Beranda / Romansa / Cinta Dalam Kilauan Senja / Bab 5: Orang misterius bermotor

Share

Bab 5: Orang misterius bermotor

Penulis: Mr. Al
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-26 09:38:55

Arif duduk di depan layar ponselnya dengan perasaan yang berat. Dia tahu dia harus meminta maaf kepada Maya atas kecemburuan yang dialaminya. Dengan gemetar, dia mengetik pesan kepada Maya.

Arif: Maafkan aku, Maya. Aku tahu aku terlalu cemburu. Bisa kita bertemu?

Saat Arif menunggu balasan dari Maya, dia merasa jantungnya berdebar-debar. Setelah beberapa saat, ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk.

Maya: Tentu saja, Arif. Kafe favorit kita, jam 2 sore?

Arif merasa lega bahwa Maya mau bertemu dengannya. Dia berharap bisa menjelaskan perasaannya dan memperbaiki hubungan mereka.

Ketika mereka bertemu di kafe, Arif merasakan ketegangan di udara. Dia memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Maafkan aku, Maya," ucap Arif dengan suara yang rendah. "Aku tahu aku terlalu cemburu kemarin. Aku tidak ingin perasaanku mengganggumu."

Maya tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Arif. Kita semua punya masa sulit. Yang penting sekarang adalah kita belajar dari kesalahan kita dan memperbaiki hubungan kita."

Arif merasa lega mendengar kata-kata Maya, tetapi ketika mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba Dika datang langsung menghampiri Maya. "hai, Maya, wah gak nyangka kita ketemu disini" ucap Dika kepada Maya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Eh, Dika, kamu disini" jawab Maya dengan gugup tetapi mengulurkan tangannya juga.

Dika dengan tanpa basa-basi dia duduk disebelah Maya, seperti membuat Arif cemburu.

Arif hanya terdiam saja memperhatikan mereka seperti Dika mau memancingnya untuk marah, dan Arif mulai curiga. dibalik itu Maya merasa bahwa Arif tidak nyaman akan kehadiran Dika, saat Dika mulai merayu Maya dengan lelucon dan tatapan manis, Arif merasa cemburu membara di dalam hatinya.

Arif merasa panas darahnya naik ketika melihat Dika dan Maya tertawa bersama. Tanpa sepatah kata pun, dia bangkit dari kursinya dan meninggalkan kafe.

Di dalam hatinya, dia merasa marah dan kecewa pada dirinya sendiri karena merasa cemburu sekali lagi. Namun, dia juga merasa tidak bisa mengendalikan perasaannya.

Maya, yang melihat Arif pergi dengan cepat, segera menyadari bahwa ada yang tidak beres. Dia segera mengejarnya keluar dari kafe.

"Arif, tunggu!" teriak Maya saat dia mengejar Arif yang berjalan cepat di trotoar.

Arif berhenti sejenak, menatap Maya dengan ekspresi campuran antara marah dan kekecewaan. "Apa yang kau pikirkan, Maya? Apakah kau tidak menyadari bahwa Dika sedang merayumu?"

Maya terkejut mendengarnya. "Apa? Tidak, Arif. Dika hanya..."

Arif mengangkat tangannya untuk menghentikannya. "Aku tidak ingin mendengarnya. Aku tidak bisa menghadapinya lagi."

Maya merasa sedih melihat Arif seperti itu. Dia ingin menjelaskan semuanya kepada Arif, tapi dia tahu bahwa dia perlu memberi Arif waktu dan ruang untuk merenung.

"Arif, dengarkan aku," ujar Maya dengan lembut. "Aku tidak punya perasaan untuk Dika. Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu, sebagai sahabat yang saling mendukung."

Arif menatap Maya dengan lesu. Dia tahu bahwa dia harus mempercayai kata-kata Maya, meskipun hatinya masih berdebar-debar dengan cemburu dan kekecewaan.

"Dengar, Maya," ucap Arif dengan suara yang rendah. "Aku minta maaf atas reaksiku tadi. Aku hanya... aku hanya tidak ingin kehilanganmu."

Maya tersenyum lembut. "Aku juga tidak ingin kehilanganmu, Arif. Kita akan selalu menjadi sahabat yang saling mendukung."

Dengan perasaan yang lebih lega, mereka berdua memutuskan untuk meninggalkan kafe dan melanjutkan pembicaraan mereka di rumah Arif.

