Daniel tiba-tiba masuk dengan kaos oblong warna hitamnya. Mungkin dia baru pulang jogging.
Daniel selalu pergi jogging setiap pagi. Mungkin itu sebabnya badannya selalu sehat dan memberikan vibes positive untukku. Untukku? Aku tersenyum.“Ada apa?” Daniel merapat kemeja mini bar. Dia mengagetkan aku yang sedang terpesona melihat ketampanannya.“Eng.. Enggak papa, Bos.” Aku langsung memalingkan wajahku dan beralih memandangi sayuran yang tengah kupotong-potong.“Kamu udah sehat?” Tanya Daniel sembari berjalan lalu duduk menyandarkan tubuhnya disofa. Daniel terlihat letih. Aku mengambilkan air putih untuknya.“Mendingan, Bos. Hari ini saya mau berangkat kuliah. Biar gak tambah sakit. Bosen tidur terus. Tapi saya belum beres-beres rumah, Bos.”Aku melihat rumah Daniel sudah tidak rapi. Kertas kerjanya berserakan diruang tamu. Daniel terlalu sibuk untuk membereskannya sendiri."It's oke. Saya udah biasa sama rumah yang berantakan." Daniel mengangkat kakinya dan meneguk air putih yang tadi aku suguhkan."Jangan gitu dong, Bos. Saya tersinggung."“Baguslah kalo kamu tersinggung.""Ish.. Bos nii!" Bisikku sambil menyincang udang untuk campuran nasi goreng."Kenapa kamu gak istirahat sehari lagi, Sofi? Biar badan kamu bener-bener sehat.” Ujar Daniel.“Gak apa-apa, Bos. Saya udah sehat, kok. Buktinya sekarang saya udah berdiri disini. Kembali keruang kerja.” Daniel menyeringai.“Sure?” Daniel memastikan.“Yes, I’m sure!” Aku menunjukkan wajah ceria untuk meyakinkan Daniel.“Atau.. mau ketemu Abang Salman?” Lagi-lagi Daniel menyinggung nama Salman.“Apa?” Aku mengernyitkan dahiku. Aku mulai geram.“Apa, apa.. Udah cepetan masaknya! Saya mau mandi, abis sarapan saya anterin kamu kuliah. Cuaca lagi mendung. Jangan berangkat sendiri."“Gak usah, Bos. Saya naik taxi aja.” Aku menolak.“kenapa? Takut Abang marah?” Ejek Daniel kagi.“Apa sih, Bos? Dari tadi Abang, Abang. Isshhh..” Aku menunjukkan wajah geramku. Daniel memelototiku.“Oke, Bos. Bos cepetan mandi, nanti kita telat.” Aku mengalah. Daniel memalingkan wajahnya dan berjalan menuju kamarnya."iiih.. Dasar Mr. Bunglon!" Aku melanjutkan memasak.Pagi ini memang mendung, meskipun hujan belum turun.Aku melirik jam dinding diruang tamu. Sudah pukul 06.00 pagi. Aku sesegera mungkin menyelesaikan masakanku.Usai memasak, aku meletakkan dua porsi nasi goreng diatas meja mini bar. Aku langsung berlari kekamar dan mandi instant agar tidak telat.Selesai mandi, aku memakai baju sederhana yang aku punya. Aku tidak punya baju bagus karena lama tidak membeli baju baru.Aku bukan tidak punya uang untuk membelinya. Gajiku tidak kecil. Tapi kebutuhan kampus lebih penting untukku.Aku juga mengirimkan sedikit uangku untuk bibi dikampung, sebagai tanda terima kasih karena sudah sudi merawatku dulu.Aku berputar-putar didepan cermin yang menempel dilemari kamarku. Memastikan semua rapi."Apa Daniel tidak malu membawaku dalam mobil mewahnya? Ah, biarlah! Aku juga tidak pernah memintanya mengantarku."Aku berdandan ala kadarnya. Aku memakai bedak tipis-tipis tanpa lipstick. Aku tidak tahu apakah aku termasuk kategori wanita cantik?Salman pernah memujiku, katanya wajahku manis, tubuhku proporsional dengan rambut panjang berwarna hitam legam.Usai bersiap, aku keluar kamar dan berjalan menuju meja mini bar. Aku melihat Daniel sudah duduk dan menyantap nasi goreng disana.Aku Kembali terpana pada laki-laki tampan dengan kemeja hitam yang tidak menyadari keberadaanku ini."Ya tuhan.. semoga Kau kuatkan imanku dan menyadarkan aku yang tak pantas punyai perasaan padanya." Hatiku berbisik.