Aurel berjalan di koridor sekolahnya, pagi yang sangat berbeda hari ini, pagi yang penuh dengan pengkhianatan di mulai hari ini.
Mengingat kejadian kemarin Oliv pergi bersama Nicho, masih menjadi bayang-bayang ingatan Aurel.
"Rel..." Teriakan seorang gadis dari belakang Aurel membuatnya membalikkan badannya dan melihat pemilik suara itu.
"Ella? Tumben banget kamu datang jam segini." Aurel terkejut melihat sahabatnya yang datang di jam seperti ini.
Biasanya Ella lah anak gadis yang terkenal dengan keterlambatan di dalam kelas, bahkan para guru sampai hafal dengan nama Ella jika ia terlambat pergi ke sekolah.
"Iya, kemarin aku dapat pesan dari Melly, katanya Oliv sudah mengkhianati persahabatan kita, apakah itu benar?."
Aurel hanya bisa terdiam mendengar itu. "Ternyata Melly sudah memberitahukan dengan Ella masalah kemarin," ujar Aurel dalam hati.
"Emangnya Melly juga nggak ngasih tau kamu apa pengkhianatan Oliv sama kita?."
Ella menggelengkan kepalanya. "Enggak, dia nggak ngasih tau itu sama aku, katanya aku disuruh nanya kamu, mangkannya aku nanya."
Aurel juga bingung bagaimana ia mengatakan semuanya, jika Aurel mengatakan semaunya sama Ella, belum tentu Ella percaya kan?
"Bagaimana ya La, aku juga nggak bisa jelasin sama kamu," ujar Aurel dan nampak Ella nampak Berat hati.
Aurel tak bisa menjelaskan semuanya, karena selama ini Ella sangat dekat dengan Oliv, Aurel hanya takut disangka ia hanya merusak kedekatan mereka saja.
"Ya... Gimana dong Rel, aku udah pengen tau banget ini, apa pengkhianatan Oliv sama kita, masa iya sih aku nggak di kasih tau?."
Tak disangka, dua orang datang menghampiri mereka, Aurel hanya bisa membulatkan matanya saja melihat keberadaan dua orang itu.
"Hai, kalian ngapain berdua di sini? Nggak masuk ke kelas? Emangnya kalian mau ngapain di sini, mau menyambut kedatangan kita berdua ya?."
Mendengar itu membuat Ella membalikan badannya untuk melihat orang itu.
Duar...!
Hati Ella tak percaya melihat apa yang ada di depannya saat ini. "Oliv?" gumam Ella melihat orang itu adalah Oliv temannya yang selama ini ia percayai.
"Dan apa ini... Kenapa kalian bergandengan tangan?." Ella masih bingung melihat Oliv yang sedang menggandeng tangan di sampingnya, Nicho.
"Ada apa ini Oliv?." Pertanyaan itu belum juga datang di balas oleh Oliv maupun Nicho yang mendengarnya.
"Oh! Jadi sahabatmu Aurel sama Melly, belum ngasih tau kamu ya? apa yang sudah terjadi?." Melly menggelengkan kepalanya.
Oliv menatap dengan tatapan penuh kemenangan kearah Nicho, agar ia yang menjelaskan semuanya.
"Jadi gini ya La, saya sama Oliv sudah jadian beberapa hari yang lalu."
Tubuh Ella tiba-tiba kaku mendengar itu, sedangkan Aurel hanya bisa memejamkan matanya, ia harus mendengarkan kata-kata pahit di dalam hidupnya untuk kedua kalinya.
"Apa semua ini? Kalian bohong kan? Nggak mungkin kalian jadian," ujar Ella sembari menggelengkan kepalanya yang tak percaya dengan itu semua.
"Kenapa kita harus bohong La? Apa yang kamu dengar, itu semua benar, dan tidak ada kebohongan sama sekali di sini."
Ella masih menggelengkan kepalanya tak percaya meskipun Oliv sendiri yang mengatakan semua itu.
"Oliv? Apakah kamu sudah kehilangan akal dengan semua yang kamu lakukan ini terhadap Aurel?" tanya Ella dan membuat Oliv menggelengkan kepalanya.
"Apa kamu bilang aku kehilangan akal? Teman kamu itu yang sudah kehilangan akal."
"Sudah tau Nicho nggak cinta sama dia, tapi dia masih saja mengejar Nicho, denger ya La, Nicho itu cintanya sama aku, bukan sama Aurel, jadi apa yang mau kamu lakuin?" Pertanyaan Oliv membuat Ella ingin sekali menampar wajah Oliv.