Arif membawa Maya naik motor sportnya, dan dalam perjalanan, Maya tidak sengaja memeluk Arif dari belakang. Arif merasakan detakan jantungnya melonjak saat merasa pelukan hangat Maya di belakangnya.

"Mungkin ada yang baik dari semua ini," gumam Arif pelan, sambil membiarkan dirinya menikmati pelukan Maya.

Maya tersenyum lembut, tidak menyadari betapa pengaruhnya terhadap Arif. Mereka sampai di rumah Arif dalam keadaan tenang dan damai.

Setelah menyiapkan beberapa cemilan dan jus, mereka duduk di ruang tamu dan mulai membahas kembali rencana mereka untuk mencari harta karun.

"Kita perlu merencanakan semuanya dengan hati-hati," ujar Arif, sambil mengambil secangkir teh untuk Maya. "Kita tidak boleh terburu-buru dan membuat kesalahan."

Maya mengangguk setuju. "Benar. Kita harus memikirkan setiap langkah dengan matang agar tidak terjebak dalam bahaya, aku akan mempersiapkan semuanya"

Waktu berlalu dengan cepat, dan seiring malam semakin larut, Arif menyadari bahwa dia harus mengantarkan Maya pulang. setelah mereka sampai dirumah Maya, Mereka berdua berdiri di depan pintu, siap untuk mengakhiri pertemuan mereka.

"Maya aku langsung pulang ya?" ucap Arif sambil melambaikan tangannya

"hati-hati dijalan, Arif, jangan lupa kabari aku jika sudah sampai" perkataan Maya dengan senyum manis di wajahnya yang cantik.

Namun, ketika ditengah jalan, Arif dihadang oleh dua orang laki-laki bermotor yang tiba-tiba muncul di depannya.

"Siapa kalian?" tanya Arif dengan curiga, menatap dua orang tersebut.

Dua orang itu diam saja, tetapi Arif bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa peringatan, mereka mulai menyerang Arif dengan kasar.

Arif bertindak cepat, mencoba melindungi dirinya dari serangan mereka. Meskipun dia berhasil menangkis beberapa pukulan, namun dia segera tersungkur ke tanah, terluka dan babak belur.

Dengan nafas terengah-engah, Arif melihat dua orang itu kabur meninggalkannya di sana. Dia merasa pusing dan lemas, tetapi dia tahu bahwa dia harus mencari pertolongan segera.

Dengan tekad yang kuat, Arif berusaha bangkit dari tanah, meskipun tubuhnya terasa sakit dan lemah. Dengan langkah tertatih, dia berusaha mencari bantuan. Setelah beberapa langkah, dia melihat cahaya dari sebuah klinik kecil di seberang jalan.

Dengan upaya terakhirnya, Arif berhasil mencapai pintu klinik dan mengetuk dengan lemah. Seorang perawat segera membuka pintu, terkejut melihat Arif yang terluka parah.

"Tolong, saya butuh pertolongan medis," ucap Arif dengan suara yang terengah-engah.

Perawat itu segera membantunya masuk ke dalam, dan Arif langsung diperiksa oleh seorang dokter. Setelah pemeriksaan yang teliti, dokter menyimpulkan bahwa Arif butuh perawatan lebih lanjut.

"Dia butuh dibawa ke rumah sakit segera," ucap dokter kepada perawat.

Dengan bantuan perawat, Arif dilarikan ke rumah sakit terdekat. Di sana, dia menjalani serangkaian tes dan perawatan untuk memastikan bahwa cedera yang dideritanya tidak serius.

Sementara itu, Maya di rumahnya sedang khawatir karena tidak mendengar kabar dari Arif. Dia mencoba menelepon Arif berkali-kali, tetapi tidak ada jawaban.

"Kenapa Arif tidak menjawab teleponku?" gumam Maya dalam kegelisahan.

Dia merasa gelisah dan tidak bisa duduk diam di rumah. Tanpa pikir panjang, Maya memutuskan untuk pergi mencari Arif. Dia tahu bahwa dia harus menemukan temannya dan memastikan bahwa dia dalam kondisi baik.

Setelah mencari-cari informasi dari beberapa teman mereka, Maya akhirnya mengetahui bahwa Arif sedang dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan. Tanpa ragu, Maya segera menuju rumah sakit untuk menemui Arif.

Ketika dia tiba di rumah sakit, dia melihat Arif terbaring lemah di tempat tidur. Wajahnya pucat dan tubuhnya tampak lemas. Maya merasa sedih melihat kondisi Arif seperti itu.

