"Sayyidah!" seru Abbas, ia menelan ludah melihat istrinya berbusana dinas malam.
"Bas," ucap Sayyidah manja, kedua pipinya bersemu merah.Ia terlihat canggung, untuk pertama kalinya ia melakukan hal gila, itu bukan karena hasratnya yang membara, tetapi karena hawa nafsunya yang bergelora.
Ia tak mau kalah dari Kirani. "Aku akan buktikan kalau aku bisa hamil anak Abbas, biar aku bisa tertawa puas di hadapan nenek lampir itu!" cecar Sayyidah di lubuk hatinya.Sayyidah berjalan mendekati Abbas, lalu mengitari tubuh suaminya itu, perlahan ia menepuk bahu Abbas dengan lembut."Bas ... lakukanlah padaku malam ini , ya?!" pintanya dengan manja.Abbas beringsut mencubit lengannya."Awww! Ya Allah ... aku nggak mimpi, apa benar ini Sayyidah?!" pekik batinnya."Mungkin ini sudah waktunya, bismillah!" Meyakinkan dirinya dengan menganggukan kepalanya pelan.Sayyidah beNafas Abbas terengah-engah setelah berhasil lari dari makian istrinya. "Wuuuuaam!!!" Abbas menguap, ia benar-benar sangat ngantuk, setelah sebelumnya sempat terganggu oleh tingkah Sayyidah. Ia melajukan kakinya menuju sofa, lalu membaringkan tubuhnya hingga terlelap sampai waktu qiyamullail tiba. CEKLEK !Abbas membuka pintu kamar yang tak terkunci, istrinya masih tertidur dengan mengenakan baju tidur yang lebih sopan. Ia mengulum senyum mengingat kejadian semalam. CUP"Ukhibuki fiilah zaujatii," ucapnya pelan.Netranya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul empat pagi. Ia bergegas masuk kamar mandi untuk bersuci, lalu mengerjakan sholat sunah menghadap illahi. "Yaa Rabb ... ampunillah hamba ini, kepada-Mu aku mengadukan diri." "Lembutkanlah hati istri hamba ya Allah ... mudahkanlah langkahnya untuk menjadi wanita yang sholehah," hibanya di atas sajadah. Lama Abbas berbincang kepada Tuhannya, sesekali b
Beberapa warga sekitar berhambur menghampirinya."Biar saya bantu ustadz, ya Allah ... kasian." Seorang bapak membantunya mengangkat motor yang terguling."Apa yang sakit ustadz?" tanya laki-laki lainnya yang lebih muda dari bapak tadi."Ini cuman berdarah sedikit." Meringis menunjukan siku dan lututnya. Warna merah darah sangat kontras dengan gamis putihnya."Ayo saya bawa ke puskesmas ustadz!” ajaknya."Nggak usah Pak, biar di obatin di rumah aja," tolak Abbas."Beneran nggak papa ustadz?" ucapnya ragu."Iya Pak," ujar Abbas singkat.Ia menaiki kembali motornya, beruntung tidak terjadi kerusakan berat, hanya beberapa body motornya saja yang lecet."Hati-hati ustadz!" pesan laki-laki yang telah membantunya."Terima kasih banyak Pak, assalamuallaikum." Melajukan motornya seraya melemparkan senyuman hangat menutupi perih dan sakit yang perlahan menja
Ya, lagi-lagi tentang keturunan yang membuat hati Abbas semakin kecut. Dambaan memiliki anak masih redup di hatinya karena sikap Sayyidah yang belum berubah. "Aamiin, syukron katsiroon Sob, semoga antum bisa nambah tahun ini hehehe." Abbas berusaha mencairkan suasana hati. "Hehehe ... aamiin, tapi Sarah belum mau Bas, katanya repot ngurus Fatih, apalagi kalau harus nambah," ungkap Sobri. "Syukurin aja Sob, antum 'kan udah punya satu, lah ana?" "Ikhtiarnya setiap malem Bas biar hasil," bisik Sobri di telinga Abbas. "Hahaha ... Oke!" Menautkan telunjuk dan ibu jarinya membentuk huruf 'O'. Hati Abbas cukup terhibur berbincang dengan Sobri, ia melupakan sedikit kegelisahan hatinya karena Sayyidah. "Ya salam ... udah jam setengah sebelas aja Bas, ana harus pulang sebelum istri ana tidur duluan, bisa-bisa malam ini nggak dapet jatah," ujar Sobri sembari memeriksa jam di pergelangan tangannya.
