Home / Romansa / Cinta Dalam Bayangan Dendam / Chapter 6 - Bertemu Kembali

Share

Chapter 6 - Bertemu Kembali

last update Last Updated: 2025-08-16 16:23:01

Malam semakin larut, keheningan begitu terasa menyelimuti rumah itu. Vivienne duduk diam diruang tamu sendirian. Setelah obrolan singkat di ruang makan, Xavier langsung beranjak dari tempat makan dan bekata pelan.

"Saya akan kembali keruangan kerja, terima kasih atas makanannya. Kau bisa kembali ke kamar kalau mau istirahat."

Tanpa banyak bicara, Xavier pergi menuju tangga dan menaikinya pelan.

Vivienne duduk diam, menatap secangkir coklat hangat digenggamannya yang mulai dingin.

Sunyi melingkupi ruangan, hanya suara detik jam yang terdengar pelan membuat Vivienne gelisah.

Vivienne memikirkan kebaikan lelaki itu. Xavier dengan sangat baik memberikannya perawatan hingga tempat untuk istirahat dirumah pribadi nya, padahal dia hanya orang asing.

"Kenapa dia baik sekali? Apakah dia kasihan pada ku? Atau hanya tanggung jawab sebagai atasan?

Pikirkan Vivienne yang begitu ribut ditengah keheningan.

Vivienne menarik napas panjang, dan bangkit dari tempat duduk. Melangkah meninggalkan cangkir kosong dimeja.

Kakinya dengan pelan melangkah ke arah kamar yang diberikan Xavier untuk dia tempati sementara.

Pintu ditutup pelan, Vivienne berjalan ke arah kasur dan berbaring pelan.

Vivienne mencoba memejamkan matanya dan berusaha tidur, meskipun pikirannya masih mengganggu dirinya.

***

Vivienne tiba lebih awal di kantor, pagi itu setelah berterima kasih kepada Xavier yang begitu baik dan menolak ajakan nya untuk ke kantor bersama. Saat dia menyusun agenda rapat dan memeriksa beberapa kerjaan yang harus selesai hari itu.

Ia bekerja dengan tenang, sambil sesekali menyeruput kopi. Tiba-tiba ponselnya berbunyi memecah konsentrasi. Dia tersenyum melihat nama yang ada dilayar.

Vivienne langsung mengangkat panggilan itu.

"Hallo, Ella?"

"Hallo, Vivie. Bagaimana keadaanmu?" sahut Gabriella diseberang sana.

"Ya tuhan, ini benaran kau? Aku kira kau tak akan mengubungi ku lagi dan menghilang ditumpukan tugas kuliahmu itu" sahut Vivienne sambil ketawa.

Gabriella merespon dengan tertawa

"Yah.. untungnya itu tidak terjadi, tapi maaf aku jarang membalas pesan mu."

Vivienne menyandarkan punggungnya ke kursi dan tersenyum tipis.

"Tidak masalah Ella, bagaimana London? Apa kau sangat betah disana dan tidak ingin pulang bertemu orang tua mu?" sahut Vivienne

Hening, Gabriella terdiam sesaat dan menjawab dengan nada pelan misterius.

"Sebenarnya ... aku tidak berada di London sekarang".

Vivienne mengerutkan keningnya dan bingung menjawab "Apa maksudmu?"

"Aku berada di New York sekarang" sahut Gabriella dengan semangat

Vivienne sentak duduk tegak.

"Apa? ?!"

Gabriella tertawa kencang.

"Iya, Aku baru sampai tadi malam, dan aku tidak menghubungimu supaya jadi kejutan.

Bagaimana kita makan siang bersama hari ini, apa kau mau?" tanya Gabriella.

Vivienne tersenyum lebar, rasa senang dan kangen menjadi satu memenuhi dadanya.

"Tentu saja! aku udah kangen banget sama kamu, kamu dimana sekarang?"

"Downtown, dekat Battery Maritime Building. Kau bisa kesini, aku yang teraktir."