"Arif," panggil Maya dengan suara lembut, duduk di samping tempat tidur Arif. "Bagaimana kabarmu?"

Arif membuka mata pelan-pelan dan tersenyum lemah melihat Maya. "Maya, aku... maafkan aku. Aku tidak ingin membuatmu khawatir."

Maya menggelengkan kepala dengan lembut. "Tidak, Arif. Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak menyadarimu sebelumnya. Bagaimana kamu sekarang? Apa yang terjadi?"

Arif menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku... aku diserang oleh dua orang laki-laki tadi malam. Mereka mengejarku dan aku tidak tahu mengapa. Aku mencoba melawan mereka, tapi mereka terlalu kuat."

Maya merasa marah mendengarnya. "Siapa mereka? Mengapa mereka menyerangmu?"

Arif menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Mereka menggunakan helm yang tertutup, jadi aku tidak bisa melihat wajah mereka. Tapi aku yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres."

Maya menggenggam tangan Arif dengan erat. "Kita harus mencari tahu siapa mereka dan mengapa mereka menyerangmu. Tapi yang paling penting sekarang adalah kamu harus istirahat dan sembuh sepenuhnya."

Arif tersenyum mengangguk. "Terima kasih, Maya. Aku sangat beruntung memiliki sahabat sepertimu."

Maya tersenyum balas. "Kita selalu saling mendukung, Arif. Sekarang, istirahatlah. Aku akan selalu ada di sini untukmu."

Dengan tatapan penuh kasih sayang seorang sahabat, Maya duduk di samping tempat tidur Arif, bersiap untuk menjaga temannya selama proses pemulihannya. Meskipun petualangan mereka telah dihentikan oleh kejadian yang tidak terduga, mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka bisa menghadapi segala rintangan yang datang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 17: Keromantisan Maya dan Arif

    Setelah makan siang yang hangat dan penuh canda tawa, Luki memeriksa jam di pergelangan tangannya. "Maaf teman-teman, aku harus kembali ke kantor. Ada beberapa kasus narkoba yang harus aku tangani," katanya, berdiri dari kursinya. Maya mengangguk memahami. "Terima kasih sudah menemani kita, Luki. Hati-hati di jalan." Luki tersenyum dan mengangguk. "Pasti, Maya. Kalian juga hati-hati. Arif, jaga Maya baik-baik," katanya dengan nada serius namun hangat. "Tenang saja, Luki. Aku akan menjaga Maya," balas Arif dengan tersenyum. Luki melambaikan tangan dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Arif dan Maya yang masih duduk menikmati momen mereka. Setelah Luki pergi, Arif mengalihkan pandangannya kepada Maya. "Bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu." Maya tersenyum dan mengangguk. "Tentu, aku juga ingin menghabiskan waktu bersamamu," katanya dengan nada lembut. Mereka kemudian menuju pantai yang tidak jauh dari desa mereka. Sesampainya di

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 16: Jadian

    Maya, Arif dan Luki turun dari gunung senja itu, meninggalkan kekecewaan yang sangat luar biasa karena peti harta Karun yang mereka dapatkan susah payah diambil oleh Dika sang penghianat. "aku tidak menyangka hal ini akan terjadi", kata Maya yang sedih. "sudahlah Maya jangan sedih, aku tahu kamu nampak kecewa, begitupun aku dan Luki", kata Arif yang mencoba menenangkannya. "betul, Maya, perjuangan kita belum berakhir, kita akan rebut kembali peti harta Karun itu, dan aku akan pastikan mereka akan menyesal" ucap Luki yang juga kecewa dan kesal. "tuan Luki, lebih baik kita gunakan jalur pendaki untuk turun dari tempat ini, agar lebih cepat" ucap salah satu anak buahnya yang memberikan idenya. "benar, Maya, Arif kita gunakan jalur pendaki saja biar cepat turun dari sini" jawab Luki kepada anak buahnya dan juga memberikan saran kepada Maya dan Arif. "ayo kita turun melalui jalur itu, agar cepat sampai kebawah" ajak Maya yang memutuskan untuk mengikuti saran dari anak buahnya

