Share

Bab 7

Author: Khairaz
Di rumah Keluarga Kurnia.

Akhirnya Ian tidak melanjutkan. Aria terus menangis, bahkan di tengah-tengah tangisnya, dia sempat muntah. Semua gairah Ian langsung padam.

Mendengar suara muntah dari kamar mandi, Ian mengernyit sambil berteriak, "Jangan-jangan kamu kena penyakit aneh ya? Kalau sakit, pergi berobat. Jangan balik dan nularin aku."

Aria keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi menutupi tubuhnya, lalu menggeleng dengan canggung. Dia tidak bisa membiarkan Ian tahu bahwa itu adalah mual karena kehamilan, jadi dia mengetik di ponsel.

[ Tadi salah makan. ]

Ian melirik layar ponselnya sekilas, tampak tidak terlalu peduli, lalu berkata, "Jangan lupa apa yang aku suruh. Hari ini Letty ingin makan yang ringan. Sekarang kamu masak. Aku mau mandi dulu, lalu langsung ke rumah sakit."

Mendengar bahwa dia bisa menjauh dari Ian, Aria langsung berlari terbirit-birit. Melihat betapa cepatnya dia pergi, Ian sedikit kesal dan mengerutkan kening.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Ian turun dan mendapati Aria sudah membungkus makanan dengan rapi. Dia melirik sekilas dan mendapati hanya ada satu porsi.

"Kamu cuma masak buat satu orang?"

Aria bingung dan menggunakan bahasa isyarat. Bukankah hanya untuk Letty?

Dia berpikir Ian juga tak akan mau makan masakannya. Setelah menikah, dia pernah dengan sepenuh hati menyiapkan makanan untuk Ian, tetapi pria itu tidak pernah menyentuhnya. Semuanya langsung dibuang ke tempat sampah.

Wajah Ian menjadi suram, tetapi dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia melemparkan kartu ke Aria agar wanita itu bisa pergi ke supermarket membeli bahan masakan, menyuruhnya masak yang lebih enak untuk Letty, lalu pergi sambil membawa makanan hangat itu.

Begitu Ian pergi, Aria menghela napas pelan. Dia melihat ke punggung tangannya. Tadi saat mengukus makanan, dia tak sengaja terkena uap panas. Kulitnya memerah.

Dia tidak akan memberi tahu Ian karena dia tahu itu hanya akan berujung pada ejekan. Aria mengambil salep luka bakar dan mengoleskannya dengan hati-hati.

Sebenarnya, dia sudah terbiasa merawat dirinya sendiri. Adiknya sudah bertahun-tahun sakit keras dan mereka tidak punya keluarga lain. Terus terang, kalau suatu hari dia mati, belum tentu ada yang mengurus jenazahnya.

Saat itu, Aria menerima pesan dari paman Ian, Dika. Begitu membacanya, matanya langsung memerah.

Dika berkata, dia sangat menyesal telah memperkenalkannya kepada Ian. Dia bersedia membantu Aria meninggalkan tempat itu dan hidup di luar negeri. Tentu saja, adiknya juga akan dibawa dan dirawat di rumah sakit luar negeri.

Yang paling penting, Dika berjanji akan menanggung semua biaya pengobatan adiknya sampai selesai.

Aria akhirnya bisa bernapas lega. Dengan penuh rasa syukur, dia membalas pesan itu. Sekarang, dia benar-benar tidak punya beban lagi. Akhirnya, dia bisa pergi dari tempat yang seperti neraka ini.

Aria mengusap air matanya, lalu mengambil kartu yang tadi dilemparkan Ian. Toh dia akan segera pergi, anggap saja ini terakhir kalinya dia membantu Ian. Dia akan belanja bahan makanan dan mengisi penuh kulkas itu.

Keluar dari supermarket, Aria tidak sempat mengejar bus. Dia berpikir kompleks vila tidak terlalu jauh, jadi dia memutuskan untuk berjalan kaki.

Namun, semakin berjalan, dia semakin merasa ada yang tidak beres. Jalanan di malam hari sangat sepi, hanya ada angin malam yang sesekali berembus.

Di sela-sela embusan angin, Aria samar-samar mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Sekelilingnya gelap gulita, angin yang menerpa dedaunan pun menimbulkan suara yang terdengar mengerikan.

Aria mulai merasa takut. Dia tanpa sadar mempercepat langkah, tetapi belum sempat berjalan jauh, sekelompok preman muncul dari belakang dan mengelilinginya.

