Share

Cinta Kita Sudah Sampai Ujung
Cinta Kita Sudah Sampai Ujung
Author: Yovana

Bab 1

Author: Yovana
Vanesa Winston dan Steven Dallas telah menikah diam-diam selama lima tahun. Mereka menjalankan kehidupan layaknya suami istri, tetapi tanpa cinta.

Tidak, lebih tepatnya Vanesa sudah menyembunyikan perasaannya terhadap suaminya tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

Pada malam pergantian tahun, kota yang diselimuti hujan tampak penuh dengan keramaian.

Namun, di Mansion Resta yang besar itu, hanya ada Vanesa seorang diri.

Dia menyiapkan sepiring mi yang sederhana untuk dirinya sendiri, tetapi tidak menyentuhnya sesuap pun.

Di atas meja makan, ponselnya memutar sebuah video dari status WhatsApp.

Dalam video itu, tampak tangan ramping dan jenjang seorang pria. Tangan itu mengambil sebuah cincin berlian besar, memasukkannya dengan tepat ke jari manis sang wanita yang ramping.

Kemudian, suara lembut wanita itu segera terdengar, "Pak Steven, mohon bimbingannya selama sisa hidup ini."

Vanesa menatap jam tangan di pergelangan tangan pria dalam video itu. Ini adalah sebuah penanda identitas yang tak terbantahkan. Hati Vanesa dipenuhi rasa pedih yang menyesakkan.

Video sudah berhenti, tetapi jari Vanesa tak mampu bergerak. Dia hanya bisa memastikan berkali-kali, seakan sedang menyiksa diri sendiri.

Setengah tahun yang lalu, wanita itu berinisiatif untuk saling bertukar kontak WhatsApp.

Sejak saat itu, Vanesa sering melihat suaminya di status WhatsApp wanita tersebut.

Setelah menikah diam-diam selama lima tahun, baru hari ini Vanesa mengetahui bahwa ternyata suaminya juga bisa bersikap lembut, romantis, serta perhatian.

Mi yang tadi masih mengepul panas, kini sudah benar-benar dingin.

Mi ini sudah tidak bisa dimakan lagi. Vanesa pun mengangkat sendok untuk mengambilnya, tetapi dia seolah kehilangan tenaga.

Ini sama seperti pernikahannya yang mengerikan. Tidak seharusnya Vanesa terus terlibat di dalamnya.

Vanesa memejamkan mata, air matanya pun menetes. Dia bangkit, kembali ke kamar untuk mandi, mematikan lampu, lalu berbaring.

Malam makin larut. Di kamar tidur yang hangat ini, terdengar suara gemerisik seseorang yang membuka pakaian.

Di tempat tidur besar itu, Vanesa berbaring miring.

Dia tahu bahwa Steven sudah pulang, tetapi Vanesa tetap memejamkan mata, berpura-pura sudah tertidur.

Tempat tidur di sampingnya melesak dalam.

Kemudian, tubuh tinggi besar itu menekannya.

Kening Vanesa menjadi sedikit berkerut.

Detik berikutnya, baju tidur Vanesa diangkat tinggi, sementara telapak tangan yang hangat menutupinya.

Vanesa langsung tersentak, matanya terbuka dengan cepat.

Wajah tampan seorang pria dengan sudut-sudut tegas itu tampak begitu dekat. Di hidung mancungnya, masih terpasang kacamata tipis berbingkai perak.

Lampu kecil di samping tempat tidur menyala, membuat cahaya kuning hangat terpantul di lensa kacamata.

Di balik lensa, mata sipit pria itu tampak dipenuhi hasrat.

"Kenapa kamu tiba-tiba pulang?"

Vanesa memang memiliki suara yang lembut sejak dulu.

Pria itu menatap ujung mata Vanesa yang memerah, alis hitamnya sedikit terangkat ketika dia bertanya, "Nggak menyambutku?"

Vanesa menatap langsung ke mata hitam pekat pria itu, lalu menjelaskan dengan suara lembut, "Nggak, hanya agak terkejut saja."

Ujung jari hangat pria itu perlahan membelai pipi putih tanpa cacat milik Vanesa. Mata hitamnya dalam, suaranya yang rendah pun terdengar, "Lepaskan kacamataku."

Vanesa mengerutkan kening.

Ketika pipi Vanesa dibelai oleh ujung jari Steven, dia menatap wajah yang membuatnya terpesona selama bertahun-tahun itu. Namun, di benak Vanesa muncul adegan dari status WhatsApp tadi.

Vanesa yang biasanya tidak akan tega mengecewakan pria itu, menolak dengan wajah dingin untuk pertama kalinya, "Aku agak nggak enak badan."