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 15: Tanda Bahaya

    Arif berlari kembali ke arah Maya, menangkap tangannya sebelum dia jatuh. “Dapat,” katanya sambil menariknya kembali ke tempat aman. Maya memeluk Arif erat-erat. “Terima kasih. Hampir saja aku terjatuh.” Luki menyeberang terakhir, memastikan tidak ada lagi papan yang rapuh dan mengajak yang lainnya berjalan lebih cepat, akhirnya. “Kita berhasil,” katanya saat mereka semua sudah berada di sisi lain. Namun, perjalanan mereka belum berakhir. Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan lantai berjubel mosaik warna-warni. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pintu batu besar yang terlihat sangat kuno. “Lantai ini pasti jebakan,” kata Luki. “Kita harus mencari pola yang benar untuk sampai ke pintu itu.” Arif memperhatikan pola di lantai, mencoba mencari tahu. “Ini seperti teka-teki,” katanya. “Kita harus menginjak hanya pada warna tertentu.” Maya, yang memiliki ingatan visual yang kuat, memperhatikan mosaik dengan cermat. “Aku pikir kita harus menginjak warna biru dan kuning saja,” katan

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 14. Ujian ketangkasan dan Cinta

    Melihat pertarungan yang terjadi di depan mata, Maya, Arif, dan Luki merasa jantung mereka berdegup kencang. Anak buah Luki yang terluka segera diobati oleh rekannya, sementara yang lain memastikan tidak ada lagi ancaman di sekitar mereka. Maya memandang Arif dengan mata penuh kekhawatiran dan memeluknya, "apakah kita bisa melewati rintangan ini, Arif?", tanya Maya dengan sedih dalam dekapan Arif tapi Arif mengangguk menenangkan, "tenang Maya, kita pasti akan bisa melewati rintangan ini dengan baik" kata Andi sambil mengusap kepala Maya. Setelah anak buah Luki memastikan area benar-benar aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Matahari mulai merangkak naik, menunjukkan bahwa mereka harus segera mencapai tujuan sebelum malam tiba lagi. Perjalanan mereka semakin berat, dengan jalan yang semakin terjal dan bebatuan yang licin. Namun, semangat mereka tidak goyah. Mereka tahu bahwa di balik setiap rintangan, ada harta karun yang menunggu, bukan hanya dalam bentuk ma

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 13: Jebakan mematikan Dika

    "Besok kita akan melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Senja. Kita hampir sampai," jawab Arif dengan semangat. "Aku yakin kita akan mencapai puncak dan menemukan harta karun yang kita cari." Maya tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak sabar untuk melihat pemandangan dari puncak. Dan yang lebih penting, aku tidak sabar untuk berbagi momen itu dengan kalian." Luki mengangkat cangkirnya. "Untuk perjalanan kita, persahabatan, dan cinta yang kita temukan di sepanjang jalan." Mereka bertiga bersulang, merayakan kebersamaan dan petualangan yang telah mereka lalui. Di tengah malam yang tenang, mereka merasakan keajaiban persahabatan dan cinta yang mengikat mereka. Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk masuk ke tenda dan beristirahat. Maya merasa sangat lelah, tetapi hatinya penuh dengan kebahagiaan. Dia berbaring di dalam tenda, merasa nyaman di dekat Arif dan Luki. "Selamat malam, Arif, Luki," kata Maya dengan suara lembut. "Selamat malam, Maya," jawab Arif sambil me

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 12: Cinta Yang Tumbuh Di Gunung Senja

    Arif dan Luki memperhatikan pria itu dengan seksama. "Nama Bapak siapa?" tanya Luki. "Saya Rahman. Saya dari kota Jayakarta. Saya ikut rombongan pendaki, tapi terpisah saat badai kemarin," jawabnya. "oh, iya memang badai kemarin itu sangat besar sekali, Pak Rahman" ucap Arif yang membenarkan perkataannya, "pak mohon maaf, kami tidak bisa berlama-lama, kami sebenarnya sedang dalam misi penting. Kami tidak bisa meninggalkan lokasi ini, tapi kami bisa membantu Anda kembali ke jalur pendakian," kata Arif dengan sopan "Terima kasih, Mas. Saya mengerti. Mungkin bisa memberi saya petunjuk arah saja," Pak Rahman berkata sambil mengusap dahinya yang berkeringat. Luki segera mengambil peta dan menunjukkan jalur yang mereka lewati. "Pak, dari sini, Bapak bisa turun melalui jalur ini. Ini lebih aman dan lebih dekat ke basecamp," jelas Luki. "Baik, terima kasih banyak atas bantuannya," kata Pak Rahman sambil berusaha bangkit. "Semoga misi kalian sukses." "Semoga selamat sampai tujuan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status