Share

Bab 6

Author: Khairaz
Hati Aria mencelos. Dia panik dan terus menggeleng sambil berusaha menjelaskan dengan isyarat.

Namun, Ian sama sekali tak meliriknya. Dia memandangi cek itu dengan saksama beberapa kali, lalu tiba-tiba tertawa dingin sebelum melemparkan cek itu ke lantai.

"Kamu diam-diam minta uang dari Letty? Aria, kalian baru kenal, tapi kamu sudah minta uang? Nggak tahu malu sekali. Sepertinya aku benar-benar meremehkan keserakahanmu."

Dia melangkah mendekat perlahan, tubuhnya yang tinggi besar menampilkan bayangan gelap yang sepenuhnya menelan Aria. Matanya yang tajam kini dipenuhi hawa dingin. Badai siap meledak.

Aria tahu Ian sedang marah. Dia sudah pernah merasakan amarah Ian dulu. Itu bukan sesuatu yang bisa dia tahan.

Aria terduduk di atas ranjang, perlahan mundur. Dia terus menggeleng dan memohon, tetapi Ian bukan tipe orang yang mudah ditenangkan. Dengan kasar, dia menarik Aria dari tempat tidur dan melemparkannya ke lantai.

Rasa malu karena tubuh telanjangnya menyerangnya seperti gelombang besar. Aria menggigil, berusaha melingkarkan tubuhnya, ingin mempertahankan sisa harga dirinya.

Ian menatapnya dengan dingin dan mencibir. "Mau nutupin apa? Kamu kira aku tertarik sama kamu? Perempuan kayak kamu, sekalipun telanjang dan berdiri di pinggir jalan, tetap nggak ada yang mau lihat."

Aria memejamkan mata karena malu, air mata perlahan mengalir dari sudut matanya. Tentu saja dia tahu Ian tidak pernah tertarik padanya yang cacat. Setiap kali mereka tidur bersama, wajahnya selalu ditekan ke bantal. Dia tahu Ian sedang membayangkan Letty.

Bagi Ian, dia tak lebih dari pengganti murahan, alat pelampiasan gratis yang tak ada nilainya.

Aria menggigit bibir dan menahan semua rasa sakit di dalam hati. Dia mengulurkan tangan, mencoba mengambil kembali cek itu. Uang itu terlalu penting baginya. Sekalipun harus kehilangan harga diri, dia tetap harus mempertahankannya.

Namun, saat Ian melihat betapa gigihnya Aria mengejar cek itu, dia malah semakin kesal. Wajahnya semakin suram. Dia mengangkat kaki dan menginjak tangan Aria dengan keras, menekannya tanpa belas kasihan.

Rasa sakit membuat wajah Aria pucat. Dia tak mampu berteriak, hanya tubuhnya yang gemetar hebat. Ian menunduk menatapnya tanpa sedikit pun rasa simpati, lalu merobek cek itu menjadi serpihan kecil.

Potongan-potongan kertas itu berjatuhan di tubuh Aria seperti salju. Aria memungut serpihan-serpihan itu, air matanya diam-diam mengalir.

Melihat Aria begitu tergila-gila pada uang, Ian tak bisa menyembunyikan rasa jijiknya. "Orang miskin memang haus uang. Kalau kamu memang butuh, kenapa nggak minta langsung dariku? Kalau aku lagi baik hati, mungkin bakal kasih kamu sedikit. Setidaknya kamu nggak bikin aku malu dengan minta ke orang lain."

Saat berkata begitu, dia membungkuk dan mencengkeram pipi Aria, memaksanya mendongak.

Wajah Aria yang dipenuhi air mata tampak pucat dan rapuh, ada kesan sakit yang lembut di balik tubuhnya yang kurus. Ian sempat terdiam. Ujung jarinya yang kasar menggosok-gosok bibir Aria dengan keras.

Aria kesakitan dan memalingkan wajah, tetapi gerakan kecil itu justru semakin membuat Ian tak senang.

Tatapan Ian menggelap. Dia langsung mengangkat Aria dan melemparkannya ke atas ranjang, lalu menindih tubuhnya.

Aria tahu apa yang akan terjadi. Dia sangat takut bayi di kandungannya terluka, jadi dia berusaha sekuat tenaga untuk melawan.

Namun, dalam usahanya itu, telapak tangannya tak sengaja menyapu pipi Ian. Suasana langsung membeku. Aria gemetaran menatap Ian yang perlahan menoleh. Sorot mata pria itu begitu dingin dan tajam seperti badai yang akan meledak.

