Masuk"Maksudmu, karena usiaku sudah tidak muda dan statusku sebagai janda maka kamu adalah pilihan terbaik bagiku saat ini, begitu?"
"Bisa dikatakan begitu, aku juga menuntut banyak, hanya meminta kamu bisa melahirkan anak untukku." "Go to hell." Sahut Griselle sambil beranjak berdiri dan melangkah pergi. Griselle melangkah dengan kaki lebar, ia tidak ingin pria tersebut mengejarnya. Ia takut tidak bisa mengontrol emosinya lalu menghajar pria itu. Langkah kaki yang terburu-buru membuatnya menabrak seorang pria yang sedang berdiri menunggu lift. "Maaf." Kata Griselle sambil menatap pria itu, pria itu hanya melirik dengan lirikan tajam. Griselle sedikit merasa tidak nyaman dengan lirikannya, ia mundur berdiri di belakang pria itu. Menatap punggung pria itu, dengan tinggi badannya yang seratus tujuh puluh empat centimeter, Griselle hanya sebahu pria itu. Griselle tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya, pria itu menggunakan topi yang menutupi dahinya dan masker yang menutupi bagian bawah wajahnya. Pintu lift terbuka, pria itu segera melangkah masuk dan menekan tombol. Pria itu menatap tajam ke arah Griselle, ia menungu Griselle masuk. Melihat tatapan tajam pria itu, Griselle kembali merasa tidak nyaman. "Silahkan, saya sedang menunggu seseorang." Kata Griselle sambil menengok ke arah lain seolah-olah mencari seseorang, lalu pria itu menutup Lift. Pria yang dingin, kata Griselle dalam hati. Mobil Griselle tiba di rumah bersamaan dengan mobil Lily yang baru tiba. Satpam rumah segera membuka gerbang lebar-lebar. "Bagaimana kencan butamu?" Tanya Lily yang baru turun dari mobil. "Nanti di kamar baru cerita." Jawab Griselle sambil memeluk bahu sahabatnya itu, lalu mereka masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu tampak mama Griselle sedang duduk menonton televisi, melihat kedatangan Griselle dan Lily.. “Adriana mana?” Mama Griselle menyambut saat melihat kedatangan mereka. “Adriana lagi acara keluarga tante. Tante tenang saja, Lily akan menemani tante malam ini. Tinggal bagaimana cara tante mengusir suami tante dari kamar.” Goda Lily pada mama Griselle. Mama tertawa, lalu mencubit pipi Lily. Mendengar suara Lily yang keras, Oma keluar dari kamarnya. “Oma…bagaimana kabar oma?’ Lily menghampiri oma dan memeluknya. “Sudah lama nggak datang, sekali datang langsung membuat kehebohan.” Kata oma sambil mencubit pinggang Lily, Lily mengandeng oma ke arah sofa. Griselle dan mamanya juga sudah duduk di sana. “Kamu menginapkan?" Tanya oma kepada Lily. “Iya oma, Lily juga menginap kok. Opa kemana?” “Itu lagi main catur sama om di kebun.” Jawab mama lalu ia menatap ke arah Griselle, "bagaimana dengan pertemuanmu?" "Biasa saja ma, hanya percakapan ringan." "Iya, berteman dulu, kalau memang jodoh nanti juga akan ada jalan." Sahut oma. Lily hari ini akan menginap di rumah, orang tua juga oma dan opa Griselle sangat senang. Rumah yang hanya memiliki Griselle sebagai putri dan cucu mereka, memang terasa sedikit sepi bagi mereka. Lily dan Adriana sendiri sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka. Karena adanya Lily di rumah, maka mereka bermain kartu. Mereka semua bermain kartu dengan taruhan uang. Dan pemenang terbanyak