Tidak ingin ibunya marah lagi, Lisa hari ini bangun pagi-pagi. Memasak nasi uduk untuk nanti dijualnya. Hari ini memang Lisa harus bekerja keras karena kemarin seharian dia tidak bisa memberikan uang kepada sang ibu.
Setelah semuanya usai, Lisa segera membungkusnya. Lisa memanglah terampil dan cekatan, makanya dengan mudahnya ia bisa menyelesaikan seratus bungkus nasi uduk itu sendiri.
Tak lupa ia juga menyisakan untuk ibu dan kakaknya sebagai sarapan pagi ini. Setidaknya hari ini bisa bernafas dengan lega bisa kembali bekerja.
Sementara Elga dan Rosa tengah asyik menonton televisi. Menonton berita adalah salah satu sarapan mereka di pagi hari.
Berita hari ini sangat menyenangkan bagi Elga, sebab sedang membicarakan seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di negeri ini. Parasnya yang tampan dan tentunya masih berstatus lajang, membuat banyak gadis tergila-gila dengannya.
Tak terkecuali dengan Elga. Meskipun mereka sama – sama saling tidak mengenal dan Elga hanya tahu kalau dirinya dari media sosial dan stasiun televisi, tapi Elga benar-benar ingin memiliki laki-laki tersebut.
"Pokoknya ibu harus dukung Elga supaya Elga bisa deket sama Tuan Kendra," ujar Elga kepada ibunya di tengah keasyikan mereka menonton televisi.
"Sudahlah sayang," Rosa membelai lembut rambut anaknya tersebut. "Jangan terlalu berharap yang lebih dengannya. Lagipula bagaimana caranya kamu bisa mendekatinya, dia saja tidak mengenalmu sama sekali." Rosa tetap menasihati anaknya yang sudah berharap tinggi tersebut.
Elga menghela nafasnya kesal. "Ibu…" mata Elga sudah melirik kesal pada ibunya. "Apa ibu tidak percaya dengan anak ibu sendiri?
Melihat anaknya yang sedikit kesal membuat Rosa tidak tega. Rosa langsung memeluk anaknya itu. "Ibu percaya sama kamu sayang. Pokoknya ibu janji akan membantu kamu agar bisa dekat dengan Tuan muda itu." Hibur Rosa.
Elga tersenyum puas akan ucapan ibunya barusan. Dia memang sedari kecil sudah dimanja dan selalu mendapatkan apa yang dia mau. Oleh sebab itu, dia akan melakukan segala cara agar bisa mendapatkannya termasuk Tuan muda Kendra.
Lisa dari tadi mengamati mereka, tapi itu semua hanya sebuah kesengajaan. Dia tadinya hanya ingin melihat kegaduhan yang terjadi, namun tanpa sengaja dia mendengar percakapan antara ibu dan kakaknya.
Dia juga sempat melihat sekilas berita terkini di televisi yang menayangkan pemberitaan tentang Ken. Kehidupan pribadinya berikut aset serta rumah miliknya tersebut.
Tapi dengan semua itu tidak membuat Lisa terkejut atau kagum. Dia malah justru semakin kesal dengan Ken.
"Dasar laki-laki mesum," batin kesal Lisa.
Kehadiran Lisa di depan pintu penghubung antar ruang ternyata diketahui oleh Elga. Lagi-lagi Elga tetap memberi tatapan tajam kepadanya.
"Menurut ibu hukuman apa yang pantas untuk seorang mata-mata dan penguping," ucap Elga dengan maksud menyindir Lisa.
"Deg…"
Jantung Lisa sektika itu langsung akan lepas dari tempatnya. Dia memang benar-benar takut kalau Rosa dan Elga menghukumnya nanti.
Rosa sempat kebingungan dengan apa yang dimaksud oleh anaknya itu. Tapi mata Elga melirik kea rah Lisa, barulah Rosa paham.
"Dasar anak tidak tahu diri," batin Rosa kesal.
Rosa menaikan sudut bibirnya sambil sedikit melirik Lisa yang sudah ketakutan. "Kita potong saja daun telinganya." Ucap Rosa tanpa penyaring sedikit pun.
"Gleg…."
Saliva Lisa terteguk dalam-dalam. Dia memegang daun telinganya karena sudah linu mendengarkan Elga dan Rosa.
Kaki dan tangan Lisa sekarang gemetar, tapi dia tetap menhampiri Elga dan Rosa. Kepalanya sedikit menunduk menyembunyikan rasa ketakutan dalam dirinya.