Dengan hati-hati, Aria mengisyaratkan permintaan maaf. Namun, Ian malah menangkap kedua pergelangan tangannya dan menekankannya ke atas kepala, lalu bertanya dengan suara rendah, "Aria, kamu berani menamparku? Mau mati?"

Aria ketakutan. Dia menangis dengan suara kecil seperti anak kucing yang terluka, tetapi lagi-lagi membuat Ian semakin terbakar amarah.

Seperti biasa, Ian memutar tubuhnya dan menekan wajah Aria ke bantal. Meskipun Aria melawan, Ian tetap memaksa.

Tepat saat itu, ponsel Ian berdering keras. Dia mengangkatnya dengan nada kasar. "Ada apa?"

Beberapa detik hening, lalu terdengar suara lemah di seberang. "Ian, kamu 'kan cuma mau ambil barang sebentar. Kok belum balik? Aku sendirian di rumah sakit, takut ...."

Ian menurunkan ponsel dan melihat layar. Ternyata dari Letty. Dia baru sadar nada bicaranya tadi terlalu kasar, jadi mengubah nada suaranya menjadi lebih lembut. "Aku lagi ada urusan. Nanti aku nyusul."

Letty di seberang hanya menjawab pelan, "Oh, oke." Kemudian, dia memutuskan panggilan.

Begitu telepon ditutup, Letty melemparkan ponselnya ke lantai dengan keras. Matanya menyala penuh kebencian dan amarah.

Dia bukan orang bodoh. Hanya dari suara Ian yang parau dan penuh gairah, serta isakan samar di latar belakang, dia sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi di rumah.

Semakin memikirkannya, Letty semakin marah. "Dasar perempuan jalang! Baru saja terima uang dariku, sekarang malah godain cowokku! Dasar bisu nggak tahu malu! Kalau begitu, jangan salahkan aku bertindak kejam!"

Dia memungut ponselnya, mencari sebuah nomor, dan mengirim pesan. Begitu mendapat balasan, Letty menyeringai dingin. Tatapannya yang kejam begitu menakutkan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 25

    Ian tak tahu apakah dirinya masih hidup atau sudah mati. Dia merasa dirinya sedang berjalan ke sebuah tempat yang serba putih, dunia di sekelilingnya hanyalah lautan putih tanpa akhir.Dia tidak peduli apakah dirinya bisa selamat atau tidak. Yang dia pikirkan hanyalah Aria dan anak mereka. Perempuan itu sudah menderita bertahun-tahun lamanya dan kehidupannya baru mulai membaik. Bagaimana mungkin Tuhan tega mengambil nyawanya sekarang?Ian terus melangkah ke depan, hingga dia menyadari dirinya tiba di tempat yang familier. Di luar restoran, dia pernah mendorong Aria sekuat tenaga, lalu dengan lembut melindungi Letty dalam pelukannya.Adegan berganti ke rumah sakit. Dia mencekik Aria dan memaksa perempuan itu berlutut meminta maaf kepada Letty. Saat itu, sorot mata Letty yang penuh kesombongan membuat Aria tampak sangat menyedihkan.Kemudian, di kamar mandi, dia seperti iblis yang mendorong Aria ke pojok dengan air panas menyiksa, mengancamnya dengan biaya pengobatan Ariel, memaksa perem

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 24

    Ian sudah terlalu lama tinggal di kota kecil ini, sampai-sampai orang tuanya menelepon khusus untuk memarahinya."Cuma karena seorang wanita bisu kamu sampai begitu? Keluarga kita nggak butuh pecundang kayak kamu!"Ian diam saja, membiarkan mereka memaki. Setelah puas, mereka menyuruhnya segera pulang, tetapi Ian hanya menjawab dengan satu kalimat tegas, "Aku nggak akan pulang."Kemudian, dia langsung menutup telepon.Aria tidak tahu soal ini dan Ian pun memang tidak berniat memberitahunya.Tak lama kemudian, tibalah hari peringatan kematian orang tua Aria. Ian langsung menawarkan diri untuk menemaninya. Tentu saja Aria tak bisa melarang. Akhirnya, mereka berdua pergi bersama ke makam.Makam orang tua Aria berdiri berdampingan. Ini pertama kalinya Ian benar-benar mengunjungi mereka.Kondisi keluarga Ian memang jauh lebih baik, jadi sulit baginya membayangkan bagaimana Aria bisa bertahan selama ini sambil merawat adiknya yang sakit. Parahnya lagi, gadis sekuat itu malah sial bertemu dir

