Share

Bab 10

Author: Yovana
"Ibu?"

Regan masih tidak menyerah. Dia berlari ke ruang tamu untuk terus mencari.

"Ibu? Ibu!"

Dia sudah mencari sekeliling, tetapi tetap tidak bisa menemukan Vanesa.

Regan akhirnya merasa yakin bahwa Vanesa sudah pergi!

Ini adalah pertama kalinya Vanesa pergi meninggalkannya tanpa berpamitan!

Regan merasa sangat kesal. Dia melemparkan semua mainan yang dibelikan Vanesa untuknya di sofa.

Ketika Steven yang berada di ruang kerja mendengar keributan itu, dia turun untuk memeriksa.

Karena Regan membuat ruang tamu berantakan, surat cerai itu juga tersapu ke bawah sofa di tengah kekacauan.

Steven mengerutkan kening, berjalan mendekat sambil melirik dapur, lalu bertanya, "Di mana ibumu?"

"Dia bukan ibuku!"

Regan berteriak dengan penuh amarah, "Ibu mana yang pergi diam-diam saat anaknya sedang sakit? Aku membencinya! Aku nggak ingin dia menjadi ibuku lagi!"

Steven terdiam sejenak, merasa sedikit terkejut. "Dia sudah pergi?"

"Ya!" Setelah Regan meluapkan amarahnya, perasaan sedihnya langsung muncul, membuat anak itu langsung menangis.

"Ibu jahat! Apa dia nggak menginginkanku lagi? Aku sudah punya Ibu yang cantik dan lembut, tapi aku nggak bilang kalau aku nggak menginginkannya. Kenapa dia bisa memperlakukanku seperti ini .... Huhu! Ibu jahat! Wanita jahat!"

Steven melangkah mendekat, tangan besarnya mengusap kepala Regan, lalu dia berujar, "Nggak peduli betapa marah dan sedihnya kamu, kamu nggak boleh sembarangan memaki orang."

"Kenapa ...." Regan memeluk Steven, menangis sampai tubuh kecilnya bergetar. "Sepertinya Ibu nggak menyayangiku seperti dulu! Ayah, apakah ini karena ada Ibu baru? Apakah Ibu Vanesa ingin meninggalkanku?"

Steven memeluk Regan, duduk di sofa, lalu mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap air matanya.

"Ibu Vanesa hanya sedang sibuk akhir-akhir ini. Meskipun kamu sudah bertemu dengan Ibu Hanna, Ibu Vanesa akan tetap menyayangimu seperti dulu," jelas Steven.

Regan mendengus, lalu bertanya, "Benarkah?"

"Ayah nggak akan berbohong."

Karena Regan sudah mendengar ayahnya berkata demikian, rasa cemas serta sedih di hatinya pun menghilang.

Namun, dia tetap ingin Vanesa merawatnya.

Regan sedang sakit, tidak memiliki nafsu makan. Bubur yang dimasak Vanesa sangat harum dan lezat, Regan ingin Vanesa memasakkan bubur untuknya setiap hari.

"Ayah, aku masih tetap merindukan Ibu Vanesa."

Steven berpikir sebentar, lalu berkata, "Makanlah buburmu dengan baik, Ayah akan membawamu menemuinya."

Setelah mendengar ini, mata Regan berbinar. "Baiklah!"

Setelah meninggalkan Mansion Resta, Vanesa langsung kembali ke studio.

Tiga hari lagi adalah hari saat ibunya keluar dari penjara.

Malam tahun baru juga tinggal beberapa hari lagi.

Semua peralatan rumah tangga untuk rumah barunya sudah Vanesa beli. Selain itu, Vanesa sudah mengatur janji dengan petugas kebersihan untuk membersihkan rumah barunya besok.

Di studio masih ada satu artefak yang harus Vanesa kirimkan besok.