"I.. Ib.. bu… Ma.. makanannya s… su… sus.. sudah siap," ucap Lisa dengan gugup.
Elga berdiri dari duduknya, dia kemudian mendekati Lisa. Tangan kanannya mencengkram kuat kedua pipi Lisa. "Sejak kapan kau jadi penguping?" tanya Elga.
Bibir Lisa mengunci, sementara kedua bola matanya berusaha membendung air mata. Tidak puas dengan diamnya Lisa, Elga semakin mencengkram kedua pipi Lisa.
Seorang ibu harusnya mendidik dan memberikan contoh yang baik untuk anaknya. Namun Rosa malah justru tersenyum puas karena ulah anaknya tersebut.
"Ayo jawab!"
"Apa kau bisu, huh?"
Bukannya menjawab Lisa malah justru meneteskan air matanya. Elga benar-benar geram dengan Lisa, wajah Lisa dilemparkan begitu saja oleh Elga.
"Tidak kak," jawab lirih Lisa sambil sesenggukan menangis. Wajahnya kembali menunduk tidak berani memandang kakak dan ibunya tersebut.
Rosa memutar malas matanya melihat air mata Lisa. "Sudahlah sayang," Rosa mengandeng Elga. "Kukumu yang mahal akan rusak jika kau pergunakan untuk menyentuhnya," Rosa segara mengajak Elga ke meja makan.
Lisa hanya bisa tertegun dengan sikap mereka berdua. Lisa memang sangat menghargai mereka sebagai orang yang lebih tua darinya, untuk itu dia tidak ingin jika melawan ataupun membantah mereka.
"Lisa kau harus kuat," batin Lisa menyemangati dirinya sendiri.
Segera Lisa mengusap kedua pipinya yang sudah basah akan air mata. Ia menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya, mengembalikan kekuatan hatinya tersebut.
"Cranggggg…."
Suara piring yang sengaja dibanting ke lantai. Lisa bergegas menghampiri sumber suara tersebut, jelas suara tersebut berasal dari ruang makan.
Elga di meja makan sudah berdiri berkacak pinggang, sementara Rosa duduk bersandar melipat kedua tangannya di atas perut.
"Astaga," ucap Lisa melihat pecahan piring berserakan di atas lantai.
Telapak tangan kanan Lisa menutup mulutnya karena shock melihat hal ini. "Ibu, kak ini ada apa?" tanya Lisa.
Rosa dan Elga menatap tajam ke arah Lisa. "Apa kamu mau membuat kami sakit perut setiap hari harus makan nasi uduk?" tanya Rosa dengan murka.
Lisa menunduk merasa bersalah. "Maafkan Lisa ibu, karena Lisa belum sempat memasak makanan yang lain."
Elga seketika tersenyum tipis menatatap Lisa. Dia segera mendekati adiknya itu, "kalau begitu bagi uangmu!" Ucap Elga lirih tapi pasti.
Lisa menggelengkan kepalanya. "Maafkan aku kak, tapi Lisa belum punya uang." Lisa hanya diam membiarkan kakaknya mencengkram lengannya.
"Dasar pembohong!" bantah Elga. Elga langsung menyusuri kedua saku rok panjang milik Lisa. Hanya ada uang pecahan dua puluh ribuan satu lembar di dalam sakunya.
Uang tersebut dibuka sempurna dan dilemparkan ke wajah Lisa. "Apa kau menghinaku dengan memberi uang dua puluh ribu?"
Lisa menggelengkan kepalanya. "Tidak kak, tapi Lisa benar-benar belum punya uang." Lisa menjawabnya dengan jujur. "Lisa kemarin ke kampus dan tidak ada waktu untuk bekerja, maafkan Lisa kak." Lisa masih berusaha meminta belas kasih dari kakaknya tersebut.
Bukannya kasihan tapi Elga malah justru tersenyum sinis dengan Lisa. "Untuk apa kuliah, kau itu tidak pantas mendapat gelar sarjana." Ucap Elga dengan sombongnya, kedua tangannya dilipat di atas perut.
"Yang pantas mendapatkan gelar sarjana hanyalah aku, Lisa!" Ucap Elga dengan angkuhnya. "Dan ingat yang pantas mendapatkan pekerjaan di kantoran hanyalah aku!"