"Apa kamu sedang datang bulan?" tanya pria itu.

"Nggak, hanya saja ...."

"Kalau begitu, jangan merusak suasana."

Steven memotong penjelasannya dengan nada dingin yang rendah. Mata dalamnya seakan dipenuhi kegelapan malam yang pekat.

Vanesa tahu pria ini tidak akan melepaskannya begitu saja.

Dalam pernikahan ini, Vanesa selalu menjadi pihak yang mengalah.

Hati Vanesa terasa pedih, matanya tak bisa menahan air mata yang menggenang.

Kacamata Vanesa dilemparkan oleh pria itu ke meja samping tempat tidur. Tangan besar pria itu mencengkeram pergelangan kaki Vanesa yang halus dan ramping.

Lampu kecil di samping tempat tidur pun dipadamkan.

Kamar tidur tenggelam dalam kegelapan total.

Indera menjadi sangat sensitif dalam kegelapan seperti ini.

Setelah tidak bertemu selama sebulan, Steven menjadi luar biasa kuat.

Setelah Vanesa melawan tanpa hasil, akhirnya dia hanya bisa menahan semuanya dengan menggertakkan gigi.

Hujan di luar jendela makin deras, sementara angin dingin menderu.

Setelah beberapa waktu berlalu, seluruh tubuh Vanesa sudah basah kuyup.

Perutnya juga terasa agak tidak nyaman.

Teringat akan siklus menstruasinya yang terlambat, Vanesa tetap bersuara, "Steven, aku ...."

Pria itu tampak tidak senang dengan perhatian Vanesa yang terganggu, membuat gerakannya menjadi makin kasar.

Suara lirih wanita itu terus ditelan oleh ciuman penuh dominasi pria tersebut.

Ketika semuanya berakhir, hari masih gelap.

Vanesa kelelahan hingga kesadarannya kabur, serta perutnya terasa sakit. Memang sakitnya tidak parah, tetapi tidak bisa diabaikan.

Ketika mendengar dering ponsel, Vanesa memaksakan diri untuk membuka mata.

Dalam pandangan yang kabur, Vanesa hanya melihat pria itu berjalan ke jendela untuk menjawab panggilan.

Ruangan terlalu senyap, membuat Vanesa bisa samar-samar mendengar suara manja dari seberang telepon.

Steven mencoba menenangkan orang di ujung lain telepon dengan sabar, tetapi mengabaikan istrinya yang tidur di sampingnya.

Tak lama kemudian, terdengar suara mobil dari bawah.

Steven sudah pergi.

Keesokan harinya ketika Vanesa terbangun, tempat di sampingnya masih dingin seperti biasa.

Vanesa membalikkan badan, meraba perut bagian bawahnya.

Sudah tidak terasa sakit lagi.

Ponsel Vanesa berdering. Itu adalah panggilan dari Ibu Steven, Giny Lorian.

"Datanglah ke sini sekarang juga." Nadanya dingin dan tegas, tidak memberi Vanesa ruang untuk menolak.

Vanesa menjawab dengan acuh tak acuh.

Giny pun menutup telepon.

Setelah menikah diam-diam dengan Steven selama lima tahun, Giny tidak pernah menyukai Vanesa. Namun, Vanesa sudah terbiasa dengan hal ini.

Bagaimanapun juga, Keluarga Dallas adalah yang terdepan di antara empat keluarga besar Kota Amari. Meskipun Vanesa lahir di Keluarga Winston, dia adalah putri yang tidak dicintai.

Selain itu, pernikahannya dengan Steven merupakan hasil dari sebuah transaksi.

Lima tahun lalu, Ibu Vanesa membunuh ayahnya dalam sebuah kekerasan rumah tangga karena membela diri secara berlebihan. Adik laki-laki Vanesa, bersama neneknya, serta seluruh Keluarga Winston menuduh ibunya, menuntut hukuman mati.

Keluarga Ibu Vanesa, Keluarga Jefferson, juga merupakan keluarga kaya di Kota Amari. Namun, setelah kejadian itu mereka langsung menyatakan pemutusan hubungan dengan ibunya.

Vanesa yang membela ibunya, mengalami serangan balas dendam dari Keluarga Winston dan Keluarga Jefferson. Ketika Vanesa dalam keadaan putus asa, mentornya menyarankan Vanesa untuk menemui Steven.

Dari segi kekuasaan, latar belakang Keluarga Dallas tidak dapat digoyahkan, bahkan oleh gabungan Keluarga Winston dan Keluarga Jefferson sekali pun.

Dari segi hukum, Steven tidak pernah kalah dalam segala kasus yang ditanganinya hingga sekarang.