Beberapa foto menyembul di antara kertas yang berserakan, memantik penasaran kedua netra Sayyidah. Terdapat foto dirinya dengan sang suami di pantai, ia ingat saat itu Abbas mentertawakannya karena pose foto yang manyun menghadap wajah suaminya. Masih banyak lagi foto-foto yang lainnya, saat mereka makan bersama di luar, saat di bromo dan lain-lain. Ternyata diam-diam Abbas selalu mengabadikan moment bersamanya, anehnya semua foto menggambarkan wajah Sayyidah yang manyun. Ada satu lagi yang berbeda dari foto yang lainnya, tangan Sayyidah segera menariknya untuk ia tatap lebih lekat. Gambar siluet foto bertanda 'keluarga bahagia' dengan beberapa nama yang sudah di tulis oleh yang punya, di antaranya Abi Abbas, Umi Sayyidah, sedangkan gambar dua bayi di pangkuan keduanya bertuliskan anak sholeh, sholehah. Sayyidah mendengus kesal melihatnya, seketika ia langsung merobek gambar itu. "Jangan harap akan ada k
Tidak ada mood baik yang bisa mendorong Sayyidah untuk mengerjakan tugas kuliah, iapun tak ingin melakukan apa-apa selama emosinya masih memanas.Sayyidah meraih gawainya di atas nakas.Ia merayapkan jarinya membuka status yang di buat teman-teman dalam kontak ruang percakapan.Muncul nama Sofyan pada deretan paling atas. Ia klik begitu saja, seketika menampakkan wajah Sofyan yang terlihat dari samping, hidung mancung dan bibir yang seksi terlihat menggoda dengan baju pantai yang di biarkan terbuka di bagian dada.Caption di bawahnya tertulis 'Holiday in Bali'."Kok nggak sama Rani? Bukannya semalem dia sama kamu?" Sayyidah merutuki layar ponselnya sendiri, lalu ia mengirim balasan pada status itu.Sayyidah[Liburan kok nggak ngajak Sof?]send.Satu menit berlalu gawainya langsung memberikan notifikasi pesan.Sofyan.[Maaf sayang ini urusan bisnisnya papi, jadi gue
Keesokan harinyaSetelah berkemas, Abbas menuliskan sepucuk surat untuk Sayyidah.Lama ia menuangkan semua pesan dan perasaan kepada istrinya, ketika ujung penanya mencapai titik, ia lipat kertas itu lalu melenggangkan kaki dari ruangan perpustakaannya.Langkah kakinya berhenti di depan pintu kamar, rasa ingin membukanya timbul, tapi ia mengurungkan niat tersebut. Ia takut mengganggu istrinya, apalagi jika emosi Sayyidah belum padam, maka akan semakin runyam keadaan.Abbas menghempaskan nafasnya kasar."Aku tinggal dulu, ya?! Jaga diri baik-baik," ungkapnya sembari meraba pintu yang masih tertutup.Beberapa menit berlaluCEKLEKSayyidah membuka pintu kamarnya, sejurus kemudian ia merentangkan kedua tangannya ke atas, tak ketinggalan ia pun menguap beberapa kali seraya mengumpulkan kesadarannya kembali.Ia melirik jam di dinding yang menunjukan angka setengah del
"Tasya, lo tinggal berapa hari lagi di sini?" Sayyidah menatap sahabatnya yang terlihat menyiapkan minuman di sudut ruangan dapur."Paling dua hari lagi Say, besok gue ada lomba, besoknya lagi gue nyantai dulu lah di sini," terang Tasya."Yah cuman dua hari," keluh Sayyidah dalam hatinya."Sepupu lo nggak nganterin?" Tasya menyuguhkan es lemon tea kepadanya."Minum dulu!" perintahnya."Hhhhhh ... ng-ngak Tas," jawab Sayyidah gugup, ia langsung menyambar gelas di hadapannya dan meminumnya sampai tandas."Tasya, ajak gue jalan-jalan, ya?! Keliling kemana gitu!" tandasnya."Kemana?" Tasya mengernyitkan dahinya, ia tak menyangka setelah sekian lama baru berjumpa sahabatnya menjadi lebih excited."Ya kemana aja, gue pengen refreshing," ungkap Sayyidah, ia tatap pemandangan di balik jendela kamar hotel."Hahaha ... lo habis di kurung kaya burung apa gimana? Kaya baru keluar
Sayyidah beranjak dari kursi tunggu menanti Tasya keluar dari ruang ganti. "Tasya! Kamu hebat!" Berhambur memeluknya sembari mengucapkan selamat setelah sahabatnya berhasil memenangkan perlombaan. "Terima kasih Sayyidah, ini berkat dukungan lo juga," ucap Tasya. "Tasya!" pekik seorang wanita, sontak Sayyidah dan Tasya memeriksa asal suara. "Celine!" ucap mereka bersamaan.Sayyidah melebarkan bola matanya melihat tangan Celine bergelayut manja di lengan seorang pria. "Selamat, ya, Tasya! Gue bangga sama lo!" Celine menyambar Tasya dengan pelukan. "Lo langsung dari Bali?" tanya Tasya setelah terlepas dari pelukan Celine. "Iyalah, demi support sahabat, tapi Sayyidah juga dateng buat support lo, ya?!" Manik mata Celine menatap Sayyidah yang mematung di samping Tasya. "Lo dateng kesini buat liat perlombaan Tasya, Sayyidah? Salut banget sama lo, care banget sih?!" Memeluk tubuh Sayyidah yang dia