Tadinya, Vanesa berencana untuk langsung mengambil libur tahun baru setelah menyelesaikan pekerjaan ini. Tahun ini, dia berencana mengajak ibunya pergi ke Saria untuk merayakan tahun baru.

Namun, sekarang dia sedang hamil ....

Vanesa menyentuh perutnya dengan perasaan yang sangat rumit.

Dia belum memutuskan apakah akan melahirkan anak ini atau tidak.

Seperti apa reaksi Steven jika mengetahui bahwa dirinya hamil?

Pria itu bersikap begitu baik pada Regan. Apakah dia juga akan bersikap sebaik itu pada anaknya?

Makin Vanesa memikirkannya, makin dia merasa dirinya konyol.

Steven bersikap sangat baik pada Regan karena Hanna.

Siapa yang tidak memahami hal sesederhana ini?

Vanesa menutup wajahnya dengan penuh perasaan sakit.

'Sadarlah, jangan bermimpi lagi. Kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!' batin Vanesa.

Tok, tok ….

Pintu kantor diketuk.

Vanesa mengangkat kepalanya, menenangkan diri, lalu berkata, "Silakan masuk."

Lucy membuka pintu, lalu berujar, "Kak Vanesa, Regan datang ke sini."

Vanesa mengerutkan kening sambil bertanya, "Dia masih sakit. Kenapa dia ada di sini?"

"Pak Steven mengantarnya sampai ke pintu studio, lalu memintaku untuk membawanya masuk."

Lucy baru saja selesai berbicara, Regan sudah melangkah masuk sambil memeluk tas ransel kartunnya.

"Ibu!"

Vanesa bangkit berdiri, melangkah mendekat, lalu menyentuh dahi Regan. "Di mana ayahmu?"

"Ayah sedang ada pekerjaan, nggak bisa merawatku. Aku juga merindukan Ibu." Regan mendongakkan kepalanya dengan tatapan menyedihkan pada Vanesa.

Vanesa menelepon Steven.

Dia ingin Steven menjemput Regan.

Namun, Steven tidak mengangkat teleponnya.

Ini jelas-jelas disengaja!

Vanesa merasa sangat kesal, wajahnya berubah menjadi dingin.

Regan menatap Vanesa dengan mata memerah, lalu berujar sambil terisak, "Ibu, apa kamu sudah bosan denganku? Kalau Ibu nggak menyukaiku lagi, aku akan pergi saja ...."

Saat mengatakan ini, air mata Regan sudah berjatuhan di pipinya.

Hati Vanesa langsung luluh. Dia segera memeluk Regan sambil membujuknya dengan nada lembut, "Ibu nggak bosan denganmu. Hanya saja, Ibu akan sibuk selama dua hari ini. Kamu masih sakit, aku takut nggak bisa merawatmu dengan baik."

"Aku sudah nggak demam lagi."

Regan menarik tangan Vanesa, meletakkannya di dahinya, lalu berkata, "Ibu, lihatlah. Aku benar-benar sudah nggak demam lagi. Aku akan baik-baik saja, nggak akan mengganggu Ibu bekerja. Tolong jangan usir aku, ya."

Begitu Regan bersikap manja, Vanesa benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa.

Vanesa menghela napas, menyentuh pipi kecilnya yang masih sedikit demam, lalu bertanya, "Apa kamu sudah memakan bubur yang Ibu buat?"

"Sudah!" Regan berkata dengan penuh kebanggaan, "Aku memakan sepiring besar!"

"Apakah kamu membawa obatmu?" tanya Vanesa.

"Aku membawanya!" Regan menepuk tas ransel kartunnya, lalu menambahkan, "Mainan dan buku bacaan sebelum tidur yang Ibu belikan juga sudah aku bawa!"

Vanesa menyentuh ujung hidung Regan, lalu membalas, "Bagaimana mungkin kamu bisa melupakan buku bacaan sebelum tidurmu? Baiklah, kamu masih sakit sekarang, istirahatlah di tempat tidur. Ibu masih harus bekerja."