Namun semua itu ia rasa tidak perlu, orang seperti Oliv tidak pantas untuk bersentuhan dengan tangannya yang halus itu.
"Kalo kamu udah tau Aurel cinta sama Nicho, kenapa kamu malah ngelakuin ini sama dia ha?" tanya Ella.
"Ya karena aku memang jatuh cinta sama Nicho, jadi kita jadian."
"Sudah cukup..." Teriakan Aurel yang tak kuat lagi mendengar itu semua, bahkan saat ini Aurel menyumbat kedua telinganya dengan jari-jarinya.
"Sudah cukup jangan di lanjutkan lagi, aku sudah muak mendengar ini," ujar Aurel di sela isakan tangisnya.
"Kenapa? Kamu nggak kuat lihat ini semua? Udahlah kamu nyerah ajah, lagian kamu nggak akan bisa mendapatkan Nicho dari aku."
"Oliv..."
Plak!
Satu tamparan meluncur di pipi kanan Oliv, sehingga membuat pemilik pipi itu menoleh kearah kanan, merasakan tamparan panas yang dilakukan oleh seseorang yang baru saja datang.
"Melly..." Aurel sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Melly, ia langsung berlari dan menghampiri Melly yang sudah ada di depan Oliv.
"Beib, kamu nggak papa?" Nicho menatap kearah Oliv yang merasakan kesakitan akibat tamparan keras itu.
"Kamu ingat ini baik-baik ya Oliv, aku nggak akan membiarkan Aurel tersakiti lagi dengan omongan kamu itu, dan untuk kamu Nich, aku akan buktikan perempuan mana yang baik buat kamu," ujar Melly sembari menunjuk kearah Oliv, tepat di wajahnya.
"Omong kosong apa ini? Sudah jelas wanita yang baik buat aku adalah Oliv, karena dia adalah pacar aku," jelas Nicho sembari memeluk pacarnya itu.
"Melly, sudah-sudah jangan biarkan amarah kamu menguasai diri kamu kayak gini," ujar Aurel membantu menyadarkan Melly apa yang sudah ia lakukan itu salah.
"Biarkan dia Rel, biarkan dia memberikan pelajaran sama wanita pengkhianat kayak dia, biarkan Melly melakukan tugasnya sebagai sahabat kamu," jelas Ella setuju dengan yang dilakukan oleh Melly.
"Sudah cukup La, Mel, aku mohon sudah jangan kayak gini, biarkan Oliv pergi," ujar Aurel terhadap dua sahabatnya yang saat ini dikuasai oleh kemarahan.
"Beib, ayo kita masuk ke dalam kelas saja." Nicho membantu Oliv berjalan dengan memegangi kedua pundaknya.
Aurel dan kedua sahabatnya hanya bisa melihat itu saja.
"Awas ajah kalian berdua."
Teriakan Melly sama sekali tidak di gubris oleh Nicho dan juga Oliv.
"Sudah-sudah Mel, biarkan mereka pergi." Aurel mengelus pundak Melly agar amarah itu bisa mereda.
Ella hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perlakuan Aurel itu.
"Rel? Kamu apa-apaan sih kok diam ajah lihat Oliv mengkhianati kita?" tanya Ella membuat Aurel mengaggukan kepalanya.
"Iya aku tau, aku juga sama kesalnya sama seperti kalian, tapi aku juga nggak bisa melakukan apa-apa lagi."
"Aku nggak bisa melakukan apa-apa kan itu sudah menjadi keputusan dia kan?."
Ella mengaggukan kepalanya. "Iya aku tau, tapi nggak gini juga cara dia merebut Nicho dari kamu Rel."
"Udah sekarang gini ajah, kamu harus bisa mengejar cinta kamu Rel, jika kamu benar-benar mencintai Nicho, kejar dia," Melly pun membuka suara.
"Aku ngerasa bahwa Oliv tidak serius sama Nicho, tapi aku juga nggak ada bukti ngomong seperti ini, tapi yaudahlah."
Melly benar-benar pasrah dengan keadaan, semua tergantung dengan Aurel, hanya Aurel bisa menyelamatkan cintanya sendiri.
"Iya Rel, kita akan selalu membantu kamu biar bisa mendapatkan Nicho kembali, aku nggak rela kalo Nicho sama Oliv," ujar Ella.
"Terimakasih banyak, aku akan usahakan itu, dan jujur saja aku masih mencintai Nicho."
Bersambung...