Aria tertegun, mundur beberapa langkah.

Salah satu preman berambut pirang menggosok-gosokkan tangannya dan menyeringai mesum, "Cantik, temani kami main yuk?"

Alarm bahaya berdentang keras di kepala Aria. Dia menjatuhkan tas belanjaannya dan langsung berlari.

Namun, baru beberapa detik, dia sudah tertangkap. Sebuah kain basah menutup hidung dan mulutnya. Dalam hitungan detik, kesadarannya lenyap total.

Saat tersadar kembali, kepalanya terasa sangat nyeri. Segera, dia teringat apa yang terjadi sebelum dirinya pingsan.

Dia mencoba menggerakkan tubuhnya. Mendapati dirinya tidak diikat, dia segera merogoh ponsel dan mengirim pesan darurat ke seluruh kontak di ponselnya, berharap ada yang bisa menolong.

Setelah memastikan semua pesan telah terkirim, matanya tiba-tiba menangkap satu pesan masuk yang belum dibaca.

Pengirimnya adalah dokter utama yang menangani adiknya. Hati Aria mencelos, firasat buruk langsung menyelimuti dirinya.

Dengan tangan gemetar, dia membuka pesan itu. Isinya hanya empat kata yang terkesan dingin.

[ Kondisi memburuk, segera datang.]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 25

    Ian tak tahu apakah dirinya masih hidup atau sudah mati. Dia merasa dirinya sedang berjalan ke sebuah tempat yang serba putih, dunia di sekelilingnya hanyalah lautan putih tanpa akhir.Dia tidak peduli apakah dirinya bisa selamat atau tidak. Yang dia pikirkan hanyalah Aria dan anak mereka. Perempuan itu sudah menderita bertahun-tahun lamanya dan kehidupannya baru mulai membaik. Bagaimana mungkin Tuhan tega mengambil nyawanya sekarang?Ian terus melangkah ke depan, hingga dia menyadari dirinya tiba di tempat yang familier. Di luar restoran, dia pernah mendorong Aria sekuat tenaga, lalu dengan lembut melindungi Letty dalam pelukannya.Adegan berganti ke rumah sakit. Dia mencekik Aria dan memaksa perempuan itu berlutut meminta maaf kepada Letty. Saat itu, sorot mata Letty yang penuh kesombongan membuat Aria tampak sangat menyedihkan.Kemudian, di kamar mandi, dia seperti iblis yang mendorong Aria ke pojok dengan air panas menyiksa, mengancamnya dengan biaya pengobatan Ariel, memaksa perem

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 24

    Ian sudah terlalu lama tinggal di kota kecil ini, sampai-sampai orang tuanya menelepon khusus untuk memarahinya."Cuma karena seorang wanita bisu kamu sampai begitu? Keluarga kita nggak butuh pecundang kayak kamu!"Ian diam saja, membiarkan mereka memaki. Setelah puas, mereka menyuruhnya segera pulang, tetapi Ian hanya menjawab dengan satu kalimat tegas, "Aku nggak akan pulang."Kemudian, dia langsung menutup telepon.Aria tidak tahu soal ini dan Ian pun memang tidak berniat memberitahunya.Tak lama kemudian, tibalah hari peringatan kematian orang tua Aria. Ian langsung menawarkan diri untuk menemaninya. Tentu saja Aria tak bisa melarang. Akhirnya, mereka berdua pergi bersama ke makam.Makam orang tua Aria berdiri berdampingan. Ini pertama kalinya Ian benar-benar mengunjungi mereka.Kondisi keluarga Ian memang jauh lebih baik, jadi sulit baginya membayangkan bagaimana Aria bisa bertahan selama ini sambil merawat adiknya yang sakit. Parahnya lagi, gadis sekuat itu malah sial bertemu dir

