“Kamu dari mana aja sih Ayda?” tanya Arya yang terlihat kesal karena harus menunggu lama di parkiran.Dengan cepat Ayda pun menutup pintu mobil dan mengenakan sabuk pengaman. “Iya maaf, Pak. Tadi saya habis telpon bibi saya dulu,” sahutnya yang menjawab apa adanya.Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arya pun langsung melajukan mobilnya. Terlihat jelas ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Hal itu membuat Ayda merasa ragu untuk mengajak Arya datang ke rumah bibinya. Meskipun masih ada harapan Arya akan bersedia, tetapi membayangkan penolakan membuat Ayda mengurungkan niatnya.Dalam perjalanan pulang, Ayda pun hanya diam dan menatap ke arah jendela. Pikirannya bergelut dengan alasan apa yang bisa ia berikan pada sang bibi yang pasti sudah menunggunya datang. Akan tetapi, Ayda sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Arya.Hingga akhirnya, setibanya di rumah. Ayda pun bergegas turun dari mobil. Niatnya untuk menemui bi Sri pun ia urungkan saat melihat raut w
“Fahri,” ucap Ayda sambil perlahan berjalan mendekati adiknya. Dengan lembut ia mengelus pucuk kepala Fahri dan mengecupnya. “Sudah ya takutnya. Om ini bukan orang jahat ko, kakak juga mengenalnya. Jadi, kamu tidak perlu ketakutan seperti ini ya,” urainya dengan penuh kasih sayang.Arya yang sejak tadi memperhatikan Fahri pun mengernyitkan dahinya. “Apa yang terjadi padanya?” tanyanya sambil menatap Ayda.“Hmm, saya akan jelaskan masalah itu nanti,” balas Ayda sambil memeluk Fahri dan berusaha menenangkannya. Menjadi seorang kakak sekaligus ibu bagi seorang adk bukanlah hal yang mudah. Saat Fahri baru berusia lima tahun, Ayda harus menerima kenyataan pahit kalau kaki kanan Fahri harus diamputasi karena kecelakaan yang dialami.Meskipun berat untuk menerima kenyataan, tetapi Ayda harus terlihat kuat di hadapan malaikat kecil dalam hidupnya. Dengan sepenuh hati Ayda menyayangi Fahri yang membutuhkan perhatian khusus darinya. Terlebih hingga saat ini, Fahri terkadang selalu merasa takut
Rasanya seperti mimpi saat mendengar kalimat indah yang terucap dari mulut Arya. Bahkan sulit rasanya menerima kenyataan bahwa semua ini hanyalah pura-pura. Seharusnya Ayda tidak membawa perasaannya dari permainan yang tak akan bertahan lama. Akan tetapi, dalamnya makna yang Arya katakan membuat Ayda merasa begitu nyata dengan rasa cinta yang ada.“Kamu sangat beruntung mendapatkan suami seperti Arya. Dia terlihat sangat mencintai kamu, Ayda. Dari caranya bicara, bibi bisa melihat ketulusan dari matanya. Bersama Arya, bibi yakin kamu akan merasa bahagia,” ucap Sri yang sedang merapikan meja makan setelah makan malam bersama selesai.Ayda yang sedang mengupas buah mangga pun terenyuh dengan perkataan Sri padanya tentang Arya. Dalam hati ia berharap kebahagiaan yang dikatakan bibinya adalah benar, tetapi nyatanya ia pun mengetahui semua itu hanya sebuah kebohongan. Tanpa mengatakan apa pun, Ayda pu hanya tersenyum saat Sri mengatakan banyak hal padanya tentang ketulusan Arya.Setelah s
Arya POV“Apa seharusnya saya tidak melakukan ini? Kenapa rasanya sangat aneh setelah bertemu dengan keluarganya? Tidak seharusnya saya merasakan hal ini, bahkan pertemuan dengan Velin pun dibatalkan hanya karena tidak tega meninggalkan Fahri sendirian setelah berhasil mendapatkan perhatian darinya,” gumam Arya dalam hati yang merasa bingung dengan apa yang sudah ia lakukan.Dalam perjalanan pulang tidak banyak obrolan yang tercipta. Arya bergulat dengan pikiran sambil sesekali menatap Ayda yang terlihat sangat kelelahan. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Arya meraih ponselnya dari saku jas dan menyalakan data jaringan.Setelah beberapa detik berlalu, muncullah banyak notifikasi dari ponsel Arya yang baru mendapatkan kehidupan setelah dibekukan. Arya memperlambat laju mobilnya dan membuka satu persatu pesan yang masuk.“Pak,” panggil Ayda saat melihat Arya sedang tidak fokus menyetir.“Hmm,” balas Arya dengan gumaman sambil terus melihat ke layar ponsel.Ayda yang takut terja