Lisa kali ini sedikit kesal dengan Elga, hingga dia berani menjawab. "Lantas mengapa kakak sekarang tidak bekerja di kantoran?"
"Plak…."
Tamparan mendarat ke pipi Lisa. Elga melirik ke arah ibunya, sementara ibunya hanya memijat pelipisnya yang pening. "Sudah, terserah kamu ibu pusing." Rosa berlalu meninggalkan mereka ke kamarnya.
Elga dengan sengaja menyeret Lisa ke kamar mandi. Tangannya memegang erat tangan Lisa, sehingga Lisa sudah kesakitan sendiri dan tidak bisa melawan.
"Ampun kak."
"Tolong lepaskan Lisa!"
Lisa sesekali meminta ampun namun Elga hanya menganggap sebagai angin berlalu. Elga menyalurkan marahnya kepada Lisa.
"Hossh…"
"Hosh.."
"Hushh.."
Nafas Lisa terenggah-enggah karena Elga berkali-kali memasukkan wajah Lisa ke bak kamar mandi.
"Ini hukuman untuk kamu karena tidak memberiku uang," ucap Elga. Elga kembali melakukan aksinya dengan menyiksa Lisa.
Di tengah penyiksaan Lisa, sesekali Lisa meminta ampun. "Ampun kak," pinta Lisa.
Elga beralih menarik rambut Lisa yang panjang tersebut. "Apa kau masih mau pulang dengan tidak membawa uang?" Ancam Elga.
Air mata Lisa terus bercucuran dengan penyiksaan ini. "Tidak kak, Lisa janji nanti akan pulang membawa uang."
Mendengar hal tersebut cukup membuat Elga lega. Elga segera keluar dari kamar mandi, meninggalkan Lisa yang hampir basah kuyup karena ulahnya.
"Akan aku pastikan nasibmu tidak akan lebih baik dariku, Lisa." Ucap Elga dalam hati.
Bersambung....
Menginap semalaman dan menghabiskan malam-malam indah dengan bercinta ternyata tak membuat Zae puas. Rasa rindu itu masih menyelimuti dirinya, mengingat beberapa bulan Zae tak bertemu dengan kekasihnya.Siang ini Juwita dan Zae pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di ibu kota. Dengan senang hati Zae menemani Juwita untuk pergi berbelanja, melewatkan pekerjaannya di perusahaan yang sebenarnya menumpuk.Mereka bergandengan layaknya pasangan kekasih. Hehe, tapi memang benar sih mereka adalah pasangan kekasih. Mengacuhkan setiap perkataan orang yang mencibir hubungan mereka. Itu adalah sesuatu yang wajar, nitizen julid selalu akan menghujat kebaikan dan semakin menghujat keburukan.Juwita mengenakan pakaian casual, leging hitam, kaos berwarna nude pink dengan dipadukan rompi hitam dan rambut yang diikaf ke atas. Sementara Zae masih setia dengan pakaian formalnya, kemeja berwarna navy dan celana hitam. Mereka nampak serasi meskipun usia yang terpaut jauh, perempuan
Elga terkekeh. "Ah kau ini. Nampaknya belum tahu ya jika pagi ini aku mendapatkan undangan spesial dari adik ipar." Lisa mempertajam tatapannya. Elga mengangguk antusias. "Ya, undangan sarapan pagi bersama kalian." Elga melirik Ken. "Artinya aku orang terpenting di mansion ini bukan?" Seringai itu terbit di bibir Elga.Lisa menatap tajam ke arah suaminya, melipat kedua tangannya di atas perut. Bibirnya semakin mengerucut, membuatnya menggemaskan.Tingkah Lisa membuat Ken tak berkedip sedikitpun. "Ah, menggemaskan." Pikir Ken. Bisa-bisa disaat seperti ini menganggap Lisa menggemaskan. Dasar kau, Ken.Merasa kesal diacuhkan, Lisa mencubit lengan Ken dengan keras. Hingga Ken terpekik kesakitan. "Aw," keluhnya. Ken mengusap bekas cubitan dari Lisa yang mungkin sudah memerah.Ken membawa Lisa ke dalam dekapannya. Membisikkan sesuatu yang membuat Lisa tersenyum.Adegan mesra itu terlalu membuat Elga memanas. Ia meleraikan pelukan sepasang suami istri tersebut