Steven akhirnya berhasil memperjuangkan hukuman lima tahun untuk ibunya. Sesuai kesepakatan, Vanesa menikah diam-diam dengan Steven.

Menurut Steven, orang tua kandung dari anak angkatnya, Regan Dallas, meninggal dalam sebuah kecelakaan yang tragis.

Steven adalah sahabat karib Ayah Regan, jadi dia mengadopsi Regan yang saat itu masih bayi.

Sekarang, lima tahun telah berlalu. Sebulan lagi, Ibu Vanesa akan dibebaskan dari penjara setelah menjalani hukumannya.

Harga pernikahan ini memang sudah ditentukan sejak awal. Masing-masing dari mereka akan mengambil yang mereka butuhkan. Vanesa tidak dirugikan sama sekali.

Sayangnya, meski Vanesa tahu bahwa pernikahan ini tidak dilandasi dengan cinta, serta tidak tahu kapan akan berakhir ini, Vanesa tetap diam-diam jatuh cinta pada Steven.

Vanesa mengalihkan pikiran, bangkit perlahan, lalu berjalan ke kamar mandi.

Saat mandi, perutnya kembali terasa tidak nyaman.

Kegelisahan dalam hatinya kembali muncul.

Dirinya dan Steven selalu melakukan tindakan pencegahan, kecuali sebulan yang lalu ketika Steven mabuk ....

Meskipun keesokan harinya Vanesa sudah meminum obat, ada juga kasus kegagalan dalam kontrasepsi darurat.

Untuk berjaga-jaga, Vanesa berhenti di depan sebuah apotek dalam perjalanan menuju kediaman Keluarga Dallas. Dia turun dari mobil untuk membeli alat tes kehamilan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 198

    Hanna menarik pandangannya, bangkit berdiri, lalu berjalan menuju lantai dua.Camelia sudah lama berada di kamar, entah sedang melakukan apa.Hanna tidak suka mengurus anak. Terutama karena Regan belakangan ini sangat rewel, membuat Hanna sangat terganggu!Selain itu, pernikahannya sudah makin dekat. Anak Vanesa tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi!Hanna harus menyingkirkan anak di perut Vanesa sebelum pernikahannya!Hanna tiba di luar kamar Camelia. Pintunya tidak tertutup rapat. Hanna baru saja ingin mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, tetapi dia mendengar suara percakapan dari dalam."Zeus! Aku menyuruhmu menyingkirkan Vanesa, tapi sebelum bertindak kamu harus mengonfirmasikan waktunya denganku dulu!"Gerakan Hanna terhenti.Zeus?Kenapa nama ini terdengar tidak asing?Hanna mengintip melalui celah pintu. Camelia tampak duduk di tempat tidur sambil membelakangi pintu. Meskipun tidak bisa melihat ekspresinya, dari nada bicaranya yang sekarang, jelas Camelia sangat marah."Kamu m

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 197

    Di Mansion Burla.Hanna melangkah masuk dari luar.Regan sedang duduk di sofa sambil membaca buku bergambar. Ketika mendengar langkah kaki, dia mengangkat kepala dan melihat Hanna, lalu langsung membuang buku bergambar yang dipegangnya."Ibu!"Regan berlari menghampiri, memeluk Hanna dengan erat, lalu mengangkat dagu untuk menatap Hanna. "Ibu, kamu pergi ke mana?"Hanna mengelus kepalanya. "Ibu pergi untuk mengurus sesuatu. Bagaimana kondisimu hari ini?""Tenggorokanku sudah nggak sakit lagi." Regan mengerucutkan bibir. "Ibu, aku ingin makan permen lolipop, tapi Nenek nggak mengizinkan.""Bukan Nenek yang nggak mengizinkan, tapi kamu memang nggak boleh makan permen," kata Hanna.Hanna menggandeng tangannya, lalu berjalan ke sofa untuk duduk. "Coba kamu pikirkan. Dulu ketika kamu tinggal dengan Ibu Vanesa, apakah kamu pernah makan camilan?"Regan berpikir sejenak, lalu menjawab dengan jujur, "Ibu Vanesa jarang memberiku camilan, tapi sesekali ketika aku bersikap baik, dia akan memberiku