oma Griselle. Sesuai perjanjian awal, uang kemenangan untuk membeli durian. Griselle dan Lily pergi membeli durian di toko terdekat. Malam itu seluruh penghuni rumah orang tua Griselle berpesta durian. Termasuk semua pembantu dan satpam ikut menikmati. "Bagaimana sama kucing tadi?" Tanya Lily begitu mereka masuk ke dalam kamar. "Itu kucing bukan cari jodoh tetapi mencari mesin untuk melanjutkan keturunan." Jawab Griselle sambil melepas pakaiannya dan berganti dengan pakaian tidur. Lily tertawa mendengar jawaban Griselle. Sambil tiduran Griselle bercerita tentang kencan butanya dan mereka berbincang hingga tertidur. Seminggu setelah kejadian di mall, "Tok!Tok!" Terdengar suara ketukan di pintu, lalu pintu terbuka dan Adriana masuk dengan wajah dihiasi senyum lebar. Griselle hanya meliriknya sekilas, lalu tatapannya kembali ke layar komputer. "Say, sibuk amat, ini malam sabtu loh." Suara Adriana terdengar dari dapur mini yang terdapat di ruangan Griselle. "Hidupmu benar-benar tanpa beban, ya." "Beban pasti ada lah, cuma aku ngga mau terlalu pusing. Nanti malam jalan yuk." Adriana berjalan ke sofa sambil membawa dua cangkir kopi. Griselle menghentikan kegiatannya dan menghampiri Adriana yang sudah duduk di sofa. "Mau kemana?" Tanya Griselle sambil mengambil cangkir kopi yang di beri oleh Adriana. "Cafe, ada kucing ganteng mau aku kenalkan ke kamu." "Teman dari teman kencanmu?" Tanya Griselle sambil menaruh pantatnya ke sofa dan di balas dengan anggukan kepala Adriana. "Ayolah say, coba sekali-kali nikmati hidup ini." Ucap Adroana sambil beranjak duduk ke sofa samping Griselle dan memeluk bahunya dan merebahkan kepalanya ke bahu Griselle. Griselle termenung sejenak, lalu menganggukkan kepalanya. “Lily ikut?” “Menurutmu, itu anak nggak akan ikut? Mana mungkin lah…” Griselle hanya tersenyum membenarkan perkataan Adriana. "Nanti aku jemput jam tujuh tiga puluh malam ya. Habis itu, kita jemput Lily. Nanti pulangnya, aku sama Lily mau sekalian menginap di rumahmu." "Memangnya kalian nggak buka room sama kucing kalian?" “Kalau aku sih nggak, baru kenal sama ini kucing. Kalau Lily nggaktahu. Nanti tanya dia saja, kalau dia mau open room sama kucingnya, ya minta Lily bawa mobil sendiri.” "Lily kenal sam kucing yang dibawa oleh temanmu?" "Nggak, cuma kamu tahu sendiri Lily. Kalau lagi ingin, terus ketemu kucing yang menarik minatnya, dia nggak masalah dengan ajakan open room." Griselle hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Ok, kalau begitu." Pukul delapan malam, mobil Adriana keluar dari gerbang rumah orang tua Griselle. Mobil itu menuju ke rumah Lily. Lalu mobil yang berisi tiga wanita itu menuju ke sebuah cafe di area perkotaan. Setelah memarkir mobil, mereka memasuki cafe tersebut. Kedatangan mereka membuat beberapa mata pria memandang dengan tatapan kagum. Beberapa dari mereka berusaha mendekati, tetapi segera di usir oleh seseorang yang bertubuh besar yang berpakaian mewah, Andre, pemilik cafe ini. "Tumbeeen say...sudah lama kalian bertiga nggak kelihatan." Sapa Andre sambil langsung menyambut mereka bertiga. Andre, dia mantan pegawai papa Lily yang kini menjadi pemilik cafe ini. "Kenapa? Sepi nggak ada kita-kita?" Balas Lily sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Andre. "Sepi lah...kalian lagi ada janjian sama kucing baru ya, makanya datang ke sini?" Balas Andre lalu ia mengajak mereka bertiga menuju ke sebuah meja kosong. "Ho oh, dia tuh." Jawab Griselle sambil menunjuk Lily dengan bibirnya. "Yang mana? Biar aku lihat, awas kalau dia berani macam-macam." Kepala Andre menengok kanan kiri. "Belum datang." Dijawab oleh Adriana..Pukul tujuh tiga puluh malam, mobil Griselle terlihat keluar dari kediaman orang tuanya.Griselle memasuki cafe milik Andre, dia menemukan meja di mana Lily dan Adriana sedang duduk. Di samping mereka ada dua pria yang menemani, Griselle segera menghampiri mereka."Sorry ya semua, aku terlambat. Jalanan agak macet tadi." Sapa Griselle dengan sedikit melirik ke arah ke dua pria itu. Tampan, kata Griselle dalam hati.Kedua pria itu segera berdiri dan mengulurkan tangan mereka."Santai say, sini aku kenalin.”Lily memperkenalkan kedua pria itu kepadaGriselle. Griselle akhirnya tahu yang mana bernama Joshua, teman kencan Lily. Sedangkan pria yang lain bernama Teddy yang terlihat berbincang akrab dengan Adriana. Mereka lalu duduk, saat Griselle hendak duduk, Lily menahannya.Lily menunjuk ke arah sebuah meja, di mana ada seorang pria bertopi yang sedang membaca buku duduk di meja lain tidak jauh dari mereka." Teman Joshua dan Teddy, lihat dia terpikat nggak sama kamu, Joshua bilang ngga mu
David mengeluarkan sebatang rokok, lalu berdiri dan meletakkan rokok itu ke bibir orang gila. David menyalakan api untuknya, dan orang gila mulai merokok. David memberi tanda agar orang gila duduk sambil menunjukkan gelas kopi.Orang gila itu duduk tetapi David bergerak menarik rambutnya keras ke bawah sehingga menghantam meja. Selanjut sebuah tinju menghantam rahang orang gila itu dan dia pingsan. David kembali duduk dan memesan ulang kopi hitam karena kopi sebelumnya tumpah saat kepala orang gila itu menghantam meja."Ini bukan orang gila cuma orang stres, orang gila masa mengerti cara merokok." Ucap David asal sambil melirik ke arah dua sahabatnya. Akhirnya orang gila dibawa pergi oleh satpam komplek apartemen. Teddy dan Joshua hanya menggelengkan kepalanya melihat tindakan sahabatnya itu, lalu mereka kembali duduk."Mau sampai kapan kamu begini Vid? Kamu nggak merasa kalau kamu terlalu dingin dengan keadaan sekitarmu?" Tanya Joshua sambil mengambil sebatang rokok David, lalu men
"Temui Hendri, jangan keras terhadap dia, juga jangan memberi harapan." Kata papa dengan tenang, lalu ia berbalik pergi ke ruang kerjanya. Adriana terpaksa menemui Hendri.Belum sempat Adriana melangkah, mama memegang lengannya,"Papamu tidak akan pernah lupa akan penderitaanmu karena Hendri, percayalah, papa pasti punya alasan untuk ini." Sambil melangkah ke ruang tamu, Adriana mengernyitkan kening memikirkan perkataan mama."Kamu sudah pulang? Aku dengar dari papamu kalau kamu menginap di rumah Lily." Hendri berdiri saat melihat Adriana menghampirinya."Ada perlu apa?""Hanya ingin menemuimu.""Sekarang sudah ketemu, kamu bisa pulang." Sahut Adriana acuh sambil membalikkan tubuhnya. Hendri segera meraih lengan Adriana dan Adriana menepisnya dengan kasar."Apa maumu sebenarnya?" Wajah Adriana tampak dipenuhi kemarahan."Adriana, bisa kita duduk dan membicarakannya, please?" Tanya Hendri dengan nada memohon. Adriana teringat perkataan mama, lalu ia duduk tanpa mau memandang wajah Hend