"Assalamualaikum Bun? Aurel pulang," ujar Aurel sebelum masuk kedalam rumahnya.Dari kecil Aurel selalu diajarkan orang tuanya untuk mengucapkan salam sebelum masuk atau keluar dari rumahnya, jadi ajaran itu sampai sekarang masih digunakan oleh Aurel."Waalaikumsalam, iya sebentar," balas seorang paruh baya dari dalam rumah Aurel, dia adalah Maya, bundanya Aurel.Dia adalah bidadari dunia yang dimiliki oleh Aurel, dia orang yang yang selama ini merawat dan membesarkan Aurel, tak pernah kata lelah, sehingga Aurel bisa sebesar ini.Cklek! "Eh anak bunda udah pulang, masuk nak," ujar Maya setelah itu Aurel menyalami tangan Maya.Akhirnya Aurel masuk kedalam rumah yang begitu mewah dan megah, dari kecil Aurel sudah terlahir dari keluarga yang kaya, itu semua berkat Ayahnya yang bekerja keras siang dan malam."Kamu ganti baju dulu ya? Biar bunda siapkan makan siang buat kamu," bunda Maya mengelus pucuk rambut Aurel dan mencium keningnya."
"Apa-apaan ini, pemandangan pagi apa ini, melihat Nicho sama Oliv."Melly begitu kesal memandang pemandangan yang membuatnya sakit mata, sedangkan Aurel hanya bisa mengelus pundak Melly agar bisa meredakan emosinya."Sudah-sudah Mel, biarkan mereka, kan sudah pacaran, jadi nggak ada salahnya kalo mereka bermesraan di sini." Aurel mengatakan yang sejujurnya."Iya juga kata kata Aurel, Mel kamu nggak bisa kayak gitu, udahlah biarkan mereka saja," ujar Ella."Ya tetep saja aku nggak terima, meskipun mereka bisa bermesraan, tapi aku masih saja tidak terima Oliv bahagia di atas penderitaan Aurel." Melly berkata tegas."Sudahlah Mel, kamu tenang saja aku juga tidak terlalu mempermasalahkan Oliv jika bersama Nicho, nanti aku akan berusaha mengambil Nicho dari Oliv," jelas Aurel membuat mereka menoleh kearah Aurel."Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan hatinya Nicho? Kemarin saja aku denger kalo Nicho cintanya sama Oliv bukan sama kamu."
"Darimana saja kalian berdua? Dicariin malah menghilang nggak tau kemana."Nicho menatap tajam mata kedua sahabatnya Iqbal dan Bastian yang saat ini sudah ada di depan matanya."Kita habis dari kantin dulu tadi, kita lapar tau, lagian kamu tadi ke kantin nggak membiarkan kita makan dulu, main tinggal-tinggal ajah," balas Iqbal."Tau nih, lagian pacar kamu itu mana? Bukannya kamu tadi sama pacar kamu ya?" tanya Bastian membuat Nicho membolakan matanya."Dia lagi ke Perpustakaan sama temannya, jadi aku sendirian di sini, mangkanya kalian aku suruh datang kesini biar aku nggak sendirian lagi."Mendengar itu Iqbal menyenggol lengan Bastian dan membisikan sesuatu di telinganya."Kamu dengar sendiri kan? Kalo nggak ada pacarnya ajah kita di lupain, tapi kalo nggak ada Oliv, kita di butuhkan, beda banget kan Nicho nggak kayak dulu?" tanya Iqbal dengan suara berbisik."Iya kenapa dia malah jadi begini sih, aku juga bingung dengan
Aurel berjalan dengan sedikit lemas di koridor sekolah, pagi yang sangat buruk baginya, entah mengapa kepalanya sangat pusing hari ini.Rasa semangat Aurel pun tak tercurah sedikit pun di wajah Aurel. "Duh... Sakit banget kepala aku."Aurel berjalan sambil memegangi kepalanya.Aurel duduk di mejanya, melihat seisi kelas ternyata masih sepi, jadi Aurel menggunakan kesempatan ini tidur sebentar.Tadi malam terlalu banyak tugas jadi membuat Aurel begadang, dan biasanya Aurel mengerjakan tugas di siang hari namun kemarin tidak bisa, karena ada teman-teman arisan Bundanya datang ke rumah"Aurel? Rel..."Seseorang datang sambil menggoyangkan tubuh Aurel yang baru saja terlelap dalam tidurnya.Aurel membuka kembali matanya dan ternyata itu adalah Melly."Eh... Iya Mel ada apa?" tanya Aurel sambil mengucek matanya itu.Melly tersenyum. "Gue bawain lu sesuatu nih." Melly memeberikan sesuatu kepada Aurel."Apaan nih?" Aurel
"He'em..." Aurel memberikan deheman agar Nicho menyadari akan kehadiran dirinya."Eh iya Rel ada apa?."Aurel bergetar mendengar Nicho tang menyebutkannya namanya. Hati Aurel? Jangan di tanya, sudah pasti bahagia."Heum... Aku... Aku mau ngasih ini buat kamu," tanpa pikir panjang lagi Aurel langsung menyodorkan sebuah coklat batangan itu di depan Nicho.Nicho menatap heran kearah Aurel."Coklat? Buat apa?" tanya Nicho membuat Aurel bingung mencarikan alasan yang pas agar Nicho bisa menerima coklat pemberiannya itu."Heum... Buat... Nggak ada apa-apa sih cuma pengen ngasih coklat ajah." Aurel tak memiliki alasan yang tepat untuk itu.Nicho menatap aneh dengan Aurel, kenapa ia tiba-tiba memeberikan coklat?Di sisi lain Nicho memiliki rencana lain dengan coklat itu. "Coklat? Lumayan juga.""Oh yaudah aku terima ya? Thanks!" Aurel tak percaya melihat Nicho yang menerima coklat itu, seperti mimpi rasanya."