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 196

    "Aku akan mencari Steven." Wajah Hanna terlihat tegang, matanya memerah seperti habis menangis. "Bu, kalau aku nggak pergi sekarang, Steven akan direbut oleh Nona Vanesa!""Ada apa?" tanya Camelia."Aku akan menceritakannya nanti setelah pulang. Kelvin, siapkan mobilnya," ujar Hanna.Kelvin segera pergi ke garasi untuk mengeluarkan mobil.Hanna naik ke mobil dengan terburu-buru.Ketika melihat mobil yang menjauh, Camelia makin merasa ada yang tidak beres. Dia menyuruh pelayan untuk menjaga Regan, lalu bergegas masuk ke rumah.…Di rumah sakit, di ruang kantor pribadi Alex.Steven berdiri di tepi jendela dengan jari-jarinya menjepit rokok, lalu menghisapnya perlahan.Sebenarnya, Steven tidak terlalu kecanduan merokok, dia jarang sekali merokok.Namun, sejak masuk hingga sekarang, dia sudah menghabiskan dua batang.Ini baru kurang dari sepuluh menit!Alex tidak tahan melihatnya. Ketika Steven mengambil batang ketiga dan bersiap menyalakannya, Alex melangkah maju, merebut rokok itu, lalu

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 195

    Ketika Alex melihat keadaan Steven yang seperti ini, dia mendesah tak berdaya.Alex berpikir dalam hati, 'Kalau wanita sudah menjadi kejam, mereka sungguh menakutkan!'Mereka bahkan berani memalsukan sesuatu seperti pengangkatan rahim. Ini adalah penipuan medis!Untuk sesaat, Alex juga merasa bingung.Dia tidak tahu apakah keputusan yang diambilnya hari ini benar atau salah.Jika sampai semuanya terbongkar, mengingat kepribadian Steven, dia pasti tidak akan melepaskan Stella!Pada saat itu, Stella mungkin akan menghadapi masalah sengketa medis perdata.Namun, keadaannya sudah seperti ini. Mereka hanya bisa melangkah sambil melihat situasi!…Di ruang gawat darurat, kondisi Vanesa sudah stabil.Bu Llyod menatap Stella dengan ekspresi serius, lalu berujar, "Stella, apa yang kamu lakukan? Kalau sampai ketahuan, apa kamu tahu betapa seriusnya konsekuensinya?"Stella membalas, "Bu Llyod, maaf. Aku tahu kalau aku nggak seharusnya melakukan ini, tapi ...."Stella menatap Vanesa yang masih tid

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 194

    Steven terdiam di tempat.Dia tidak bisa bereaksi untuk waktu lama.Pada saat ini, banyak detail masa lalu yang muncul satu per satu di benaknya. Semuanya berputar dengan cepat.Steven teringat pada malam Tahun Baru itu. Vanesa mengatakan bahwa dia tidak enak badan, tetapi Steven berpikir bahwa dia hanya sedang merajuk. Jadi, Steven tidak menghiraukannya ....Sekarang jika dipikir-pikir, waktu itu seharusnya Vanesa sudah hamil.Beberapa kali setelahnya, ketika Regan mendekatinya, Vanesa selalu melindungi perutnya tanpa sadar ....Ponsel di saku bergetar. Steven tahu itu adalah telepon dari Hanna. Namun, saat ini dia tidak ingin menjawabnya.Steven berjalan satu langkah demi satu langkah dengan berat, menuju ruang gawat darurat.Alex mengikutinya dari belakang.Sesampainya di depan ruang gawat darurat, Alex baru berkata, "Keguguran waktu itu membuatnya menderita cedera parah. Tubuhnya nggak akan pernah pulih. Kamu melihatnya sendiri. Di Giyana, waktu itu dia langsung sakit begitu mendar

  • Cinta Kita Sudah Sampai Ujung   Bab 193

    Maybach berhenti mendadak di depan pintu ruang gawat darurat.Alex langsung berlari membuka pintu kursi belakang.Steven menggendong Vanesa keluar dari mobil sambil berkata, "Dia berdarah, sudah nggak sadarkan diri!""Taruh dia di brankar dulu, lalu bawa ke ruang gawat darurat," kata Alex.Steven meletakkan Vanesa di brankar, sementara petugas medis langsung mendorong brankar menuju ruang gawat darurat.Bu Llyod dan Stella mengikuti, sementara Alex menahan Steven yang hendak mengejar, "Jangan panik dulu, bersihkan dulu noda darah di tubuhmu. Pergilah ke ruang istirahatku saja, aku punya baju bersih di sana.""Nggak perlu, aku ingin tahu apakah dia benar-benar hamil." Jakun Steven bergerak dengan susah payah, "Kalau dia memang hamil ... aku juga ingin tahu apakah bayinya masih ada."Steven menepis tangan Alex, langsung melangkah menuju ruang gawat darurat."Jangan terburu-buru dulu. Aku tadi sudah bertanya pada Bu Stella." Alex mengejar Steven, memutuskan untuk bertindak nekat!"Sudahla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status