Ketika sudah duduk di bangku mobil, Zemi segera menyalakan mesin sambil bertanya, “Aku tahu tempat yang enak untuk sarapan. Gimana kalau kita sarapan di sana sekarang?”Wuri sedikit terkesan dengan perhatian Zemi, tapi di hatinya selalu mengingatkan bahwa dia adalah seorang laki-laki yang sudah memiliki kekasih.“Tapi aku sudah sarapan tadi,” jawab Wuri ramah.‘Sebenarnya, apa maksud semua ini?’ batin Wuri selalu bertanya-tanya dengan tingkah Zemi, serta risih, tidak biasa dekat dengan Zemi.Wuri ingat semuanya yang sempat mereka bicarakan kemarin malam, membuatnya menduga bila Zemi bersikap sebaik ini padanya karena menduga bahwa dirinya adalah anak dari sahabat kakeknya. Akhirnya Wuri menjadi lebih tenang dan menerima Zemi dengan hangat.“Mungkin, lain kali.” Wuri segera memperbaiki jawabannya, agar Zemi tidak terlalu kecewa, dia menolak ajakannya sebanyak dua kali.“Baiklah,” kata Zemi sambil melajukan kendaraannya.Wuri diam, tidak mengatakan di mana
Wuri membatalkan niatnya untuk turun dari mobil, dia kini menghadapkan badannya ke arah Zemi dan menatapnya dengan tatapan serius. Sejenak tatapan mata mereka saling bertemu. Zemi tercengang melihat wajah wanita yang ada di hadapannya, merasakan kesenangan tersendiri saat melihat kilauan mata Wuri tertuju kepadanya.“Iya, menurut kakek, ayahmu pria yang luar biasa.” Zemi berkata dengan lembut, tangannya terulur untuk menghapus sisa air mata di pipi Wuri dan seketika hati gadis itu menjadi hangat.“Apa sebenarnya yang terjadi? Ceritakan padaku.”Mendengar pertanyaan Wuri, Zemi sedikit heran menurutnya, seharusnya gadis itu lebih tahu tentang apa yang terjadi pada ayahnya. Akan tetapi dia tetap akan mengatakan hal yang terjadi menurut cerita kakeknya sebab ini adalah kesempatan untuk bicara dengan Wuri lebih lama.“Waktu itu—“ ucapan Zemi terhenti karena jendela mobilnya tiba-tiba di ketuk oleh orang dari luar yang membuyarkan konsentrasinya bercerita.“
Meminta Restu Zemi bertanya-tanya dalam dirinya sendiri mengapa gadis itu mengenalkan dirinya sendiri sebgai Lawu, jadi siapa sebenarnya dia? Batinnya. Seketika pria itu merasa bodoh karena baru menyadari nama yang diketahuinya selama ini mungkin adalah nama belakang atau sebuah nama depan. Dia tersenyum sebelum akhirnya memacu mobilnya kembali ke arah di mana kantornya berada. Sampai di ruangannya, Zemi duduk di kursi kebesarannya lalu bersandar sambil menyalakan ponsel, menempelkannya ke telinga dan menghubungi Renata—Neneknya. “Nek, aku sudah menemukan perempuan yang akan kunikahi, dan itu bukan Syakela.” Kata Zemi tegas begitu ponsel tersambung. “Apa maksudmu, Zemi?” jawab Renata dari balik telepon. “Aku sudah sering cerita, kan, nek? Soal siapa penolongku, jadi batalkan perjodohanku dengan Syakela sekarang juga.” “Aku tidak mengenal perempuan itu, jadi untuk apa aku harus merestui hubunganmu?” “Nenek, kumohon ... Restui hubunganku dengan
Sementara itu di kantor, Wuri tengah menghadiri pertemuan yang membahas penjadwalan sukarelawan yang bertugas menghibur dan menjaga anak-anak penderita kanker di rumah sakit besar di berbagai kota. Para penderita kanker yang melakukan perawatan selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan di rumah sakit, biasanya mendapatkan pelayanan istimewa seperti itu. Mereka membutuhkan perhatian dan penghiburan yang membangkitkan semangat untuk tetap hidup.“Wuri, sesuai jadwal kau akan bertugas selama tiga hari ke depan,” kata seorang pria yang menjadi atasannya. “Baiklah, jadi aku berangkat sekarang kalau begitu.” Wuri menjawab dengan antusias.“Kau semangat sekali. Tugasmu di sana, setelah makan siang,” jawab salah satu rekannya. Wuri hanya tersenyum menanggapinya, dia tergolong pegawai yang rajin. Setiap kali mengajar ekstrakurikuler sekolah, dia selalu datang satu jam sebelum pelajaran dimulai.Wuri pergi ke rumah sakit besar di pusat kota seorang diri. Saat memasu