Ayda POV“Kemana pak Arya pergi? Apa dia akan pulang? Tapi kenapa dia tidak bilang akan pulang jam berapa, saya pasti akan menunggunya,” ucap Ayda yang merasa gelisah karena Arya tak kunjung pulang.Dua jam sudah berlalu, tapi Ayda masih belum tidur dan menunggu kedatangan Arya yang entah kapan akan pulang. Sejak kepergian Arya, Ayda tidak bisa merasa tenang. Sesekali ia merasa dirinya bersalah karena sudah membuat Arya harus melanggar janjinya untuk menemui seseorang. Akan tetapi, di sisi lain Ayda juga merasa kesal karena Arya selalu menyalahkan dirinya.Dengan ditemani cahaya bulan, Ayda duduk di balkon kamar sambil sesekali melihat ke arah gerbang. Embusan angin yang terasa dingin tak mengurungkan niat Ayda untuk menunggu kedatangan Arya. Meskipun tidak ada kewajiban untuk melayani Arya di rumah, tetapi Ayda ingin memastikan bahwa suami sekaligus atasannya itu pulang dengan selamat.“Semoga pak Arya baik-baik aja deh. Kenapa ya rasanya cemas banget, kalau sampai terjadi sesuatu sa
“Itu bukan urusan kamu,” ujar Arya yang terlihat sangat kesal. Ayda yang semakin merasa bersalah pun terus mencoba untuk bicara pada Arya. “Saya yang sudah mengacaukan rencana Pak Arya. Jadi, saya mau minta maaf karena su-” “Tidak perlu, Ayda! Apa kata maaf kamu bisa merubah semua yang sudah terjadi? Apa rasa bersalah kamu bisa membuat waktu balik lagi? Tidak ‘kan? Jadi, lebih baik kamu keluar dan jangan ganggu saya untuk saat ini!” bentak Arya dengan nada tinggi dan mata yang menatap tajam ke arah Ayda. Tanpa mengatakan apa-apa, Ayda pun diam dan perlahan pergi meninggalkan ruang kerja Arya. Meskipun semua yang dikatakan Arya benar, tapi Ayda tetap ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan mencoba untuk memperbaiki kesalahan yang sudah ia lakukan. Namun, sampai saat ini Arya bahkan tidak pernah menjelaskan apa pun permasalahan yang terjadi. Sampai akhirnya, Ayda hanya bisa diam dan menunggu jawaban datang tanpa kepastian. Dengan rasa sedih dan kecewa pada dirinya sendiri, A
Ayda menghela napas panjang dan menatap kepergian Arya. Dalam hati ia menggerutu kesal, dirinya merasa sangat menyesal karena tanpa sengaja melihat adegan yang tidak seharusnya. Terlebih Ayda sempat merasa sesak dan juga kecewa. Pernikahan yang hanya sebuah kesepakatan tidak seharusnya membuat Ayda merasa memiliki Arya sepenuhnya. Dengan pikiran yang berantakan, Ayda pun terpaksa melanjutkan pekerjaan dan berusaha bersikap tenang. Meskipun hatinya sangat ingin segera pergi dan mengurung diri. Akan tetapi, Ayda tidak memiliki kebebasan untuk melakukan apa pun yang ia inginkan. Belum lagi setumpuk berkas yang sudah menanti untuk ia singgahi membuat Ayda merasa sangat frustasi. “Hei, kenapa sih mukanya ditekuk gitu?” tanya Rara yang tiba-tiba datang dan mengagetkan Ayda. “Ih Ra, bisa ngga sih kalau datang itu ngucapin salam. Kaget tau!” pekik Ayda sambil merapikan meja yang terlihat sangat berantakan. Rara yang merasa bersalah pun meminta maaf. “Lagian kenapa sih mukanya keliatan kusu
“Kamu tidak mau saya antar?” tanya Arya yang terlihat sangat serius. Ayda yang tidak mengira Arya akan mengatakan hal itu padanya pun langsung menggelengkan kepala. “Tidak. Saya bisa pergi sendiri. Lagi pula Pak Arya kan sudah ada janji bertemu dengan seseorang. Saya tidak mau mengganggu waktu Pak Arya untuk yang kedua kali,” ungkapnya yang tidak ingin kembali merasa bersalah. Namun, ucapannya tidak berarti apa pun bagi Arya yang sudah menentukan keputusannya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arya mulai melajukan mobil dan memutar arah. Ayda yang hendak turun pun merasa bingung dan mengurungkan niatnya. Entah apa yang dilakukan Arya, tetapi Ayda tetap bersikeras untuk pergi sendiri tanpa merepotkan atasan sekaligus suaminya itu. “Ikuti perintah saya, Ayda. Saya bukan lelaki jahat yang akan membiarkan seorang perempuan mencari kendaraan di tengah malam untuk membawa adiknya ke rumah sakit,” ujar Arya sambil melajukan mobilnya ke arah rumah Sri, bibi Ayda. “Pak Arya serius? Terus janji