“Heii..” Daniel menoleh kearahku mengagetkan.“Oh iya, Bos.” Aku salah tingkah.“Duduk sini!” Dia menepuk-nepuk kursi disebelahnya.“Saya makan di sofa aja, Bos.” Dia menatapku dan tiba-tiba berdiri memindahkan kursi kemeja bar dilain sisi. Dia tahu aku malu duduk disebelahnya.“Sit down, please..” Daniel mempersilahkan. Aku duduk dan mulai makan sambil mencuri pandang melihatnya.“Masakanmu selalu enak. Belajar sama siapa?” Tanya Daniel.“Almarhum ibu.” Jawabku. Daniel mengangguk.“Kalau boleh tahu, sejak kapan kamu ditinggal orang tuamu?” Aku berhenti mengunyah. Meneguk air didepanku.“Emmm.. Bapak saya ninggal sejak saya kelas 5 SD karena sakit. Setelah Bapak ninggal, Ibu sakit-sakitan. Mungkin karena kepikiran Bapak.Sebelumnya, Ibu nggak pernah pisah sama Bapak sejak nikah. Jadi, Ibu sangat terpukul waktu Bapak pergi.Sewaktu saya kelas 2 SMP, Ibu ninggal karena sakit juga. Setelah ibu pergi, saya tinggal sama bibi, adik ibu dikampung.” Jelasku.“Tapi kamu diperlakukan baik sama keluarga bibi kamu?” Aku diam, dan tiba-tiba meneteskan air mata tanpa sengaja.Kenapa Daniel menanyakan itu?“Kenapa, Sofi? Ada yang mau kamu ceritain ke saya?” Daniel menatapku dalam.“Gak papa, Bos.” Aku menyeka airmataku dan melanjutkan kembali suapan nasiku.“Kamu bisa berbagi cerita sama saya, kapanpun kamu mau.”“Mungkin next time, Bos. Enggak sekarang.”“Oke. Nggak apa-apa. Kamu bisa cerita kalau kamu udah siap. key..” Aku mengangguk.Daniel meneguk air selesai menyantap sarapan. Aku juga segera menghabiskan sarapanku agar tidak membuatnya lama menunggu.Selesai menyantap sarapan, aku berdiri dan membereskan piring bekas sarapan.“Cuci nanti aja. Sekarang kita berangkat, biar nggak telat.”“Baik, bos.” Aku meninggalkan cucian piringku dan membuntuti Daniel keluar.“Tunggu dimobil! Biar saya yang kunci pintunya.” Daniel memperlakukanku bak princes. Rasanya sekarang akulah majikannya."Aduh! Pelan-pelan dong, Bos." Kepalaku hampir terantuk dashboard mobil. Aku terkejut Daniel ngerem mendadak. “Udah sampe, tuh! Makanya jangan ngelamun terus.” Daniel memarkirkan mobilnya tepat didepan gedung jurusanku, Fakultas Ekonomi.Aku memonyongkan bibirku sembari membuka pintu mobil. Aku menuruninya perlahan, karena mobil Daniel yang tinggi.Sepanjang perjalanan kami memeng diam. Aku hanya sibuk melihat jalanan. Danielpun tidak menegurku. Aku malu memulai obrolan. Sebuah mobil sedan berwarna hitam merapat terparkir di samping mobil Daniel.“Hei, Sofi. Gimana keadaanmu? Udah sehat?” Seseorang mengulurkan tangannya setelah menuruni mobil tersebut. Aku terkejut dan melihatnya. Ternyata Salman yang datang menghampiriku.“Oh iya, Bang. Sudah agak baikan.” Aku menyambut tangannya lalu bersalaman.Daniel turun dari mobil menghampiri kami. Salman tersenyum menyambut Daniel.“Salman, Mas” Salman mengulurkan tangannya memperkenalkan diri.“Daniel.” Daniel meraih tangan Salman la