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 23

    Aria lebih dulu tiba di depan rumah sakit. Saat itu, Rafa menghubunginya lewat panggilan video untuk meminta pendapatnya tentang menu baru.Ian berjalan keluar sambil membawa sekantong salep luka bakar, lalu melihat Aria sedang berkomunikasi dengan Rafa menggunakan bahasa isyarat. Wajahnya tersenyum tenang.Ian terpaku di tempat, enggan melangkah lebih dekat karena takut merusak momen indah itu. Dia sudah tak ingat kapan terakhir kali melihat Aria tersenyum begitu ringan dan alami.Dulu, Aria juga seorang gadis yang gemar tertawa. Namun, senyuman itu perlahan hilang, terkikis habis oleh sikap dingin Ian yang ditunjukkan di hari-hari biasa yang tak terhitung jumlahnya.Ian seperti orang kehausan, menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu baru melangkah maju.Aria melihatnya dan tampak sedikit terkejut, seolah-olah baru ingat bahwa Ian juga ada di sana.Ian tersenyum kecut. "Aku sudah selesai. Ayo kita pulang."Aria mengangguk, lalu memasukkan ponselnya ke tas. Senyuman yang tadi masih

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 22

    Ian akhirnya tahu apa arti dari menanggung akibat dari perbuatan sendiri. Dialah yang telah menguras habis semua cinta Aria padanya."Aku tahu aku pernah melakukan banyak hal yang menyakitimu. Itu karena aku terlalu bodoh. Sekarang aku baru sadar, dibandingkan Letty, aku sebenarnya lebih peduli padamu!"Kata-katanya terdengar sangat tulus dan penuh penyesalan, tetapi di telinga Aria itu tak berbeda dengan sebuah lelucon.'Apa karena aku sedang hamil?'Ian mencoba memahami bahasa isyaratnya, lalu segera menggeleng. "Ini nggak ada hubungannya sama anak. Saat aku datang mencarimu, aku belum tahu kamu hamil. Aku ke sini karena kamu."Aria tersenyum datar. Orang yang tidak mengenalnya mungkin mengira dia senang, tetapi kalau dilihat lebih dekat, senyumannya justru penuh jarak.Dia kembali memberi isyarat tangan. 'Kalau begitu, mungkin kamu cuma butuh seorang pengasuh yang sabar dan nggak banyak nuntut.'Ian langsung terdiam. Dia ingin membantah, tetapi anehnya tak tahu harus mengatakan apa.

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 21

    Aria sebenarnya sudah bisa menebak maksud Ian. Namun, membeli unit di sebelah adalah hak Ian dan Aria tak bisa mengusir orang seenaknya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah mengabaikan Ian sepenuhnya.Sejak hari itu, Ian selalu datang tepat pukul 7.30 pagi dan mengetuk pintu. Dia selalu membawa sarapan yang tampak mewah dan dibuat dengan sangat hati-hati. Sekilas saja Aria sudah tahu itu pasti dipesan dari hotel mahal di sekitar."Aku tahu kamu lebih suka makanan yang ringan, jadi aku minta mereka jangan pakai terlalu banyak minyak. Bubur seafood ini pakai bahan-bahan premium. Coba deh," kata Ian, menatapnya penuh harap, bahkan terlihat gugup.Dia sudah terlalu sering ditolak oleh Aria. Sampai-sampai sekarang, bahkan untuk sekadar memberi sarapan pun dia harus ekstra hati-hati.Seperti yang bisa diduga, kali ini pun Aria tidak menerima pemberiannya.[ Jangan buang waktumu untukku lagi. ]Aria mengetikkan kalimat itu di ponsel, lalu menunjuk ke arah makanan dalam kotak termos itu, memb

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 20

    Aria mengalami luka yang cukup parah akibat pukulan itu, tetapi untungnya tidak ada yang fatal. Selama dia beristirahat dan merawat diri dengan baik, kondisinya bisa pulih.Sejak kejadian itu, Ian menjadi jauh lebih serius dalam menjaga keselamatan Aria. Dia bukan hanya menugaskan beberapa pengawal untuk secara diam-diam melindungi Aria, tetapi juga hampir setiap hari berjaga di sekitar Restoran Ariel, khawatir akan terjadi sesuatu lagi.Aria sudah mencoba membujuknya agar tidak perlu serepot itu. Namun, Ian seolah-olah menjadi terobsesi dengan keselamatannya. Apa pun yang Aria katakan, dia tetap keras kepala. Akhirnya, Aria pun malas berdebat lagi dan membiarkannya sesuka hati.Setelah Letty ditangkap, Ian terus berkoordinasi dengan pengacara untuk mengikuti perkembangan kasusnya. Dia berjanji pada Aria, "Aku pasti akan memastikan Letty membayar harga paling mahal atas semua yang dia lakukan."Aria hanya bisa menghela napas. Dia tahu Ian pasti merasa bersalah padanya. Namun, masalahny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status