"Nicho, aku cinta sama kamu," ucap Aurel, tangannya tampak berkeringat dengan wajah memucat karena gugup.
"Rel, maaf," Nicho menepuk pundak gadis itu pelan, "aku hanya menganggapmu sebagai teman dan nggak lebih,"
Aurel terpaku, dadanya terasa sesak oleh kekecewaan yang luar biasa. Tapi sebisa mungkin bibirnya tetap mengulas senyum, walaupun yang tercipta hanya lengkungan kaku. "Eh itu... iya... nggak apa-apa kok, Nich... aku... aku hanya ingin mengungkapkan-"
"Nicho!"
Seruan itu membuat mereka menoleh bersamaan, mendapati gadis cantik yang berjalan mendekat.
"Eh, kalian ngapain?" tanya Olivia, gadis yang sudah sejak lama menjadi sahabat Aurel.
"Cuma ngobrol aja kok, Beib," jawab Nicho dengan senyum manis, tangannya berganti menggandeng tangan Oliv.
"Kalian?" Mata Aurel membulat, tampak cairan bening menggenang di sana, dan Aurel hanya bisa melihat saja walau dalam otaknya sangat bingung dengan apa yang sudah terjadi.
"Ah iya, Rel... aku lupa ngasih tahu kamu," ucap Oliv dengan senyum merekah. "Aku udah jadian sama Nicho tiga hari yang lalu."
Aurel tersenyum kaku, mengerjapkan mata untuk menghalau air mata yang siap meluncur. "Selamat ya untuk kalian, aku ikut senang."
Aurel berusaha menampakan senyum di bibirnya meskipun di dalam hati begitu terluka.
"Oh iya Rel, aku sama pacar aku pergi dulu ya?" tanya Oliv sembari menggandeng tangan pacarnya tepat di depan mata Aurel.
Oliv dan Nicho sama-sama tersenyum kearah Aurel yang saat ini menahan air mata agar tidak lagi terjatuh.
Aurel hanya bisa melihat kepergian Nicho dan Oliv saja, tak kuasa Aurel terus memendam air mata, Aurel tersungkur di atas tanah.
Bahkan kaki Aurel saja tidak bisa menompang tubuhnya, Aurel menangis histeris disana, tak ada satu orang pun di sana.
Taman saat ini sedang sepi, Aurel tadi sengaja mengajak Nicho datang kesini agar dirinya bisa mengutarakan perasaannya.
Namun sayang seribu sayang, harapan yang diinginkan Aurel kini sia-sia, kepahitan dalam hidup Aurel kini telah di depan mata.
Hiks... Hiks...
Aurel tak bisa lagi menahan air matanya, sakit hati Aurel, cinta pertama dipatahkan oleh laki-laki seperti Nicho.
"Kenapa takdir begini? Kenapa harus aku yang mendapati kenyataan pahit ini?" Aurel tak kuasa menahan air mata bahkan Aurel menyalakan takdir yang membuatnya begini.
"Rel? Aurel kamu kenapa?" Seseorang gadis berlarian menuju arah Aurel dengan mata berkaca-kaca melihat Aurel yang menangis duduk tersungkur diatas tanah.
Melly datang dan langsung memeluk tubuh Aurel yang membutuhkan ketenangan.
"Nicho Mel, Nicho..."
Melly hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Jangan sampai yang membuat Aurel jadi begini adalah Nicho," gumam Melly dalam hati.
"Kenapa sama Nicho Rel? Ada apa? Kasih tau aku, kenapa?" Melly masih belum bisa memahami apa yang sudah terjadi.
"Di-dia sudah..-
Aurel bahkan tidak bisa berkata lagi, karena hatinya sudah terlalu sakit, sedangkan tangisnya juga tak kunjung mereda.
"Sudah-sudah, jangan menangis lagi, lebih baik kamu ikut aku sekarang juga, kita pergi dari sini," Melly membantu Aurel berdiri dan membawanya masuk kedalam mobil miliknya.
Karena tadi Aurel yang mengajaknya untuk datang menemui Nicho di taman ini, maka Melly siap mengantarkannya.
Melly menyupir mobilnya dengan kecepatan sedang, saat ini Melly akan membawa Aurel ke rumahnya, kebetulan juga di rumah Melly tidak ada orang, jadi Aurel bisa menceritakan semuanya di sana.
"Kamu yang tenang Rel, sebentar lagi kita akan sampai," Melly masih mempokuskan pandangan matanya kedepan, sedangkan Melly masih bisa mendengarkan sisakan tangis dari Aurel.