Aku dan Rena memasuki salah satu mall besar di Surabaya. Kami turun dari mobil setelah berhasil parkir dibasement. Aku berjalan disamping Rena. Kami masuk kedalam mall dan menyisiri lorong demi lorong rak makanan ringan, keperluan dapur, alat mandi dan lainnya. Setelah beberapa barang yang dibutuhkan sudah masuk semua kedalam keranjang, kami berjalan menuju kasir untuk membayarnya. Seorang kasir dengan seragam warna biru menscan satu persatu belanjaan Rena. Dia menyebutkan angka yang harus Rena bayar. Rena mengeluarkan ATM card dalam dompetnya. Mengetikkan pin dan mendapatkan struk dari kasir tersebut.“Okey, belanjaanku dah selesai. Sekarang, waktunya makan.” Rena menarik tanganku, tapi aku menahannya.“Makan dirumah aja, yuk. Aku yang masakin.” Pintaku pada Rena. Aku tidak mau merepotkannya.“No! Kamu udah capek-capek nemenin aku. Masa aku tega sih, bikin kamu capek lagi?”“Aku suka masak, Ren. Cuma masak doang gak akan bikin aku capek.”“Enggak! Kita cari café dan makan se
Rena melempar tasnya. Dia berbaring diatas sofa ruang tamu rumahnya dengan wajah nampak kesal.Aku mengambil dua gelas air dingin didapur, memberikan salah satunya pada Rena agar dia sedikit tenang.Rena bangun dan meneguk air yang kusodorkan kepadanya. Ponselnya berdering dari dalam tas. Tangannya masuk kedalam tas dan meraihnya.“Ngapain sih, nelpon-nelpon?!” Rena melempar ponselnya keatas sofa.“Siapa, Ren?” Tanyaku.“Kak Di lah. Siapa lagi?.” Jawabnya ketus.“Oooh.” Aku mempersingkat jawabanku agar tidak ribut lagi.“Kamu kok kayaknya biasa aja sih, Sof? Kamu punya hati nggak, sih?” Tanya Rena sembari memandangku heran.“Kata siapa? Aku juga sakit, Ren.” Aku merasa serba salah meresponnya. Aku tidak mau Rena semakin kesal. Aku bingung memilih jawaban yang pas.“Aku sama kamu itu beda, Ren. Aku nggak bisa marah kayak kamu. Aku kan, cuma maid dia. Sedangkan kamu, sepupunya.Meskipun kita sama-sama kesal, sama-sama marah, sama-sama sakit hati, kita akan memberikan respon yang b
Pagi hari yang sejuk, aku membuka jendela disudut-sudut ruangan. Matahari mengintip kedalam rumah melalui sela-sela jendela.Aku bergegas mengambil sapu dan mulai menggoyangkannya ditanganku. Aku merapikan beberapa kertas kerja Daniel yang berserakan.Butuh waktu sebentar untuk membersihkan dan merapikan rumah ini. Karena rumah Daniel tidak terlalu besar.Daniel dan Rena memang sepupu dengan karakter yang sama. Mereka sama-sama orang kaya yang baik juga sederhana.Mungkin juga karena Daniel belum berkeluarga, jadi dia tidak terlalu membutuhkan rumah yang besar nan mewah."Tapi, kalau aku jadi istrinya, aku nggak masalah harus tinggal dirumah sederhana ini. Ah, aku mulai bermimpi disiang bolong." Gumamku.“Sofi, Kamu gak kuliah hari ini?” Daniel membuatku terkejut. Dia baru saja pulang dari jogging. Badannya masih kuyup dengan peluh.“Gak ada, bos.” Sahutku. Daniel sedang menyeka lehernya yang berpeluh dengan handuk kecil ditangannya. “Kalo gitu, boleh bikinin saya sarapan?” Danie
Aku membuka mata dan melirik jam didindingkamarku. Ternyata sudah jam 09.00 siang. Dua jam sudah aku tertidur karenaletih menangis.Aku bangun lalu duduk ditepi ranjang. Mengahadapcermin yang menempel pada lemari. Aku melihat mataku yang sedikit bengkak.Aku menghela nafas Panjang. Aku berdiri laluberjalan kekamar mandi untuk mencuci mukaku yang lusuh.Seusai dari kamar mandi, mataku berkelilingmencari sosok Daniel. Aku menangkap sosok Daniel sedang duaduk disofa ruangtamu.Mungkin labih baik aku meminta maaf untukmengakhiri perselisihan ini.Aku hanya seorang maid. Aku tidak berhak untukmarah-marah apa lagi sampai sok-sokan ngambek dan meninggalkan dia sebelum diaselesai berbicara.Daniel adalah bosku, kalau sewaktu-waktu dia marahdan memecatku, kemana lagi aku harus mencari pekerjaan?Kakiku berjalan menghampirinya.“Bos.”Aku menyapa Daniel.Aku berdiri disamping sofa tempat Daniel duduk.Tapi Daniel tidak mau menoleh kearahku.“Hemm..”Jawabnya singkat.Daniel terlihat
