dibawanya. Tawanya kemudian ia pecahkan. "Apa kau bilang murahan? Kalau kau menganggapnya murahan berarti sama saja kau menganggap bahwa Lisa itu murahan?" Tak hentinya Zae tertawa terpingkal-pingkal.

"Hentikan ketawamu itu, gedang telingaku bisa pecah. Apa maksudmu bicara seperti itu? Apa kau sudah bosan hidup di bumi?" Lagi-lagi Ken kembali mengancam.

Zae hanya menggelengkan kepalanya dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini. "Itu adalah dagangan Lisa yang sengaja ku beli semua, aku tidak tega melihat gadis kecil itu kenpanasan," ucap Zae dengan santai.

"Benarkah?" Ken kembali meyakinkan.

"Hemm..." Zae kembali ke kertasnya.

"Lebih baik kau sekarang pergi dari ruanganku." Ken sudah membuka bungkus nasi tersebut. "Lebih baik kau pikirkan bagaimana caranya agar aku bisa lekas membawanya pulang!"

Zae hanya bisa menggaruk kepalanya karena pusing itu. "Tidak kah kau memberiku tugas yang lebih mudah dari ini? Aku memilih mengerjakan tugasmu di kantor yang banyak itu dari pada mengerjakan semua ini."

Sebanyak apapun pekerjaan kantor pasti Zae dengan mudah akan menanganinya. Tapi otak Zae sangat dangkal kalau harus mengerjakan tugas sebagi mata-mata.

Ken sama sekali tidak peduli dengan kepusingan Zae. Dia malah justru lahap menyantap makanan yang dibeli dari Lisa. Sementara itu tangannya melambai, memberi kode kepada Zae agar segera keluar dari ruangannya.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status