Keesokan harinya. Nampak Ken sudah bangun pagi sekali dari tidur panjangnya. Ia segera turun ke lantai dasar untuk menemui para koki.Masih mengenakan bathrobenya, dengan langkah yang angkuh namun berwibawa. Ken mendekati dapur, mengagetkan para koki dan maid yang sedang asyik dengan pekerjaan mereka.Mereka seketika langsung menunduk memberi rasa hormat, meski kaki mereka gemetar namun masih tetap beediri dengan tegak. Aura dingin mencengkram memenuhi dapur tersebut.Ini adalah kali petamanya Ken menginjakkan kakinya, apalagi wajahnya datar dan tatapannya masih saja tajam. Dan ini masih sangat pagi sekali, masih pukul setengah enam. Wajar saja semua pekerjannya bergetar ketakutan.Paman Li yang mengetahui situasi ini segera mendekati Ken, tak mau kondisi pagi ini menjadi semrawut. "Selamat pagi Tuan," sapa paman Li sambil tersenyum. "Maaf Tuan, kenapa merepotkan diri datang ke dapur. Tempat ini sangat kotor, kenapa tidak memanggil saya saja.""Ck!" Ken
Harap bijak memilih bacaan, konten ini mengandung adegan dewasa. Bagi yang dewasa dan berpuasa, harap membaca setelah berbuka atau sebelum sahur. Terima kasih ;)"Antarkan mama pulang dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" Titah Ken pada Zae.Ken segera berlalu dari ruangan tersebut, lagi pula ia juga sudah mendengarkan sendiri bahwa Lisa baik-baik saja. Ia segera menuruni anak tangga melihat situasi dan kondisi di bawah sana. Baginya membiarkan Juwita berkeliaran sebentar saja sudah membuatnya was-was. Apalagi tadi ia menghabiskan beberapa menitnya menyaksikan Lisa baik-baik saja.Suara riuh dan gerumulan para maid membuat jantungnya berdesir begitu kencang. Zae mengedarkan pandangannya mencari sosok Juwita. Ia mempercepet langkah kakinya setelah mendapati Juwita sedang marah-marah pada Elga. Bukan karena ia khawatir pada Elga, melainkan karena ia khawatir pada Juwita.Juwita berdiri berkacak pinggang di hadapan Elga yang tersungkur di lantai, entah apa
Juwita menghentikan langkahnya, mendengar sapaan tersebut. Ia menatap Elga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berasa asing dengan maid yang satu itu. Sementara itu Elga besar kepala, ia menunduk tersipu. Menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia pikir Juwita terkesima karena kecantikannya.Juwita tesenyum masam. Sudah hafal dengan gelagat iblis betina itu sepertinya. "Apa kau baru disini?" Tanya Juwita dengan suara yang dingin.Elga masih belum menyerah menghadapi Juwita, orang yang ia klaim sebagai calon mertuannya tersebut. "Iya Nyonya," balasnya dengan suara anggun yang dibuat-buat.Juwita mengangkat dagu Elga agar menatapnya, ia tersenyum miring melihat Elga yang bersemu. "Memangnya kau pikir aku ku apakan," ucapnya mengejek.Rona wajah Elga memudar seketika. Raut wajahnya sudah masam, tapi dia tetap bersikap tenang agar tidak berbuat masalah pada Juwita yang telah ia klaim sebagai calon mertuanya tersebut.Kini Elga mengeluarkan jurus pa
Iblis betina. Julukan yang sangat pantas untuk Rosa. Wanita penggoda dan perebut lelaki orang, selain itu ia juga sangat kejam pada anak tirinya."Tapi kau tenang saja sayang, kau akan sangat aman jika bersama dengan Ken."Lisa terdiam sejenak, mengingat kejadian tempo dulu. "Ya mama bisa katakan itu. Coba saja kalau tahu pernikahan ini dulunya bermula karena apa. Apa mama masih ingin mengatakan jika aku akan aman di dalam mansion ini?" Pikir Lisa.Juwita menautkan kedua ujung alisnya, ia merasa heran dengan diamnya Lisa. "Kenapa kau diam saja sayang? Apa anak nakal itu berbuat kasar padamu? Katakan saja, jangan takut. Karena mama yang akan maju untuk memotong burungnya."Lisa terkekeh. "Ya benar ma, burungnya sangat nakal tidak mau berhenti bermain di sarang." Balas Lisa, namun dalam hati. Mana mungkin ia berani mengatakannya langsung. Sama saja urat malunya telah putus jika mengatakan hal tersebut secara langsung."Dia sama sekali tidak berbuat macam-