Home / Romansa / Cinta Dalam Sangkar Rahasia / Rumah tak berbingkai

Share

Rumah tak berbingkai

Author: Syahhsyy
last update Huling Na-update: 2025-07-08 14:09:37

Florence malam itu senyap. Langit tampak bersih, tanpa bintang, seolah semesta pun sedang menyimpan seluruh cahayanya. Di dalam kamar hotel yang hanya diterangi lampu meja temaram, Averine berdiri di depan jendela, memandangi pantulan dirinya yang nyaris tak dikenali. Ia memeluk dirinya sendiri, tubuhnya dibalut kemeja tidur tipis, rambutnya dibiarkan jatuh, lembut tapi berantakan.

Darian muncul dari kamar mandi, rambutnya basah, kausnya sederhana, dan wajahnya diam diam lelah. Tapi ketika ia melihat Averine berdiri begitu hening, ia tak bertanya. Ia hanya mendekat dan berdiri di belakangnya.

"Kamu gak tidur?" tanyanya, pelan.

Averine menggeleng. "Kepalaku terlalu penuh. Tapi... anehnya, aku gak merasa sesak. Cuma... kosong."

Darian menatap bayangan mereka di jendela. Dua orang, berdiri dalam diam, saling mencari makna di balik semua luka.

"Kamu pernah merasa... tidak tahu harus mencintai siapa lebih dulu? Dirimu sendiri, atau mereka yang menyakiti kamu?" tanya Averine, lirih.

"
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Waktu tidak bisa menang

    Malam itu berakhir dalam pelukan hangat, dua napas yang tak mau lepas.Tidak ada kata-kata berlebihan, hanya rasa cukup.Pagi harinya, mereka sarapan di balkon hotel sambil menatap laut yang bergelombang kecil. Tidak ada agenda terburu-buru Darian hanya ingin menikmati setiap menit sebelum kembali ke rumah. Sesekali, mereka tertawa mengingat tingkah Calia, lalu saling meyakinkan bahwa satu hari “kabur” seperti ini harus jadi rutinitas.Menjelang siang, mereka membereskan barang. Darian menggandeng tangan Averine saat melewati lobi hotel, sama seperti dulu waktu mereka pertama kali pergi berlibur berdua. Mobil melaju santai di jalan pulang, dengan musik pelan dan jendela sedikit terbuka, membiarkan angin sore masuk.Saat sampai di rumah, Calia langsung berlari dari pintu, memeluk keduanya sambil menceritakan semua permainan yang ia lakukan bersama Eira. Averine menatap Darian di atas kepala putri mereka tatapan singkat tapi penuh arti kita pulang, dan kita utuh.Malam itu mereka tidur

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Satu Hari di Luar Dunia

    Malam itu berakhir dalam keheningan hangat. Averine tidak tahu berapa lama mereka berbaring seperti itu kepalanya bertumpu di dada Darian, napas pria itu teratur, dan tangannya sesekali mengusap punggung Averine tanpa sadar. Bukan untuk menenangkan, bukan pula untuk memulai sesuatu, hanya… menjaga. Dan entah kenapa, ia menyukai cara Darian diam.Esok paginya, Averine bangun lebih dulu. Atau mungkin Darian memang sengaja membiarkannya merasa demikian. Cahaya matahari pagi merayap pelan dari celah tirai, sementara kicau burung terdengar dari luar jendela. Darian masih memejamkan mata, tapi Averine tahu ia belum benar-benar tidur. Gerakan napasnya sedikit lebih dalam tanda khas saat pria itu sedang berpura-pura.“Pagi,” ucap Averine sambil menyenggol bahunya pelan.Darian membuka mata, menyipit sedikit karena cahaya. “Pagi. Kamu udah berapa lama bangun?”“Baru… dua puluh menit,” jawabnya, meski sebenarnya mungkin lebih lama. Ia sengaja diam, menikmati rasa nyaman yang sudah lama tidak da

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   pembicaraan di tengah malam