"Ayo Rel, kita masuk, di dalam nggak ada orang jadi kamu tenang saja, kamu aman disini sama saya," Melly membantu Aurel untuk turun dari dalam mobil lalu membawanya masuk kedalam rumah besar dan mewah milik Melly.
Melly mendudukkan tubuh Aurel di sofa ruang tamu miliknya. "Sebentar aku mau ambilkan kamu minum," Melly pergi dari sana lalu kembali lagi dengan membawa segelas air putih.
"Ini minumlah," Melly membantu Aurel meminum air itu agar ia bisa merasa lebih tenang.
"Sekarang kamu bisa menceritakan semuanya sama aku, ada apa ini? Kenapa kamu tiba-tiba nangis di taman sendirian?"
"Katanya kamu tadi mau ketemu sama Nicho, lalu Nicho nya mana?"
Aurel menggelengkan kepalanya, matanya sangat memerah karena terlalu banyak menangis.
"Dia sudah pergi sama Oliv," ujar Aurel di sela tangisannya.
"Apa? Oliv tega ngelakuin itu sama kamu?"
Melly sangat terkejut mendengar itu, Oliv? Bisa-bisanya Oliv mengkhianati Aurel dengan merebut Nicho dari genggaman Aurel?
Aurel hanya menganggukan kepalanya, dada Aurel masih terasa sesak mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
"Terus? Kenapa bisa ada Oliv sih? Bukannya kamu tadi cuma janjian sama Nicho ajah ya?"
Aurel menggelengkan kepalanya, "Aku juga nggak tau kenapa tiba-tiba bisa ada Oliv disana,"
"Apa jangan-jangan Oliv mendengarkan pembicaraan kamu sama Nicho tadi? Mangkanya dia ada disana," Melly yang sudah merasa curiga.
"Aku juga nggak tau Mel, aku juga nggak nyangka bahwa Oliv tega melakukan ini sama aku, padahal aku juga nggak ada salah apa-apa sama dia."
Melly menganggukkan kepalanya, Melly tau bahwa hubungan Aurel dan Oliv selama ini baik-baik saja, bahkan mereka berempat bersahabat dari dulu.
"Ella tau tidak masalah ini? Kalo begini sama saja Oliv mengkhianati persahabatan kita Rel," jelas Melly.
"Kayaknya dia masih belum tau sifat asli Oliv seperti apa," ujar Aurel yang masih tidak menyangka itu.
Oliv sahabat Aurel yang selama ini begitu dekat, namun Oliv tega sekali menyakiti hati Aurel, bahkan bisa di katakan yang baik belum tentu baik!
"Sudah nggak papa Rel kamu yang sabar, aku akan selalu mendukung kamu, kamu nggak usah pedulikan Oliv, biarkan dia."
"Biarkan dia mengkhianati kita, tetapi aku dan Ella akan selalu ada disisi kamu, kejarlah cintamu, jangan kau putus asa sampai disini Rel."
Aurel menghapus air matanya, benar juga kata Melly, untuk apa dirinya menangisi semua ini jika ia bisa bangkit kembali.
"Iya, kamu benar Mel," Aurel kini bisa melupakan kesedihannya, saatnya ia bangkit, dan saatnya Aurel memperjuangkan cintanya.
"Aku akan selalu mendukung kamu Rel, aku janji untuk itu, aku nggak percaya ini, Oliv bisa mengkhianati kita, jangan sampai Nicho lah yang menjadi korban selanjutnya."
Mendengar nama Nicho, Aurel jadi terdiam. "Kamu benar Mel, jika Oliv bisa mengkhianati kita, maka dia akan mudah mengkhianati orang lain, termasuk Nicho."
"Iya kamu benar Rel, aku setuju sama kamu, mangkanya kamu harus cepat-cepat mencegah semuanya sebelum kejadian itu benar-benar terjadi."
Aurel mengaggukan kepalanya. "Lalu Bagaimana? Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah ini semua Mel?" tanya Aurel.
"Jalan satu-satunya kamu harus bisa menjadi di posisi Oliv saat ini." Aurel terkejut mendengar itu.
"Bagaimana caranya?" tanya Aurel tak mempunyai rencana apapun itu.
Bersambung...