"Bungkusmu sampai kebuka? Berarti kamu nggak dingin seperti kata mantanmu dong?” Lily dengan mulut penuh cemilan terus bertanya."Sebenernya aku nggak pernah merasakan apa yang dilakukan Heri. Di cium sana sini dan di belai. Jujur aku menikmatinya.” Griselle berhenti dan mengambil minum, setelah minum dua teguk." Oh pantas..." Adriana dan Lily mengangguk-anggukkan kepalanya."Makanya saat kalian bilang enak, aku juga bingung awalnya. Tetapi tadi sama Heri memang rasanya menyenangkan, tapi hatiku nggak ingin melakukanya." Griselle mengingat kembali kejadian di kamar."Terus? Kamu tinggal pergi?" Kembali Adriana bertanya dan Griselle menganggukkan kepalanya sebagai tanda jawaban."Tubuhku memang menginginkannya tetapi aku sebenar berusaha untuk tetap sadar, hatiku benar-benar nolak. Makanya pas dia mau buka bungkus bawahanku, aku sadar dan teringat perkataan Lily sebelumnya untuk memegang kendali.”"Terus kok kamu bisa tahu ukurannya?" Tanya Lily penuh penasaran, Adriana juga menganggu
Kain yang menutupi bagian bawahnya kini semakin basah, benda yang berada di balik kain itu tercetak dengan jelas. Tangan Heri dengan terampil bermain di area sensitifnya, Griselle menggigit bibirnya keras. Dia masih berusaha untuk mengembalikan kesadarannya.Tangan Heri mengait pinggiran kain segitiga berwarna kuning itu dan ciuman Heri mulai turun ke arah perutnya. Salah satu tangan Griselle segera menghentikan gerakan tangan Heri, ia menutup rapat kedua pahanya.Griselle menyingkirkan kepala Heri dari tubuhnya dan terduduk di atas tempat tidur. Nafas Griselle tersenggal-senggal, tanganya berusaha meraih kain penutup dadanya dan gaunnya."Sori, stop dulu Her." Kata Griselle sambil beranjak bangkit, tanpa menunggu persetujuan Heri. Griselle mengambil pakaian dan tasnya lalu menuju ke kamar mandi. Ia membersihkan bagian bawahnya, lalu memasukkan kain segitiga yang telah basah itu ke dalam kantong plastik, lalu Griselle mengeluarkan yang baru dari dalam tasnya, dan memakainya.Griselle
Griselle kini hanya berdua dengan pria itu, Heri."Kenapa cerai?" Tanya Heri membuka pembicaraan."Yaaa...udah ga cocok aja. Kalau kamu?""Sama..nggak kesepian?""Nggak, hidupku ramai saja." Balas Griselle santai."Maksudku waktu berada di kamar. Biasa ada pasangan di samping, sekarang nggak ada.""Nggak juga, itu hanya kebiasaan. Seiring waktu juga terbiasa. Kenapa? Kamu merasa kesepian?"tanya Griselle sambil menatap ke arah wajah Heri. Griselle menyadari Heri mencoba menggiring perkataan ke arah lebih dalam.“Terkadang rasa sepi itu datang, apalagi kalau lagi pas sehabis mengurus proyek. Pulang kerja dalam kondisi fisik dan mental lelah tetapi nggak ada yang di ajak ngobrol di rumah." Jawab Heri dengan membalas menatap tajam ke arah Griselle.“Oh, tinggal sendiri? Orang tua dimana?”“Iya sendiri, orang tuaku di kota lain. Di kota ini hanya ada adik perempuanku yang sudah menikah.” Jawab Heri sambil menyebut salah satu kota, tempat orang tuanya tinggal."Sudah berapa lama cerai?" Tan