    Malam itu, rumah sudah sepenuhnya tenggelam dalam keheningan. Hujan yang sejak sore tidak berhenti kini tinggal gerimis, menetes lembut di luar jendela kamar. Cahaya lampu tidur berwarna kuning temaram menciptakan bayangan hangat di dinding, seakan ingin menjaga ketenangan ruangan itu.Darian duduk di tepi ranjang, punggungnya sedikit membungkuk. Di pangkuannya ada kain kompres yang baru ia ganti, masih hangat dari air yang tadi ia tuangkan ke baskom. Tangannya bergerak hati-hati saat menempelkan kompres itu ke dahi Averine. Suhu tubuhnya memang sudah turun dari siang tadi, tapi Darian tetap ingin memastikan.“Masih panas sedikit,” gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada diri sendiri.Averine hanya menggumam, matanya setengah terpejam. Ia terlalu nyaman untuk benar-benar menjawab.Darian menarik napas panjang. Seharian ini ia mondar-mandir, menyiapkan teh jahe, mengecek suhu setiap dua jam, memaksa Averine makan bubur walau hanya beberapa se

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Averine Sakit

    Hujan sudah berhenti semalaman, tapi udara di rumah itu masih dingin. Sisa-sisa genangan di halaman belakang memantulkan cahaya abu-abu dari langit pagi.Averine bangun dengan kepala berat dan tenggorokan yang kering. Seluruh badannya terasa lemas, seolah semua energi hilang saat ia tidur. Malam sebelumnya, ia memang terlalu lama berada di bawah hujan bersama Darian dan Calia. Waktu itu rasanya menyenangkan, tapi sekarang tubuhnya menagih harga.Ia berusaha duduk di tepi tempat tidur, namun baru saja mengangkat kepala, Darian yang masih setengah tertidur di kursi sebelah langsung tersentak.“Kamu mau kemana?” tanyanya cepat sambil bangkit.“Aku… mau lihat Calia. Dia udah bangun belum?” suaranya serak, bahkan ia sendiri terkejut mendengarnya.Darian mengerutkan dahi, berjalan mendekat. Ia menempelkan punggung tangannya ke kening Averine. “Panas banget,” gumamnya. “Enggak. Kamu enggak boleh kemana-mana. Tidur lagi.”“Aku cuma—

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   Menari di tengah hujan

    Pagi itu, aroma roti panggang dan wangi kopi memenuhi ruang makan. Calia duduk di kursinya dengan wajah penuh konsentrasi, tangannya sibuk mengoleskan mentega ke roti seperti seorang chef kecil yang sedang mempersiapkan menu sarapan spesial. Semalam, ia sudah membantu Averine menyiapkan makan malam dengan sedikit kekacauan yang membuat mereka bertiga tertawa sampai perut sakit.Darian duduk di ujung meja, mengamati pemandangan itu. Averine memotong buah, sementara Calia tak berhenti bercerita tentang mimpinya yang katanya “sangat ajaib” ia bertemu seekor kelinci yang bisa berbicara.“Ayah, kamu percaya nggak kelinci bisa ngomong?” tanya Calia tiba-tiba, matanya berbinar.Darian tersenyum, menyandarkan punggung di kursi. “Kalau di dunia Calia, semua bisa. Bahkan hujan pun bisa tertawa.”Averine terkekeh, lalu menyuapkan sepotong stroberi ke mulut anak itu. “Kalau hujan bisa tertawa, mungkin hari ini kita bakal dengar,” ujarnya, setengah menggoda.

  • Cinta Dalam Sangkar Rahasia   pelukan pagi

    Pagi itu, cahaya matahari menyusup lembut dari celah tirai, mengguratkan garis tipis ke sprei putih yang sedikit kusut. Suara lembut seperti bisikan memecah keheningan.“Mama… Papa…”Calia sudah bangun lebih dulu. Rambutnya masih berantakan, pipinya hangat seperti roti yang baru keluar dari oven. Ia berdiri di samping ranjang, menatap mereka dengan mata yang setengah mengantuk tapi penuh rasa ingin dekat.Darian mengerjap pelan sebelum tersenyum. Ia menunduk, meraih tubuh mungil itu, lalu mengangkatnya ke atas ranjang. Tanpa banyak kata, Calia menyelip di antara mereka, kecil namun terasa seperti pusat dari seluruh dunia.Averine melingkarkan lengannya, merasakan bagaimana tubuh Darian di sisi lain ikut mendekat. Mereka bertiga terbungkus dalam kehangatan yang sederhana, namun sarat makna. Aroma sabun dari kulit Darian bercampur dengan wangi khas Calia yang masih menyisakan bau bantal tidurnya.Dari ambang pintu, Eira berdiri terdiam. Ada sesu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status