"Oke. Tunggu aku, 20 menit lagi aku akan sampai kesana." Kata Vivienne.

Vivienne menutup telponnya dan segara membereskan meja kerjanya. Begitu keluar dari gedung wajahnya langsung diterpa angin siang. Langkahnya cepat menuju taksi yang sudah ia pesan sebelumnya, sambil sesekali melirik jam tangan.

***

Sesampainya di Downtown New York, dia bejalan menuju tempat Gabriella berada. Downtown tanpak ramai seperti biasa. Didekat Battery Maritime Building, udara bercampur aroma asin dari Samudra yang menyerap ketepian Manhattan dan aroma roti serta ikan panggang dari kafe-kafe sekitar.

Sesampai Vivienne di resto yang dituju, dan melihat satu sudut dekat jendela dia melihat perempuan dengan rambut coklat gelap duduk santai sambil menghirup minumannya.

Senyum lebar langsung mengembang diwajah Vivienne. Ia langsung mengenali perempuan itu, itu Gabriella sahabatnya. Dengan cepat Vivienne berjalan menuju meja tempat Gabriella berada.

"Gabriella" seru Vivienne

Gabriella langsung berdiri dari tempat duduknya dan langsung memeluk Vivienne erat.

Mereka berpelukan erat, saling melepaskan rindu setelah 2 tahun tidak bertemu.

"Kau terlihat sama saja, seperti 2 tahun yang lalu." Ujar Gabriella sambil tertawa.

"Dan kamu terlihat semakin dewasa, London sepertinya banyak mengubahmu." balas Vivienne

Mereka tertawa bersama, sambil melepaskan pelukan mereka, lalu duduk berhadapan. Pelayan datang membawakan daftar menu. Vivienne memesan pasta seafood, sementara Gabriella memilih sandwich ayam.

Percakapan mengalir begitu saja, banyak hal yang mereka bicarakan. obrolan tentang kabar keluarga, pekerjaan, dan kehidupan mereka berdua.

Setelah beberapa saat, Gabriella meletakkan secangkir tehnya dan menatap Vivienne dengan tatapan penuh arti.

"Vivie.. apakah kau bulan ini ambil jatah cuti mu?" Tanya Gabriella

Vivienne menatapnya sebentar, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela. Selama ia bekerja, ia belum pernah mengambil cuti, bahkan ketika sakit. Dan sekarang, dengan jabatan barunya, ia merasa setiap ketidakhadiran akan diperhitungkan.

“Aku… belum memikirkannya,” jawabnya.

“Jujur saja, aku ragu. Aku baru mendapat jabatan ini, dan aku takut cuti akan terlihat kurang profesional.”

Gabriella mencondongkan tubuh sedikit.

“Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, Vie. Semua orang butuh istirahat. Aku ingin kita liburan bersama, meski hanya beberapa hari. Kita butuh waktu berdua lagi, seperti dulu.”

Senyum tipis muncul di bibir Vivienne. “Mungkin… aku akan menanyakannya pada bos ku terlebih dahulu. Jika diizinkan, aku ikut.”

Senyum puas menghiasi wajah Gabriella.

“Itu yang ingin kudengar.

Di luar jendela, kapal ferry bergerak perlahan meninggalkan dermaga. Vivienne menatapnya, merasa seolah riak itu adalah pertanda bahwa mungkin sudah saatnya ia membiarkan hidupnya sedikit bergeser dari rutinitas yang tak pernah berhenti ini.

**

Setelah menyelesaikan makan siang, Vivienne berjalan menuju halte tram di depan Ferry Building. Angin dari teluk bertiup lembut, namun pikirannya terasa berat. Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, kalimat Gabriella terus terngiang di kepalanya “Kau terlalu keras pada dirimu sendiri.”

