“Saya? Cemburu? Tidak mungkin,” elak Arya sambil melipat kedua tangan di depan dada.“Syukurlah kalau tidak, saya ingin bertemu dengan Bayu untuk menjelaskan beberapa hal padanya tentang pekerjaan,” sahut Ayda dan hendak keluar dari ruang kerja Arya.Dengan berdecak kesal, Arya menarik tangan Ayda dan menahannya. “Saya akan menyuruh karyawan lain untuk mengajarkan dan mengawasi Bayu. kamu tidak perlu menemuinya dan kembali bekerja,” titah Arya yang berusaha untuk menutupi rasa cemburunya.Sedangkan Ayda yang sudah mengetahui Arya sangat cemburu ketika dirinya dekat dengan Bayu pun langsung menyetujui perintah atasannya. Namun, sebelum keluar dan lanjut bekerja. Ayda ingin menanyakan sesuatu tentang Laras yang datang untuk menemui Arya.“Ada apa, hmm?” tanya Arya saat melihat Ayda seperti sedang memikirkan sesuatu.“Ti-tidak. Saya hanya ingin menanyakan soal Laras. Apa yang dia lakukan saat bertemu dengan Pak Arya tadi? Saya sempat menahanya di depan pintu, tapi Bayu datang dan membawa
*** Arya POV Ketika melihat seseorang yang kita sayang meneteskan air mata. Rasanya seakan ada getaran yang menusuk hati di kala tenang perlahan menghilang. Arya tidak bisa membohongi diri dengan mengatakan dirinya baik-baik saja saat Ayda menangis dan mengungkapkan kekhawatirannya. Jika bisa Arya memutar waktu. Ia tidak akan membiarkan satu tetespun air mata lolos dari kelopak mata Ayda. Bersama rintik hujan, Arya berusaha menenangkan Ayda yang menjadi sangat emosional saat teringat dengan kejadian kecelakaan yang merenggut sejenak kesadaran Rahman, ayahnya. “Saya takut, saya ngga bisa hidup tanpa ayah.” Perkataan Ayda terus terngiang dalam pikiran Arya yang merasa bersalah karena gagal menjaga kebahagiaannya. Bahkan di tengah keramaian, Arya masih tetap bisa mendengar isak tangis Ayda meski kini ia pergi sendiri ke supermarket. Sesuai dengan permintaan Ayda yang ingin membelikan sesuatu untuk ayahnya. Dengan senang hati Arya pergi seorang diri setelah mengantar Ayda ke rumah s
*** Ayda POV “Rasanya sakit, Pak. Sangat sakit!” Ayda terisak dalam pelukan Arya, menumpahkan rasa sesak yang mendominasi perasaannya. Tangannya bahkan mengepal kuat kemeja yang Aryda pakai untuk melampiaskan rasa kecewa dalam dada. Kepercayaan yang selama ini ia tanam, telah hancur tak tersisa. Di sela tangisannya, Ayda tersadar dan melepaskan pelukan Arya. “Saya ingin sendiri,” ucapnya dan hendak pergi. Namun, Arya menghentikan langkah Ayda dengan menarik tangannya. “Izinkan saya untuk menjelaskan semuanya, Ayda. saa mohon,” pinta Arya dengan raut wajah bersalah. Ayda yang tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun tak menghiraukan perkataan Arya. “Tidak ada yang perlu dijelaskan, Pak. Saya sudah melihat semuanya,” Ayda yang melanjutkan langkahnya dan melepaskan genggaman tangan Arya. Sudha cukup ;uka yang ia terima. Ayda bukan wanita kuat dan pemaaf yang bisa mengabaikan rasa sakitnya. Air mata terus mengalir deras dengan tubuh gemetar. Menjauh dari Arya adalah pilihan terbaik
***Di pojok kafe, Ayda berusaha menjernihkan pikiran bersamaan segelas teh hangat yang menemaninya. Jarinya memutar perlahan ponsel yang ia letakkan di atas meja.Setelah hampir satu jam berada di kafe seorang diri, Ayda mulai merasa tenang dan perlahan bisa melupakan kejadian di lorong rumah sakit. Ia sadar sudah banyak kata terlontar dari mulutnya yang bisa melukai perasaan seseorang, termasuk Sri.Belum lagi perdebatan dengan Arya yang terjadi sebelumnya berakhir tanpa kesimpulan untuk menyelesaikan kesalahpahaman. Ayda yang memberikan Arya kesempatan untuk membuktikan perkataannya mulai cemas. Hatinya berharap Arya akan berhasil mengembalikan kepercayaannya.Akan tetapi, di sisi lain. Ayda merasa cemas dengan apa yang terjadi pada hubungannya kelak. Alunan musik yang mengiri berjalannya waktu membuat Ayda tersadar hari semakin malam dan ia harus segera pulang. Meski sebelumnya Arya sempat mengajak Ayda pulang bersama, tapi Ayda menolak dan mengatakan akan pulang seorang diri