Aurel berjalan di koridor sekolahnya, pagi yang sangat berbeda hari ini, pagi yang penuh dengan pengkhianatan di mulai hari ini.Mengingat kejadian kemarin Oliv pergi bersama Nicho, masih menjadi bayang-bayang ingatan Aurel."Rel..." Teriakan seorang gadis dari belakang Aurel membuatnya membalikkan badannya dan melihat pemilik suara itu."Ella? Tumben banget kamu datang jam segini." Aurel terkejut melihat sahabatnya yang datang di jam seperti ini.Biasanya Ella lah anak gadis yang terkenal dengan keterlambatan di dalam kelas, bahkan para guru sampai hafal dengan nama Ella jika ia terlambat pergi ke sekolah."Iya, kemarin aku dapat pesan dari Melly, katanya Oliv sudah mengkhianati persahabatan kita, apakah itu benar?."Aurel hanya bisa terdiam mendengar itu. "Ternyata Melly sudah memberitahukan dengan Ella masalah kemarin," ujar Aurel dalam hati."Emangnya Melly juga nggak ngasih tau kamu apa pengkhianatan Oliv sama kita?."
"Assalamualaikum Bun? Aurel pulang," ujar Aurel sebelum masuk kedalam rumahnya.Dari kecil Aurel selalu diajarkan orang tuanya untuk mengucapkan salam sebelum masuk atau keluar dari rumahnya, jadi ajaran itu sampai sekarang masih digunakan oleh Aurel."Waalaikumsalam, iya sebentar," balas seorang paruh baya dari dalam rumah Aurel, dia adalah Maya, bundanya Aurel.Dia adalah bidadari dunia yang dimiliki oleh Aurel, dia orang yang yang selama ini merawat dan membesarkan Aurel, tak pernah kata lelah, sehingga Aurel bisa sebesar ini.Cklek! "Eh anak bunda udah pulang, masuk nak," ujar Maya setelah itu Aurel menyalami tangan Maya.Akhirnya Aurel masuk kedalam rumah yang begitu mewah dan megah, dari kecil Aurel sudah terlahir dari keluarga yang kaya, itu semua berkat Ayahnya yang bekerja keras siang dan malam."Kamu ganti baju dulu ya? Biar bunda siapkan makan siang buat kamu," bunda Maya mengelus pucuk rambut Aurel dan mencium keningnya."
"Apa-apaan ini, pemandangan pagi apa ini, melihat Nicho sama Oliv."Melly begitu kesal memandang pemandangan yang membuatnya sakit mata, sedangkan Aurel hanya bisa mengelus pundak Melly agar bisa meredakan emosinya."Sudah-sudah Mel, biarkan mereka, kan sudah pacaran, jadi nggak ada salahnya kalo mereka bermesraan di sini." Aurel mengatakan yang sejujurnya."Iya juga kata kata Aurel, Mel kamu nggak bisa kayak gitu, udahlah biarkan mereka saja," ujar Ella."Ya tetep saja aku nggak terima, meskipun mereka bisa bermesraan, tapi aku masih saja tidak terima Oliv bahagia di atas penderitaan Aurel." Melly berkata tegas."Sudahlah Mel, kamu tenang saja aku juga tidak terlalu mempermasalahkan Oliv jika bersama Nicho, nanti aku akan berusaha mengambil Nicho dari Oliv," jelas Aurel membuat mereka menoleh kearah Aurel."Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan hatinya Nicho? Kemarin saja aku denger kalo Nicho cintanya sama Oliv bukan sama kamu."
