Tangisan anak laki-lakinya akhirnya membangkitkan naluri keibuan Stella.Dia menggendong anaknya dan duduk di sofa, sambil menenangkan si kecil, dengan suara serak berkata, "Alex, kamu keluarlah dulu.""Stella ....""Keluarlah dulu, oke?" Stella menundukkan kepalanya. "Aku mohon."Alex memandang punggung Stella dengan ekspresi pasrah.Namun, dia tahu, sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah keluar dulu."Kamu belum makan malam, mau makan apa? Aku masakkan."Stella tidak menjawab. Alex menghela napas, membuka pintu, dan keluar.Setelah pintu tertutup, air mata Stella kembali menetes.Dia mengusap air matanya, sangat tidak menyukai dirinya yang sekarang mudah menangis.Namun, melihat anaknya di pelukan, melihat wajah kecilnya yang lembut, hati Stella kembali luluh.Setengah jam kemudian, Delvin benar-benar tertidur.Stella baru saja hendak meletakkannya di tempat tidur bayi ketika pintu kamar terbuka.Alex mengintip dengan hati-hati. "Sayang, anak kita sudah tidur?"Stella menatapnya se
Delvin masih sepenuhnya minum ASI. Saat Stella tidak ada, pengasuh itu tak punya pilihan selain membuat susu formula. Namun, Delvin keras kepala. Dia hanya mau minum ASI dan tidak mau yang lain, mulut mungilnya terbuka lebar sambil menangis kencang.Stella panik, sampai-sampai tak sempat ganti sepatu. Dia bergegas mendekat, mengambil anaknya dari tangan pengasuh. "Sayang, jangan nangis lagi. Ibu sudah pulang."Begitu mengetahui Stella pergi dari rumah, Fandy dan Rina segera datang untuk membantu.Namun, bayi yang baru berusia tiga bulan lebih itu hanya mengenal ASI, sehingga mereka cuma bisa melihat dengan cemas tanpa bisa berbuat apa-apa.Sekarang, Stella sudah kembali, Rina benar-benar tidak bisa menahan amarahnya dan memarahinya."Stella, kamu ini sudah jadi ibu, kok masih kabur dari rumah segala? Anakmu baru tiga bulan, tega sekali kamu."Tangisan anak dan suara teguran Rina bercampur jadi satu.Stella merasa sangat jengkel. Dia menggendong anaknya dan langsung masuk ke kamar utama
Di lantai satu, Vanesa dan Alex masing-masing mengambil tempat duduk.Jake diam-diam menyeduh teh."Karena kita semua sudah saling kenal, aku akan bicara terus terang. Dokter Alex, kamu nggak keberatan 'kan?"Alex tersenyum pasrah. "Sekarang aku malah lebih gugup daripada siapa pun. Justru aku berharap kalian bisa memberiku saran!""Stella kemungkinan mengalami sedikit depresi pasca melahirkan."Alex terkejut."Ingatan dan hormon memang memengaruhi, tapi kurasa cara kalian berinteraksi dengannya sehari-hari juga mungkin ada hubungannya."Sebagai dokter, Alex tahu bahwa depresi pasca melahirkan adalah masalah yang dihadapi banyak ibu baru saat ini.Namun, dia tak pernah menyangka bahwa Stella juga mengalaminya.Bagaimanapun, dia sudah mempersiapkan segalanya. Dari kehamilan hingga kelahiran Stella, dia merasa telah mempelajari dan melakukan segala yang bisa dilakukan.Untuk sesaat, Alex juga merasa bingung."Stella dulunya anti-pernikahan, apalagi punya anak. Dokter Alex, sekarang dia m
"Dihibur pun percuma!" Stella menangis tersedu-sedu. "Begitu aku ingat kalau aku pernah kehilangan ingatan dan keperawananku, aku jadi sedih banget! Huhuhu, sekarang tiap kali aku merem, yang muncul cuma bayangan Delvin menangis keras minta susu. Aku merasa hidupku hancur, aku nggak punya kebebasan lagi. Huhu."Vanesa melirik Jake.Jake langsung mengerti, berbalik dan keluar, mengambil ponsel untuk menelepon Alex....Vanesa membawa Stella ke kamar lantai atas, menghiburnya cukup lama sampai perlahan-lahan Stella tenang."Kompres dulu, nanti matamu bisa bengkak." Vanesa menyerahkan handuk hangat kepadanya.Stella duduk di ranjang, menerima handuk hangat itu dan memejamkan matanya.Vanesa duduk di samping Stella, menatapnya, lalu bertanya, "Kapan ingatanmu kembali?""Akhir-akhir ini aku sering bermimpi tentang masa lalu kita, lalu semalam bertengkar lagi sama Alex sampai nggak tidur semalaman. Pagi-pagi waktu bangun, aku pusing dan jatuh, kepalaku terbentur, terus tiba-tiba aku ingat se
"Stella," panggil Vanesa dengan suara pelan."Vanesa!"Stella meraih bantal dan berlari menghampirinya. "Kalau aku nggak memukulmu hari ini, aku nggak mau lagi pakai nama keluargamu."Vanesa terdiam.Jake juga ikut terdiam.Awalnya mereka mengira ini akan menjadi momen reuni hangat antar saudari, tetapi ternyata Stella bertindak di luar dugaan.Vanesa juga tidak menghindar dan menerima satu pukulan bantal dari Stella."Vanesa, apa kamu gila? Aku amnesia, kamu malah nggak peduli? Aku jadi orang tolol karena mengejar cowok. Bukannya menghentikan aku, kamu malah pergi! Kamu biarkan aku dimanfaatkan Alex, si pria sok bermoral itu! Aku bahkan sampai tolol melahirkan anak buat dia! Sis, aku ini 'kan nggak percaya pernikahan sama sekali!""Berengsek! Sekarang aku nggak cuma menikah, tapi juga punya anak! Jadi ibu rumah tangga yang paling aku takutkan! Ah, Vanesa, aku nggak peduli! Kamu nggak melarang aku, semua ini salahmu!"Vanesa masih terdiam.Jake melangkah maju, mengambil bantal dari tan
"Kamu, kira-kira bisa bertahan berapa lama dengan hidup seperti ini? Mengikuti Kenzi tanpa status yang jelas, cepat atau lambat kamu juga akan dibuang!"Chika mencibir, "Terus kenapa? Lagi pula, aku juga pernah ditinggalkan.""Kamu!" Lora begitu marah hingga tak bisa berkata apa-apa, lalu berbalik pergi dengan kesal.Melihat Chika menolak membantunya, Olive pun mengamuk dan memarahi Lora habis-habisan. Lora merasa kesal, tetapi mengingat suaminya masih terbaring lumpuh di tempat tidur, dia tak bisa meninggalkannya sehingga Lora hanya bisa menahan diri dan jadi sasaran kemarahan Olive.Meski keadaan seperti ini, Olive tetap tak mau melepaskan Logan.Olive lebih memilih menjual Grup Winston daripada kehilangan satu-satunya penerus Keluarga Winston.Akhirnya, Grup Winston diakuisisi oleh Tuan Ketujuh. Uang hasil penjualan itu, Olive menyisihkan 100 miliar, sedangkan sisanya diberikan kepada Kenzi sebagai ganti rugi.Olive yakin, selama Logan masih ada, Keluarga Winston pasti bisa bangkit