Vivienne menatap layar ponselnya. Kalender kerja bulan ini penuh dengan rapat, penyusunan laporan tahunan, dan persiapan presentasi besar untuk investor. Mengambil cuti di tengah padatnya agenda itu terasa hampir mustahil. Namun, ada sisi lain dalam dirinya yang ingin sekali menerima ajakan Gabriella waktu singkat untuk bernafas, keluar dari rutinitas yang membelenggunya.

Tram berhenti di depan gedung kantornya. Vivienne melangkah masuk melewati lobi marmer yang berkilau. Di lift, ia menatap pantulan dirinya di dinding logam dengan sorot mata yang sedikit ragu.

Lantai 20.

Pintu lift terbuka. Vivienne melangkah menuju ruang kerjanya, meletakkan tas di kursi, lalu menarik napas panjang. Ia tahu, jika ingin pergi bersama Ella, ia harus berbicara langsung dengan orang yang paling berpengaruh di perusahaan ini, Xavier.

Ia berdiri di depan pintu besar berlapis kayu oak yang menjadi batas ruang kerja sang CEO. Mengetuk perlahan, ia menunggu suara dari dalam.

“Masuk.”

Vivienne melangkah masuk. Ruangan itu luas, dengan jendela setinggi langit-langit yang menghadap ke panorama kota. Xavier, pria itu dengan fokus sedang menandatangani dokumen di mejanya.

“Selamat siang, Pak,” sapa Vivienne dengan nada formal.

Sang CEO mengangguk sekilas. “Siang, Vivienne. Ada yang perlu dibicarakan?” sahut Xavier melihat Vivienne sekilas dan melanjutkan pekerjaannya.

Vivienne merasakan sedikit ketegangan di dadanya. Ia merapikan postur tubuh, lalu berkata, “Saya ingin menyampaikan permohonan, Pak. Apakah… memungkinkan bagi saya untuk mengambil cuti singkat bulan ini?”

Xavier meletakkan pena, mengalihkan pandangan padanya. “Cuti? Ini cukup mendadak. Ada alasan khusus?

Vivienne menelan ludah, lalu menjawab dengan tenang,

“Saya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan seorang sahabat lama yang sudah dua tahun tidak berjumpa. Kesempatan ini mungkin tidak akan datang lagi dalam waktu dekat. Saya pastikan semua pekerjaan akan saya selesaikan sebelum berangkat.”

Xavier terdiam, menatapnya beberapa detik waktu yang terasa jauh lebih panjang bagi Vivienne.

Xavier meletakkan pena, menautkan jemarinya di atas meja.

“Hm… sahabat lama, ya?”

Senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

“Sejak kamu bekerja di sini, saya belum pernah dengar kamu minta cuti. Bahkan waktu sakit dan sampai jatuh pingsan pun kamu tetap datang ke kantor.”

Vivienne tersenyum malu.

“Saya hanya tidak ingin meninggalkan pekerjaan terbengkalai.”

“Justru karena itu, saya percaya kamu bisa mengatur semuanya,” jawab Xavier ringan.

“Tiga hari bukan masalah. Asal semua urusan kantor sudah rapi sebelum kamu berangkat.”

Vivienne merasa dadanya menghangat.

“Terima kasih banyak, Pak. Saya akan pastikan semuanya siap.”

Xavier mengangguk.

“Bagus. Dan Vivienne…”

Ia menatapnya sekilas, nada suaranya sedikit lebih lembut.

“Sekali-kali, izinkan diri untuk beristirahat. Hidup ini bukan hanya rapat dan laporan.”

Senyum Vivienne mengembang.

“Baik, Pak. Saya akan ingat itu.”

Ketika keluar dari ruangan, langkahnya terasa lebih ringan. Rasanya seperti pintu kecil menuju dunia di luar kantor baru saja terbuka, dan ia tak sabar untuk memberi kabar kepada Gabriella.

.

.

.

.