"Baiklah!"

Regan memeluk ranselnya dengan riang, lalu masuk ke ruang istirahat.

Ketika Vanesa melihat Regan yang begitu pengertian dan manis, hatinya tidak bisa tidak merasa bersalah.

Regan masih anak-anak. Wajar jika dia masih memiliki ketergantungan pada orang tuanya. Meskipun dia sudah bertemu dengan Hanna, bukankah hatinya masih mengakui Vanesa sebagai ibunya?

Vanesa memang tidak seharusnya marah pada seorang anak kecil.

Setelah memikirkan semua ini, Vanesa membuka aplikasi belanja, membeli semua buku bacaan dan mainan edukatif anak yang kemarin dia masukkan ke keranjang belanja.

Vanesa berpikir bahwa Regan kemungkinan besar akan menghabiskan waktu bersama Steven dan Hanna, kembali ke kediaman Keluarga Dallas pada tahun baru ini. Jadi, apa yang Vanesa beli hari ini bisa dianggap sebagai hadiah tahun baru untuk Regan.

Vanesa bekerja lembur sampai lewat tengah malam.

Saat kembali ke ruang istirahat, Regan sudah tertidur.

Setelah selesai mandi, Vanesa berjalan ke sisi tempat tidur, membuka selimut, lalu melihat Regan sedang memegang jam tangan telepon.

Ini adalah edisi terbatas dari merek tertentu. Satu jam tangan telepon ini harganya bisa mencapai puluhan juta.

Kemungkinan Hanna yang membelikan benda ini untuk Regan.

Sepertinya Hanna juga sudah berusaha keras menjadi seorang Ibu yang baik.

Ini adalah hal yang baik untuk Regan.

Vanesa tidak bisa menggambarkan perasaannya pada saat ini. Mustahil jika mengatakan bahwa dia sama sekali tidak peduli. Namun, dia paham dengan baik bahwa Regan dan Hanna yang menjadi makin dekat adalah hal yang tidak bisa dihindari.

Ini adalah sesuatu yang tidak bisa Vanesa cegah. Vanesa juga tidak memiliki hak untuk mencegahnya.

Yang bisa dia lakukan hanya bersikap sebaik mungkin saat Regan membutuhkannya.

Vanesa meletakkan jam tangan di meja samping tempat tidur di sisi Regan, lalu mematikan lampu untuk tidur.

Pada pukul dua tengah malam, Vanesa merasa tubuh orang di pelukannya panas seperti bola api.

Dia terbangun, menyalakan lampu, lalu melihat bahwa wajah kecil Regan tampak merah karena demam.

Saat mengukur suhu tubuhnya, suhunya mencapai 39,8 derajat!

Vanesa mencari obat penurun panas untuk diminum Regan.

Namun, setelah setengah jam berlalu, belum ada tanda-tanda demam Regan akan turun.

Vanesa buru-buru mengganti pakaiannya, menggendong Regan, langsung pergi ke rumah sakit.

Dalam perjalanan, Vanesa menelepon Steven, tetapi teleponnya tidak diangkat.

Sesampainya di rumah sakit, Vanesa langsung membawa Regan ke UGD. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Regan menderita pneumonia bronkitis akut.

Regan perlu menjalani rawat inap serta diberikan infus.

Setelah Vanesa selesai mengurus prosedur rawat inap, dia terus menelepon Steven.