"Darimana saja kalian berdua? Dicariin malah menghilang nggak tau kemana."Nicho menatap tajam mata kedua sahabatnya Iqbal dan Bastian yang saat ini sudah ada di depan matanya."Kita habis dari kantin dulu tadi, kita lapar tau, lagian kamu tadi ke kantin nggak membiarkan kita makan dulu, main tinggal-tinggal ajah," balas Iqbal."Tau nih, lagian pacar kamu itu mana? Bukannya kamu tadi sama pacar kamu ya?" tanya Bastian membuat Nicho membolakan matanya."Dia lagi ke Perpustakaan sama temannya, jadi aku sendirian di sini, mangkanya kalian aku suruh datang kesini biar aku nggak sendirian lagi."Mendengar itu Iqbal menyenggol lengan Bastian dan membisikan sesuatu di telinganya."Kamu dengar sendiri kan? Kalo nggak ada pacarnya ajah kita di lupain, tapi kalo nggak ada Oliv, kita di butuhkan, beda banget kan Nicho nggak kayak dulu?" tanya Iqbal dengan suara berbisik."Iya kenapa dia malah jadi begini sih, aku juga bingung dengan
Aurel berjalan dengan sedikit lemas di koridor sekolah, pagi yang sangat buruk baginya, entah mengapa kepalanya sangat pusing hari ini.Rasa semangat Aurel pun tak tercurah sedikit pun di wajah Aurel. "Duh... Sakit banget kepala aku."Aurel berjalan sambil memegangi kepalanya.Aurel duduk di mejanya, melihat seisi kelas ternyata masih sepi, jadi Aurel menggunakan kesempatan ini tidur sebentar.Tadi malam terlalu banyak tugas jadi membuat Aurel begadang, dan biasanya Aurel mengerjakan tugas di siang hari namun kemarin tidak bisa, karena ada teman-teman arisan Bundanya datang ke rumah"Aurel? Rel..."Seseorang datang sambil menggoyangkan tubuh Aurel yang baru saja terlelap dalam tidurnya.Aurel membuka kembali matanya dan ternyata itu adalah Melly."Eh... Iya Mel ada apa?" tanya Aurel sambil mengucek matanya itu.Melly tersenyum. "Gue bawain lu sesuatu nih." Melly memeberikan sesuatu kepada Aurel."Apaan nih?" Aurel
"He'em..." Aurel memberikan deheman agar Nicho menyadari akan kehadiran dirinya."Eh iya Rel ada apa?."Aurel bergetar mendengar Nicho tang menyebutkannya namanya. Hati Aurel? Jangan di tanya, sudah pasti bahagia."Heum... Aku... Aku mau ngasih ini buat kamu," tanpa pikir panjang lagi Aurel langsung menyodorkan sebuah coklat batangan itu di depan Nicho.Nicho menatap heran kearah Aurel."Coklat? Buat apa?" tanya Nicho membuat Aurel bingung mencarikan alasan yang pas agar Nicho bisa menerima coklat pemberiannya itu."Heum... Buat... Nggak ada apa-apa sih cuma pengen ngasih coklat ajah." Aurel tak memiliki alasan yang tepat untuk itu.Nicho menatap aneh dengan Aurel, kenapa ia tiba-tiba memeberikan coklat?Di sisi lain Nicho memiliki rencana lain dengan coklat itu. "Coklat? Lumayan juga.""Oh yaudah aku terima ya? Thanks!" Aurel tak percaya melihat Nicho yang menerima coklat itu, seperti mimpi rasanya."
"Jadi gimana rencana selanjutnya biar Aurel bisa bersama Nicho?" tanya Ella, ia sudah menanti Beberapa cara dari Melly.Ella akui dirinya tidak sepandai Melly jika membuat suatu rencana, Ella hanya menjalankannya saja."Sebentar aku lagi mikir ini."Melly memilih posisi yang enak dengan cara duduk tegap dan meminum es cappucino yang ia beli tadi."Gimana kalo kita buat ajah mereka bertemu?" tanya Melly membuat Ella mengernyitkan dahinya."Lalu? Kalo mereka udah ketemu mau ngapain?" tanya Ella balik."Heum gimana kala....-"Hai semua," ucapan Melly terpotong karena ada keberadaan Aurel yang baru saja datang."Eh... Aurel darimana ajah sih? Lama bener datangnya," ujar Ella melihat wajah Aurel penuh dengan keberanian."Aku habis dari taman sebentar," balas Aurel dan membuat mereka semua terkejut."Ngapain?.""Ya nggak ada apa-apa sih cuma pengen lihat-lihat bunga-bunga yang ada di sekolah ini, pengen cuc
"Beib..." Oliv mengelus lengan sang pacar dengan penuh manja."Iya Beib, ada apa?" tanya Nicho di samping Oliv."Aku mau ngomongin sesuatu masalah Mamah," jelas Oliv sedikit menunduk.Hal itu membuat Nicho menjadi sangat prihatin dengan sang pacarnya itu."Iya ada apa sama mamah kamu Beib..." Nicho menciumi tangan Oliv dengan penuh kasih sayang."Duh... Ngapain sih pakai acara nyium tangan aku kayak gini," ujar Oliv dalam hati."Eh... Heum itu mamah aku kan kalo nyuci baju tangannya sering sakit, aku jadi nggak tega lihatnya sampai tangannya merah-merah gitu."Nicho masih menyimak cerita Oliv itu, "Jadi aku mau membelikan hadiah mesin cuci buat mamah aku... Tapi ya gitu..."Oliv memberhentikan ucapannya dan membuat Nicho mengernyitkan dahinya. "Tapi gimana?" tanya Nicho yang sangat ingin kelanjutan dari cerita itu yang belum habis.Oliv menatap ke arah Nicho, "Tapi uang aku kurang beib..."Nicho pun tersenyum mani