Aku dan Danielmemasuki sebuah mall. Tangan Daniel mempersilahkan aku untuk berjalandisampingnya.Aku maju kedepan dan mulai berjalan disampingDaniel. Ada perasaan bahagia karena Daniel lagi-lagi membuat aku merasadihargai.Aku merasa dia tidak pernah merendahkan aku yanghanya seorang maid.Daniel membawaku masuk ke outlet baju. Mungkin diaingin membelikan baju untuk Farah.“Pilihbaju yang kamu suka.” Ucap Daniel.“Buatsiapa, Bos?” Aku bertanya heran.“Buatkamu.” Jawab Daniel.Dia semakin membuatku bingung. “Enggak usah, Bos. saya nggak punya duitbuat beli baju mahal disini.” Akumengelak.“Aku yangbayar.” Jelasnya.“Tapi,Bos.”“Kamubaru tadi loh, minta maaf sama saya karena kamu ngebantah. Sekarang kamu maungebantah lagi?” Aku menggelengkan kepalaku.“Okey,sekarang kerjakan apa yang saya perintahkan. Please!” Aku mengangguk danberjalan menuju baju-baju yang berjejer.Aku mengambil satu dress cantik berwarna hitam.Kemudian masuk ke fitting room untuk mencoba dr
"Plak" Akuterpental kesofa. Tamparan Farah sangat keras."Jangan kurang ajar kamu Farah!"Daniel mendorong Farah dan membantuku berdiri.Entah apa salahku sampai Farah datang kerumah Daniel dan menyerangku."Eh, gembel. Ngapain kamu disini?!"Sungut Rena."Farah!" Suara Daniel melengking dalamrumah. "Duduk!" Telunjuk Daniel memberi aba-aba.Farah duduk dengan raut wajah murka disofa ruangtamu."Kamu nggak apa-apa, Sofi?" Daniel dudukdisampingku. Mengelus pipiku dengan lembut."Nggak usah deket-deket." Farah menarikbahuku sangat kencang. Air mataku jatuh tak tertahan.“Heii..!” Daniel membentak Farah lagi.“Siapa dia, Dan? Kenapa kamu belain dia terus?”Farah menoleh kearahku penuh amarah. Daniel berjaga didepanku."Kalo kamu masih kayak gini, mending kamukeluar sekarang!" Usir Daniel. Farah diam dan membuang muka."Kamu ngusir aku demi gembel ini, Dan?!Hah.." Farah tertawa picik."Kalo kamu gak bisa tenang, aku minta kamukeluar dari sini!" Usir Daniel."Oke. Sekarang kamu jela
Hari ini gerimisdatang lagi. Seperti biasa, Daniel selalu mengantarku kekampus saat gerimis.Dia tidak mengizinkan aku untuk pergi sendiri naik taxi.Kali ini Daniel tidak menyalakan type atau radiodalam mobilnya. Susana masih terasa hening.Aku memilih diam saja sebelum Daniel yang memulaipercakapan.Aroma parfum kopi yang memenuhi kabin mobil terasamenenangkan diiringi suara gemercik hujan yang jatuh pada kaca mobil Daniel.“Dressyang cantik, kayak yang makek.” Puji Daniel memecah keheningan. Hatiku berbunga.“Makasih..Ini baju yang Bos belikan, loh” Aku menyeringai salah tingkah. Menyilangkankaki agar terlihat lebih elegan.“O, ya?Cantik." Pujinya lagi. Aku semakin salah tingkah. "Kamu tahu, nggak?Hitam itu warna favorite saya.”“Sayatahu." Timpalku."Tahu dari siapa?" Daniel tersenyumdengan wajah bingung."Nebak aja. Karena Bos sering banget pakaibaju warna hitam. Barang-barang Bos dirumah juga, dominan warna hitam. So, sayafikir warna favorite kita sama.”“O ya?