Kali ini, teleponnya akhirnya tersambung. Dari ujung lain telepon terdengar suara lembut Hanna, "Nona Vanesa, maaf, Steven sedang mandi. Apakah ada hal yang mendesak?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (16)
goodnovel comment avatar
Christin Tepa
novel ini sangat buruk, tdk profesionql . saya sdh baca banyak bab maslahan harus balik ke awal ,ada apa ?
goodnovel comment avatar
Adonara Flores
kacau banget novel . aku dah sampe eps 69 tapi balik LG ke eps awal kacauuu
goodnovel comment avatar
ririn 71
Vanesa gak pny kemampuan menyuarakan isi hati ya, tetap diam walau udah ditipu dr awal. tetap aja mau dijadikan pengasuh anak orang lain. lagian si Regan modelan orang bermuka dua, ngapain jg dijagain gitu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 707

    Vanesa menatap pria di depannya dan air mata mengalir di pipinya.Ketika dia mulai menangis, Steven pun menjadi panik."Vanesa, jangan menangis, aku ....""Kenapa kamu nggak memberitahuku?" Vanesa menatap Steven. "Steven, ini hidupku. Aku nggak butuh kamu menyelamatkanku seperti ini ...."Rasanya jantung Steven seperti berhenti berdetak selama sepersekian detik."Vanesa, hidupmu adalah hal yang paling penting."Steven mengulurkan tangan hendak mengusap air mata Vanesa, tetapi Vanesa menghindar dan berdiri.Vanesa menyeka air matanya sendiri, suaranya terdengar begitu dingin. "Kamu tukarkan sepuluh tahun menikah dengan hidupku! Steven, apa kamu pikir kamu sehebat itu?"Napas Steven tercekat. "Aku nggak terlalu memikirkan soal itu. Dalam situasi itu, yang kuinginkan hanyalah kamu selamat, Vanesa. Nggak ada yang lebih penting dari nyawa ...."Vanesa menatap Steven.Tiba-tiba, dia tertawa dan mengangguk. "Iya, kamu benar. Nggak ada yang lebih penting dari nyawa.""Vanesa, jangan berpikir m

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 706

    Namun, makin banyak yang Vanesa baca, makin dia mengernyit.Alya terus menatap wajah Vanesa.Dia memperhatikan setiap ekspresi dan pandangan halus yang diberikan Vanesa.Setelah lima menit.Vanesa meletakkan perjanjian itu dan mendongak.Dia bertemu tatap dengan Vanesa.Alya sangat puas dengan ekspresi terkejut Vanesa."Apa kamu sudah membacanya dengan saksama?"Vanesa mengernyit dalam-dalam. "Jadi, kamu yang mendonorkan sumsum tulang buatku."Alya mengangkat alisnya. "Benar. Secara teori, akulah penyelamatmu."Vanesa meremas perjanjian itu."Tapi, justru Steven sendiri yang membalas utang budi nyawa itu," kata Alya dengan kesan provokatif. "Vanesa, apa kamu tersentuh?"Vanesa tidak menjawab.Dia sama sekali tidak menyangka bahwa sumsum tulang yang memberinya kesempatan kedua dalam hidup ternyata Steven peroleh dengan cara seperti itu!Perjanjian itu tidak hanya menyebutkan pernikahan Steven dan Alya selama sepuluh tahun, tetapi juga bahwa Steven akan melenyapkan kelompok yang menentan

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 705

    Vanesa baru saja melihat berita di web sebelum Alya menelepon.Walaupun tidak ada acara pernikahan, tetap saja pengumuman resmi buku nikah itu menimbulkan sensasi di penjuru Kota Amari.Dalam foto, Steven tampak serius dan tidak tersenyum. Sementara itu, wajah Alya yang dingin dan cantik memiliki fitur wajah yang sempurna. Mereka tampak sangat serasi.Tidak seperti Vanesa dan Steven, pernikahan mereka tidak setara sejak awal.Vanesa yang berusia 21 tahun dan Steven yang berusia 25 tahun tampak kurang berpengalaman saat mereka memasuki tempat acara bersama-sama.Tidak dengan Alya.Dia adalah putri dari Keluarga Nantar dan CEO Grup Valka. Alya tetap bersinar terang bahkan ketika berdiri berdampingan dengan Steven.Di usianya yang menginjak 34 tahun, dengan rekam jejak yang mengesankan, topik-topik tentangnya selalu dikaitkan dengan istilah-istilah seperti "wanita era baru", "wanita kuat" dan "panutan kaum wanita".Saat melihat buku nikah Steven dan Alya, Vanesa merasa kedua orang itu sep