To Be Continued

Thank you for reading. If you enjoyed this, please consider giving a like. Any feedback or suggestions are welcome; feel free to leave your comments. ₍^. .^₎⟆ ₊˚⊹ ᰔ

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Bayangan Dendam   Chapter 21

    Sore itu, setelah semua rapat selesai, suasana kantor mulai lengang. Thomas memanggil Xavier ke ruangannya. Ruangan itu luas, dindingnya dipenuhi rak buku dan foto-foto lama beberapa menampilkan Xavier kecil di sisi ayahnya, tampak bahagia… namun Xavier kini hanya menatapnya dengan datar.“Duduklah,” ucap Thomas tanpa menatap. Ia sibuk menandatangani beberapa berkas di mejanya.Xavier duduk, menunggu.Beberapa detik hening berlalu sebelum Thomas akhirnya bersuara, nadanya tenang tapi dingin.“Anak muda sepertimu seharusnya tahu batas, Xavier. Aku dengar kamu menghabiskan waktu di luar kota… bersama seorang wanita.”Xavier tak langsung menjawab, tapi tatapannya tajam menatap ayahnya. “Aku butuh waktu untuk istirahat. Dan wanita itu, dia bagian dari timku.”Thomas tersenyum tipis, masih menunduk menatap kertas.“Bagian dari tim? Begitu?” Ia berhenti sejenak, menatap Xavier.“Cathrine juga bagian dari hidupmu, jangan lupa itu.” Lanjutnya.Xavier menarik napas pelan, tapi rahangnya menega

  • Cinta Dalam Bayangan Dendam   Chapter 20

    Pagi itu, udara kota terasa berbeda. Langit cerah, tapi hati Vivienne berdebar sejak ia menerima pesan dari Xavier malam sebelumnya. Xavier : Besok pagi aku mau kamu ikut aku ke rapat direksi. Ada seseorang yang ingin aku perkenalkan ke kamu. Vivienne membaca pesan itu berulang kali. Ia tahu siapa “seseorang” itu. Ayah Xavier, Thomas Winchester. Sosok yang namanya bahkan membuat sebagian besar orang di perusahaan menunduk hanya dengan mendengar disebut. Vivienne menatap cermin pagi itu, menyesuaikan jas hitam dan kemeja putih sederhana. Tangannya sedikit gemetar. “Tenang, Vivienne ” bisiknya pada diri sendiri. “Ini cuma rapat. Cuma pertemuan biasa.” Tapi jauh di dalam hati, Vivienne tahu ini bukan sekadar rapat. Ini adalah kesempatan untuk menatap langsung wajah seseorang yang selama ini hanya ia dengar dalam cerita... seseorang yang namanya pernah muncul di berkas tua peninggalan mendiang ayahnya. Dalam daftar hitam proyek yang “gagal” bertahun-tahun lalu. ** Mobil hitam

  • Cinta Dalam Bayangan Dendam   Chapter 19 - Diawasi

    Hari itu dimulai seperti biasa.Langit sedang cerah, matahari menembus jendela besar gedung kantor tempat Vivienne bekerja.Ia sudah terbiasa dengan rutinitas pagi, menyusun laporan, memeriksa jadwal Xavier , dan memastikan semua urusan administrasi berjalan rapi.Sudah seminggu sejak liburan ke pulau itu, dan meskipun semuanya tampak normal di permukaan, Vivienne tahu ada sesuatu yang berubah.Hubungannya dengan Xavier kini terasa lebih… hangat. Tapi juga lebih berisiko.Ia berusaha menjaga jarak secara profesional, walau kadang sulit menahan senyum setiap kali Xavier menatapnya lebih lama dari seharusnya.Siang itu, Vivienne sedang di meja resepsionis sementara staf utama izin keluar. Ia sedang menandatangani beberapa dokumen ketika suara hak tinggi terdengar cepat menghampiri.“Dimana Xavier, saya mau bertemu dengan Xavier .”Suara itu tajam, penuh tekanan.Vivienne menoleh dan hatinya langsung berdebar.CatherineIa masih sama seperti awal ia bertemu, elegan, berkelas, dengan tata

