LOGINVanesa menatap pria di depannya dan air mata mengalir di pipinya.Ketika dia mulai menangis, Steven pun menjadi panik."Vanesa, jangan menangis, aku ....""Kenapa kamu nggak memberitahuku?" Vanesa menatap Steven. "Steven, ini hidupku. Aku nggak butuh kamu menyelamatkanku seperti ini ...."Rasanya jantung Steven seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik."Vanesa, hidupmu adalah hal yang paling penting."Steven mengulurkan tangan hendak mengusap air mata Vanesa, tetapi Vanesa menghindar dan berdiri.Vanesa menyeka air matanya sendiri, suaranya terdengar begitu dingin. "Kamu tukarkan sepuluh tahun menikah dengan hidupku! Steven, apa kamu pikir kamu sehebat itu?"Napas Steven tercekat. "Aku nggak terlalu memikirkan soal itu. Dalam situasi itu, yang kuinginkan hanyalah kamu selamat, Vanesa. Nggak ada yang lebih penting dari nyawa ...."Vanesa menatap Steven.Tiba-tiba, dia tertawa dan mengangguk. "Iya, kamu benar. Nggak ada yang lebih penting dari nyawa.""Vanesa, jangan berpikir m
Namun, makin banyak yang Vanesa baca, makin dia mengernyit.Alya terus menatap wajah Vanesa.Dia memperhatikan setiap ekspresi dan pandangan halus yang diberikan Vanesa.Setelah lima menit.Vanesa meletakkan perjanjian itu dan mendongak.Dia bertemu tatap dengan Vanesa.Alya sangat puas dengan ekspresi terkejut Vanesa."Apa kamu sudah membacanya dengan saksama?"Vanesa mengernyit dalam-dalam. "Jadi, kamu yang mendonorkan sumsum tulang buatku."Alya mengangkat alisnya. "Benar. Secara teori, akulah penyelamatmu."Vanesa meremas perjanjian itu."Tapi, justru Steven sendiri yang membalas utang budi nyawa itu," kata Alya dengan kesan provokatif. "Vanesa, apa kamu tersentuh?"Vanesa tidak menjawab.Dia sama sekali tidak menyangka bahwa sumsum tulang yang memberinya kesempatan kedua dalam hidup ternyata Steven peroleh dengan cara seperti itu!Perjanjian itu tidak hanya menyebutkan pernikahan Steven dan Alya selama sepuluh tahun, tetapi juga bahwa Steven akan melenyapkan kelompok yang menentan
Vanesa baru saja melihat berita di web sebelum Alya menelepon.Walaupun tidak ada acara pernikahan, tetap saja pengumuman resmi buku nikah itu menimbulkan sensasi di penjuru Kota Amari.Dalam foto, Steven tampak serius dan tidak tersenyum. Sementara itu, wajah Alya yang dingin dan cantik memiliki fitur wajah yang sempurna. Mereka tampak sangat serasi.Tidak seperti Vanesa dan Steven, pernikahan mereka tidak setara sejak awal.Vanesa yang berusia 21 tahun dan Steven yang berusia 25 tahun tampak kurang berpengalaman saat mereka memasuki tempat acara bersama-sama.Tidak dengan Alya.Dia adalah putri dari Keluarga Nantar dan CEO Grup Valka. Alya tetap bersinar terang bahkan ketika berdiri berdampingan dengan Steven.Di usianya yang menginjak 34 tahun, dengan rekam jejak yang mengesankan, topik-topik tentangnya selalu dikaitkan dengan istilah-istilah seperti "wanita era baru", "wanita kuat" dan "panutan kaum wanita".Saat melihat buku nikah Steven dan Alya, Vanesa merasa kedua orang itu sep
Vanesa sedikit terkejut.Pernikahan kontrak?Vanesa mengatupkan bibirnya dan menatap Steven dengan saksama.Steven balas menatap Vanesa, napasnya terasa seperti berhenti.Setelah jeda yang lama, Vanesa akhirnya menjawab, "Aku percaya padamu."Pupil mata Steven sedikit bergetar dan secercah kegembiraan muncul di matanya. "Vanesa, apa kamu benar-benar percaya padaku?"Vanesa tersenyum tak berdaya. "Bukannya dulu kita juga awalnya menikah kontrak?"Steven sontak tertegun."Steven, kamu sudah dewasa dan sekarang kamu bebas. Kamu bisa membuat keputusan apa pun asalkan kamu memikirkannya dengan matang. Pendapat orang lain nggak terlalu penting."Vanesa menatap Steven dan berkata dengan tenang, "Lagi pula, Bu Alya memang sangat luar biasa. Wajar saja kamu memilihnya."Steven mengernyit, firasatnya mengatakan bahwa ada kesalahpahaman besar dalam benak Vanesa."Bukan begitu. Pernikahanku dengan Alya bukan tipe yang dibuat-buat seperti itu, tapi ...."Tok, tok ….Suara ketukan pintu menghentikan
Steven berdiri di ambang pintu, satu tangannya memegang gagang pintu. "Bolehkah aku masuk?"Sejak Vanesa pulih dan keluar dari rumah sakit, Steven tidak berani memasuki kamar tidur Vanesa lagi.Vanesa mengatupkan bibirnya, dia teringat akan pernikahan Steven dengan Alya yang sebentar lagi diadakan."Aku keluar saja."Ekspresi Steven sontak menjadi agak kaku.Namun, dia tetap melangkah mundur dengan sopan.Setelah pintu kembali tertutup, Vanesa mengangkat selimut dan turun dari tempat tidur. Dia mengambil mantelnya dari gantungan dan memakainya....Pintu terbuka dan Vanesa keluar.Steven menatapnya.Sorot tatapan Steven terlihat agak mendesak.Vanesa bisa menduga apa yang ingin pria itu katakan, jadi dia berkata, "Ayo bicara di studioku."Kedua anaknya ada di rumah, Vanesa tidak ingin mereka mendengar tentang pernikahan kedua ayah mereka terlalu cepat.Di studio, Steven menutup pintu.Vanesa berjalan ke sofa dan duduk, lalu menatap Steven. "Duduklah."Steven duduk di kursi di seberang
Vanesa hendak pergi ketika dia melihat Steven berjalan ke arah wanita yang dikelilingi oleh para wartawan itu.Langkah Vanesa pun terhenti. Dia memperhatikan Steven yang berjalan selangkah demi selangkah ke sisi wanita itu.Wanita itu memiliki rambut pendek yang indah dan mengenakan kacamata hitam.Setelah Steven berjalan mendekat, wanita itu dengan lugas menggandeng lengan Steven dengan salah satu tangan. Tangannya yang satu lagi melepas kacamata hitamnya.Sesosok wajah yang sangat cantik pun terpampang.Wanita itu menatap sekelompok wartawan itu dengan aura yang kuat, matanya memancarkan kesan acuh tak acuh seperti seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Bibir merahnya menyunggingkan seulas senyuman kecil yang tampak begitu sempurna."Awalnya aku ingin menunggu kesempatan yang tepat untuk memperkenalkan tunanganku kepada kalian semua, tapi karena kalian penasaran, aku akan memenuhi keinginan kalian. Pak Steven inilah pria yang akan aku nikahi."Para wartawan sontak menjadi ge