sete
“Semoga saja.” Ayda melanjutkan langkahnya bersama Arya yang memegang erat tangannya.Kesalahpahaman yang terjadi tidak bisa membuat Ayda melupakan cinta pada Arya sepenuhnya. Jauh dalam lubuk hati terdalam, Ayda tidak bisa melihat Arya terluka ataupun menderita. Dengan penuh hati-hati, Ayda membantu Arya menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju kamar mereka.Kondisi rumah yang terlihat sepi membuat Ayda merasa lega karena tidak ada nada yang mengetahui kondisi mereka. Sudah cukup Ayda meluapkan semua emosi dalam hatinya. Kini Ayda harus kembali dengan kenyataan bahwa ia masih menjadi istri Arya.“Saya akan mengambil kotak obat,” ucap Ayda saat tiba di kamar.Arya yang masih dalam posisi berdiri menatap penuh rindu melihat senyum bahagia Ayda. “Saya akan suapin kamu makan.” Arya berusaha memperbaiki keadaan.Akan tetapi, Ayda yang tidak ingin banyak berinteraksi dengan Arya langsung menatap dingin ke arahnya. “Saya masih mampu untuk makan sendiri. Silahkan Pak Arya makan dan saya
Arya POVRasanya lega ketika dapat melihat Ayda tersenyum bahagia. meski ia harus menerima panggilan baru Ayda padanya. akan tetapi, ia sama sekali tidak merasa keberatan dan semakin jatuh cinta pada Ayda. Wanita yang dapat merubah hending jadi ramai, dingin jadi hangat, dan kesla jadi sayang. Semua yang terjadi saat ini berkat Ayda, cintanya bisa meluluhkan hati dingin Arya.“Hei awas ya!” pekik Arya saat Ayda berlari lebih dulu meninggalkannya,Kata bucin yang Ayda katakana mmebuat Arya menyadari satu hal. Untuk pertama kalinya ia bisa mengatakan hal yang sangat sulit untuk ia katakana. Bahkan ketika menjalin hubungan dengan Laras. Arya tidak pernah memanggilnya dengan sebutan sayang jika tidak terpaksa.Tak mau kalah, Arya pun menyusul langkah Ayda yang berjalan lebih dulu ke ruang perawatan Rahman. Semua kesalahpahaman telah selesai, Arya ingin meminta restu pada Rahman untuk resepsi pernikahan yang akan dilakukan. Meski sempat merasa tegang. Akan tetapi, Ayda mampu menghilangkan
Ayda POVHampir satu jam lamanya Ayda menunggu Arya selesai dengan pekerjaannya. Siang ini Arya sudah berjanji akan mengantar Ayda untuk pergi fitting gaun yang akan dikenakan untuk resepsi pernikahan. Akan tetapi, setelah habis tiga gelas es teh di meja Ayda. Arya tak kunjung datang menemuinya di kantin yang mulai sepi.“Ih Arya kemana sih? katanya bakal nyusul, tapi sampai sekarang belum datang juga.” Ayda berdecak kesal sambil melihat ke arah jam di tangannya.Bersamaan dengan itu, muncul Bayu yang datang dengan membawa sebuah coklat di tangannya. Wajah Ayda yang semula terlihat kesal pun berubah saat Bayu duduk di sebelahnya. “Ini untuk Mbak,” ujar Bayu sambil menyodorkan cokelat berpita merah pada Ayda.Tanpa ragu Ayda pun menerimanya. “Terima kasih, memangnya dalam rangka apa?” tanya Ayda sambil membuka bungkus cokelat dan mulai melahapnya.“Tidak dalam rangka apa-papa. Tadi saya lihat Mbak Ayda kesal. Jadi, saya kasih cokelat ini agar suasana hati Mbak kembali membaik,” jelas
“Emm.” Ayda bergumam saat Arya perlahan menggigit cokelat di sisi lainnya.Kondisi jalan yang sepi seakan mendukung aksi romantis antara Ayda dan Arya yang baru merasakan manisnya cinta. Ayda yang merasa gugup tidak bisa mengontrol perasaannya. Terlebih ketika bibir Arya mulai mendekat.Drtttt!Benda pipih yang terletak dibalik saku jas Arya menghentikan aksinya. Di tengah asmara yang berkobar, panggil dari Darma membuat Arya mengurungkan niatnya. “Maaf, saya harus angkat telepon dari nenek,” jelasnya dengan raut wajah memelas.Ayda yang merasa lega karena bibir Arya perlahan menjauh pun langsung menghabiskan cokelat di bibirnya. Maksud hati ingin menghibur Arya, tapi akhirnya Ayda yang tak siap melakukannya. Situasi di pinggir jalan membuat Ayda merasa tidak nyaman untuk melakukan hal yang akan bahaya jika dilihat orang.“Iya, Nek. Arya akan segera pulang setelah fitting gaun,” ucap Arya dan langsung menutup panggilan.Ayda yang mendengarkan percakapan Arya dengan Darma pun menahan t