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 704

    Vanesa sedikit terkejut.Pernikahan kontrak?Vanesa mengatupkan bibirnya dan menatap Steven dengan saksama.Steven balas menatap Vanesa, napasnya terasa seperti berhenti.Setelah jeda yang lama, Vanesa akhirnya menjawab, "Aku percaya padamu."Pupil mata Steven sedikit bergetar dan secercah kegembiraan muncul di matanya. "Vanesa, apa kamu benar-benar percaya padaku?"Vanesa tersenyum tak berdaya. "Bukannya dulu kita juga awalnya menikah kontrak?"Steven sontak tertegun."Steven, kamu sudah dewasa dan sekarang kamu bebas. Kamu bisa membuat keputusan apa pun asalkan kamu memikirkannya dengan matang. Pendapat orang lain nggak terlalu penting."Vanesa menatap Steven dan berkata dengan tenang, "Lagi pula, Bu Alya memang sangat luar biasa. Wajar saja kamu memilihnya."Steven mengernyit, firasatnya mengatakan bahwa ada kesalahpahaman besar dalam benak Vanesa."Bukan begitu. Pernikahanku dengan Alya bukan tipe yang dibuat-buat seperti itu, tapi ...."Tok, tok ….Suara ketukan pintu menghentikan

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 703

    Steven berdiri di ambang pintu, satu tangannya memegang gagang pintu. "Bolehkah aku masuk?"Sejak Vanesa pulih dan keluar dari rumah sakit, Steven tidak berani memasuki kamar tidur Vanesa lagi.Vanesa mengatupkan bibirnya, dia teringat akan pernikahan Steven dengan Alya yang sebentar lagi diadakan."Aku keluar saja."Ekspresi Steven sontak menjadi agak kaku.Namun, dia tetap melangkah mundur dengan sopan.Setelah pintu kembali tertutup, Vanesa mengangkat selimut dan turun dari tempat tidur. Dia mengambil mantelnya dari gantungan dan memakainya....Pintu terbuka dan Vanesa keluar.Steven menatapnya.Sorot tatapan Steven terlihat agak mendesak.Vanesa bisa menduga apa yang ingin pria itu katakan, jadi dia berkata, "Ayo bicara di studioku."Kedua anaknya ada di rumah, Vanesa tidak ingin mereka mendengar tentang pernikahan kedua ayah mereka terlalu cepat.Di studio, Steven menutup pintu.Vanesa berjalan ke sofa dan duduk, lalu menatap Steven. "Duduklah."Steven duduk di kursi di seberang

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 702

    Vanesa hendak pergi ketika dia melihat Steven berjalan ke arah wanita yang dikelilingi oleh para wartawan itu.Langkah Vanesa pun terhenti. Dia memperhatikan Steven yang berjalan selangkah demi selangkah ke sisi wanita itu.Wanita itu memiliki rambut pendek yang indah dan mengenakan kacamata hitam.Setelah Steven berjalan mendekat, wanita itu dengan lugas menggandeng lengan Steven dengan salah satu tangan. Tangannya yang satu lagi melepas kacamata hitamnya.Sesosok wajah yang sangat cantik pun terpampang.Wanita itu menatap sekelompok wartawan itu dengan aura yang kuat, matanya memancarkan kesan acuh tak acuh seperti seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Bibir merahnya menyunggingkan seulas senyuman kecil yang tampak begitu sempurna."Awalnya aku ingin menunggu kesempatan yang tepat untuk memperkenalkan tunanganku kepada kalian semua, tapi karena kalian penasaran, aku akan memenuhi keinginan kalian. Pak Steven inilah pria yang akan aku nikahi."Para wartawan sontak menjadi ge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status