Wuri mendongak melihat siapa yang memanggil Kemi dan bicara ketus padanya. Jelas dia melihat anak kecil itu ketakutan dan stress karena sesuatu yang dia hadapi sangat menakutkan. “Apa yang anda katakan, Nona? Apa maksud Anda Kemi harus menghadiri acara bersama dengan artisi?” tanya Wuri sambil berdiri dan Kemi berada dalam gendongannya.“Ya,” jawab wanita bertubuh gemuk itu, sambil memandang Wuri dengan tatapan merendahkan.Wuri memandang Kemi sekali lagi, dia merasa bahwa tidak seharusnya anak itu menghadiri sebuah acara bila dalam keadaan terpaksa. Apalagi kondisinya yang masih lemah, atau mungkin kondisi yang lemah pada tubuh Kemi tidak lebih lemah dari mental orang-orang yang membawanya untuk datang.“Apa kalian tidak bisa mencari anak lainnya?” kata Wuri sambil melangkah pergi.“Tapi ....” belum selesai wanita gemuk itu bicara, dua orang kembali mendekat, dialah Syakela dan seorang asisitant pribadinya. Hari itu ada acara penggalangan dana, dalam acara
Mendengar ucapan Syakela, Zemi yang semula tidak memperhatikan semua orang pun menoleh dan mendapati Wuri, sebagai orang yang telah ditunjuk oleh Syakela telah berusaha mencelakai dirinya.“Kau?” kata Zemi hampir tak percaya.Sementara Wuri hanya tersenyum menyeringai seperti mengejek dirinya sendiri, dia memalingkan muka, menutupi rasa kesal.Wuri telah banyak mengalami masa sulit, hidup tanpa orang tua, pekerjaannya menghadapi pergumulan antara hidup dan kematian, serta rasa sakit, lalu apalah artinya sebuah kebohongan yang dikali ini buat oleh seseorang ditujukan padanya. Dia sadar kalau dirinya telah dijebak, dengan jebakan konyol tanpa malu sedikitpun. Ahk ... dia mengabaikannya. Memberi kesenangan dan meluangkan waktu pada anak-anak yang berjuaang mempertahankan hidup, lebih berharga dari pada harus meladeni kebohngan keji yang dibuat nyata untuk memanipulasi seseorang, tanpa tujuan yang jelas. Wuri heran, dengan sikap Syakela sebab mereka tidak memiliki h
“Ayo! Periksakan dirimu,” kata Zemi perlahan, sambil menggamit tangan Syakela yang tersenyum penuh kemenangan. Pandangan Zemi kosong ke arah di mana Wuri pergi dan menghilang.Syakela mendengus kesal melihat hal ini, bagaimana pun caranya Zemiharus dia dapatkan, pria itu adalah sahabat dan juga kekasih, tidak ada orang lain yang boleh memilikinya.Mereka pergi memeriksakan kondisi Syakela, seoarng artis harus selalu tampil prima dan sempurna di hdapan publik, tidak boleh terlihat lemah kecuali dalam berakting. Dia tidak bisa mengabaikan tubuhnya, tapi setelah dokter menyatakan bila gadis itu baik-baik saja, Zemu pun merasa lega.Setelah selesai memeriksakan diri, Syakela kembali mengukuti acara amal sampai selesai, tentu diiringi permintaan berjuta maaf yang meluncur dari bibirnya. Sedangkan seornag anak yang menjadi contoh dan bukti sebagai penderita kanker sudah di ganti oleh anak lainnya.Kini Wuri sedang melakukan tugasnya dalam memberi materi untuk anak-anak yan
Semula Zemi hendak mengabaikan Wuri karena semua yang telah dia lihat tadi membuatnya kecewa, tapi dia teringat akan maksud kedatangannya ke rumah sakit itu hanya untuk mencari gadis ini. Dia akan membuat semua orang percaya bahwa firasatnya benar, Wuri adalah orang yang berhak menerima gelang wasiat pemberian kakaeknya yang sudah meninggal setahun yang lalu. “Untuk apa saya harus ke rumah Anda, Tuan Zemi ...?” Wuri berkata sambil menyimpan tali tas slempang di pundaknya. Semua anak sudah kembali ke kamar perawatan mereka masing-masing. Kini mereka bicara saling berhadapan. “Ayolah, jangan panggil aku Tuan, panggil saja Zemi seperti kemarin.” “Ya, bailah, Zemi. Sepertinya aku tidak bisa. Aku harus kembali ke kantor sekarang.” “Kalau begitu, aku akan menunggumu nanti sore di kantormu, oke?” “Apa kau pikir aku pantas datang ke rumahmu setelah apa yag aku lakukan pada kekasihmu?” Zemi termenung mendengar pertanyaan Wuri, Zemi termenung, apa yang dia lihat ta