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 23

    Aria lebih dulu tiba di depan rumah sakit. Saat itu, Rafa menghubunginya lewat panggilan video untuk meminta pendapatnya tentang menu baru.Ian berjalan keluar sambil membawa sekantong salep luka bakar, lalu melihat Aria sedang berkomunikasi dengan Rafa menggunakan bahasa isyarat. Wajahnya tersenyum tenang.Ian terpaku di tempat, enggan melangkah lebih dekat karena takut merusak momen indah itu. Dia sudah tak ingat kapan terakhir kali melihat Aria tersenyum begitu ringan dan alami.Dulu, Aria juga seorang gadis yang gemar tertawa. Namun, senyuman itu perlahan hilang, terkikis habis oleh sikap dingin Ian yang ditunjukkan di hari-hari biasa yang tak terhitung jumlahnya.Ian seperti orang kehausan, menatapnya beberapa detik lebih lama, lalu baru melangkah maju.Aria melihatnya dan tampak sedikit terkejut, seolah-olah baru ingat bahwa Ian juga ada di sana.Ian tersenyum kecut. "Aku sudah selesai. Ayo kita pulang."Aria mengangguk, lalu memasukkan ponselnya ke tas. Senyuman yang tadi masih

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 22

    Ian akhirnya tahu apa arti dari menanggung akibat dari perbuatan sendiri. Dialah yang telah menguras habis semua cinta Aria padanya."Aku tahu aku pernah melakukan banyak hal yang menyakitimu. Itu karena aku terlalu bodoh. Sekarang aku baru sadar, dibandingkan Letty, aku sebenarnya lebih peduli padamu!"Kata-katanya terdengar sangat tulus dan penuh penyesalan, tetapi di telinga Aria itu tak berbeda dengan sebuah lelucon.'Apa karena aku sedang hamil?'Ian mencoba memahami bahasa isyaratnya, lalu segera menggeleng. "Ini nggak ada hubungannya sama anak. Saat aku datang mencarimu, aku belum tahu kamu hamil. Aku ke sini karena kamu."Aria tersenyum datar. Orang yang tidak mengenalnya mungkin mengira dia senang, tetapi kalau dilihat lebih dekat, senyumannya justru penuh jarak.Dia kembali memberi isyarat tangan. 'Kalau begitu, mungkin kamu cuma butuh seorang pengasuh yang sabar dan nggak banyak nuntut.'Ian langsung terdiam. Dia ingin membantah, tetapi anehnya tak tahu harus mengatakan apa.

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 21

    Aria sebenarnya sudah bisa menebak maksud Ian. Namun, membeli unit di sebelah adalah hak Ian dan Aria tak bisa mengusir orang seenaknya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah mengabaikan Ian sepenuhnya.Sejak hari itu, Ian selalu datang tepat pukul 7.30 pagi dan mengetuk pintu. Dia selalu membawa sarapan yang tampak mewah dan dibuat dengan sangat hati-hati. Sekilas saja Aria sudah tahu itu pasti dipesan dari hotel mahal di sekitar."Aku tahu kamu lebih suka makanan yang ringan, jadi aku minta mereka jangan pakai terlalu banyak minyak. Bubur seafood ini pakai bahan-bahan premium. Coba deh," kata Ian, menatapnya penuh harap, bahkan terlihat gugup.Dia sudah terlalu sering ditolak oleh Aria. Sampai-sampai sekarang, bahkan untuk sekadar memberi sarapan pun dia harus ekstra hati-hati.Seperti yang bisa diduga, kali ini pun Aria tidak menerima pemberiannya.[ Jangan buang waktumu untukku lagi. ]Aria mengetikkan kalimat itu di ponsel, lalu menunjuk ke arah makanan dalam kotak termos itu, memb

  • Cinta Dalam Keheningan   Bab 20

    Aria mengalami luka yang cukup parah akibat pukulan itu, tetapi untungnya tidak ada yang fatal. Selama dia beristirahat dan merawat diri dengan baik, kondisinya bisa pulih.Sejak kejadian itu, Ian menjadi jauh lebih serius dalam menjaga keselamatan Aria. Dia bukan hanya menugaskan beberapa pengawal untuk secara diam-diam melindungi Aria, tetapi juga hampir setiap hari berjaga di sekitar Restoran Ariel, khawatir akan terjadi sesuatu lagi.Aria sudah mencoba membujuknya agar tidak perlu serepot itu. Namun, Ian seolah-olah menjadi terobsesi dengan keselamatannya. Apa pun yang Aria katakan, dia tetap keras kepala. Akhirnya, Aria pun malas berdebat lagi dan membiarkannya sesuka hati.Setelah Letty ditangkap, Ian terus berkoordinasi dengan pengacara untuk mengikuti perkembangan kasusnya. Dia berjanji pada Aria, "Aku pasti akan memastikan Letty membayar harga paling mahal atas semua yang dia lakukan."Aria hanya bisa menghela napas. Dia tahu Ian pasti merasa bersalah padanya. Namun, masalahny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status