"Jadi gimana rencana selanjutnya biar Aurel bisa bersama Nicho?" tanya Ella, ia sudah menanti Beberapa cara dari Melly.Ella akui dirinya tidak sepandai Melly jika membuat suatu rencana, Ella hanya menjalankannya saja."Sebentar aku lagi mikir ini."Melly memilih posisi yang enak dengan cara duduk tegap dan meminum es cappucino yang ia beli tadi."Gimana kalo kita buat ajah mereka bertemu?" tanya Melly membuat Ella mengernyitkan dahinya."Lalu? Kalo mereka udah ketemu mau ngapain?" tanya Ella balik."Heum gimana kala....-"Hai semua," ucapan Melly terpotong karena ada keberadaan Aurel yang baru saja datang."Eh... Aurel darimana ajah sih? Lama bener datangnya," ujar Ella melihat wajah Aurel penuh dengan keberanian."Aku habis dari taman sebentar," balas Aurel dan membuat mereka semua terkejut."Ngapain?.""Ya nggak ada apa-apa sih cuma pengen lihat-lihat bunga-bunga yang ada di sekolah ini, pengen cuc
"Beib..." Oliv mengelus lengan sang pacar dengan penuh manja."Iya Beib, ada apa?" tanya Nicho di samping Oliv."Aku mau ngomongin sesuatu masalah Mamah," jelas Oliv sedikit menunduk.Hal itu membuat Nicho menjadi sangat prihatin dengan sang pacarnya itu."Iya ada apa sama mamah kamu Beib..." Nicho menciumi tangan Oliv dengan penuh kasih sayang."Duh... Ngapain sih pakai acara nyium tangan aku kayak gini," ujar Oliv dalam hati."Eh... Heum itu mamah aku kan kalo nyuci baju tangannya sering sakit, aku jadi nggak tega lihatnya sampai tangannya merah-merah gitu."Nicho masih menyimak cerita Oliv itu, "Jadi aku mau membelikan hadiah mesin cuci buat mamah aku... Tapi ya gitu..."Oliv memberhentikan ucapannya dan membuat Nicho mengernyitkan dahinya. "Tapi gimana?" tanya Nicho yang sangat ingin kelanjutan dari cerita itu yang belum habis.Oliv menatap ke arah Nicho, "Tapi uang aku kurang beib..."Nicho pun tersenyum mani
"Nicho..."Teriakan keras dari lantai bawah bisa terdengar dari kamar Nicho yang ada di lantai dua."Papah? Kenapa teriak-teriak sih?" Nicho berjalan menuju ke lantai bawah."Ada apa sih Pah? Pakai teriak-teriak," ujar Nicho menghampiri papahnya yang sedang berdiri tepat di samping anak tangga."Ini kenapa kartu kredit kamu kok bisa habis sebanyak ini? Kamu gunakan beli apa? Papah nggak pernah lihat kamu beli apa-apa tapi kok bisa habis sebanyak ini?" tanya papah Surya."Ya ampun... Gitu doang pakai marah-marah, tunggu Nicho jelaskan dulu."Nicho berusaha meredakan emosi yang ada di dalam diri papahnya."Jadi gini... Pah kemarin pacar Nicho cerita sama Nicho, kalo mamahnya itu kalo nyuci tangannya sering tangannya sakit."Nicho mulai menjelaskan."Jadi... Nicho berinisiatif untuk membelikan mesin cuci buat mamahnya, kasihan dia Pah, kalo nyuci tangannya sering merah-merah gitu," sambung Nicho."Apa?...