  • Cinta Dalam Bayangan Dendam   Chapter 18 - Jatuh Cinta

    Matahari sore mulai turun perlahan, menyapu langit dengan warna keemasan yang lembut. Dari teras villa, Vivienne berdiri memandangi laut lepas. Angin membelai rambutnya, sementara ombak menari pelan di kejauhan.Xavier datang membawa dua gelas jus segar, menyerahkan satu pada Vivienne.“Kau suka?” tanyanya pelan.Vivienne mengangguk, tersenyum lembut.“Suka sekali… tapi aku masih nggak habis pikir, Xavier. Kamu benar-benar punya semua ini?” Jawabnya.Xavier duduk di sampingnya, menatap laut yang sama.“Aku punya banyak hal, Vivienne Tapi jarang sekali aku merasa benar-benar punya seseorang yang bisa bikin aku merasa hidup. Sampai kamu datang.”Vivienne terdiam. Kata-kata itu menghantam lembut tapi dalam. Hatinya bergetar, namun di sisi lain, ada rasa takut yang menahan. Ia tahu batasnya. Ia tahu Xavier bukan pria yang mudah ia percayai.Malamnya, setelah makan malam di tepi pantai dengan cahaya lilin yang menari tertiup angin, Xavier tiba-tiba memanggilnya.“Vivienne ” suaranya pelan

  • Cinta Dalam Bayangan Dendam   Chapter 17 - Bahagia

    Pagi itu, Vivienne duduk di bangku kayu taman rumahnya. Di tangannya ada secangkir teh hangat, dan matanya terpaku pada bunga-bunga yang sedang mekar, seolah ikut menyambut sinar mentari.Hatinya terasa lebih ringan, sejak kejadian itu Xavier mencium dirinya. Ada rasa baru yang tumbuh, seolah ia menemukan tempat aman untuk bersembunyi dari kerasnya dunia.Tanpa ia sadari, Xavier sudah berdiri di belakangnya. Dengan langkah pelan, Xavier mendekat lalu mengecup pipi Vivienne.“Selamat pagi, sayang…” Ucap Xavier lembut.Vivienne tersentak kecil, lalu menoleh dengan pipi merona“Kamu ini, bikin kaget aja. Dari tadi ternyata di belakangku, ya?” Sahut Vivienne.Xavier tersenyum nakal, duduk di samping Vivienne.“Aku nggak tahan lihat kamu sendirian di sini. Aku pengen jadi orang pertama yang bikin pagimu indah.”Vivienne menunduk, berusaha menyembunyikan senyumnya“Hmm… berhasil sih. Tapi jangan sering-sering bikin aku kaget begitu.”Xavier menggenggam tangannya“Kalau kagetnya karena cinta

  • Cinta Dalam Bayangan Dendam   Chapter 16 - Ciuman Pertama

    Beberapa hari kemudian, Vivienne sudah jauh lebih sehat. Luka di kepalanya hanya menyisakan bekas tipis.Xavier memutuskan untuk mengajaknya keluar rumah.“Kau sudah bosan di rumah, kan? Aku akan ajak kamu keluar sebentar.”Vivienne terkejut tapi tersenyum kecil.“Benarkah? Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali melihat kota.” Sahut Vivienne.Vivienne mengiyakan ajakan Xavier untuk pergi keluar jalan-jalan.*Mobil hitam Xavier melaju tenang di jalan malam yang basah setelah hujan sore tadi.Vivienne menatap keluar jendela, kagum melihat kerlap-kerlip lampu kota.“Indah sekali...” Ucap Vivienne.Xavier meliriknya sebentar“Kau suka?” Tanyanya.Vivienne mengangguk.“Aku merasa seperti... hidupku normal lagi.”Xavier hanya tersenyum tipis. Dalam hatinya ia bertekad, aku akan pastikan kau benar-benar bisa hidup normal suatu hari nanti.Xavier membawa Vivienne ke restoran dengan pemandangan kota dari lantai 50.Vivienne hampir tidak percaya melihat tempatnya begitu mewah.Vivienne ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status