Share

Bab 2

Author: Yela
"Hiks, hiks. Ayah, Ibu, ini gelap sekali. Mataku sakit. Aku takut."

Orang tuaku yang pikirannya sudah dikuasai rasa iba, bahkan tidak memikirkan, kalau matanya mendadak sakit, bagaimana Emma bisa sampai ke kamar mereka dengan lancar di rumah asing ini?

Namun, mereka hanya memeluk Emma dengan penuh kasih sayang, hampir menangis karena panik.

"Jangan takut, Emma. Ayah dan Ibu ada di sini."

Dengan tubuh bergetar, Emma makin meringkuk di pelukan ibuku, tampak sangat ketakutan.

"Ayah, Ibu ... Aku benaran boleh tinggal di rumah ini? Hiks, hiks ... Barusan Aubrey ...."

Mendengar ini secara diam-diam, hatiku langsung mencelos. Detik berikutnya, ayahku langsung menerobos masuk ke kamarku, menarikku dari tempat tidur saat aku masih pura-pura tidur.

"Kamu bilang apa ke Emma? Kenapa kamu begitu nggak tahu diri? Emma dari kecil sudah sakit-sakitan, hidupnya juga malang. Apa kamu nggak bisa mengalah sedikit?"

"Sudahlah, jangan begitu. Aubrey masih kecil. Ajari saja, nanti juga mengerti."

Meskipun ibuku bicara seolah menenangkan ayahku, tangan ibuku tetap memeluk Emma erat-erat, sama sekali tidak ada niat untuk membelaku.

Akhirnya, mereka membawa Emma ke kamar mereka, sementara aku yang masih pakai piyama tipis, ditinggal di luar. Dulu, ibuku selalu datang tengah malam untuk memastikan aku tidur nyenyak dan menyelimutiku sebelum pergi. Namun, kini, mereka seolah lupa kalau aku masih anak berusia tujuh tahun, yang juga takut gelap, takut dingin, dan butuh kasih sayang orang tua.

Di kehidupan sebelumnya, Emma juga sering begitu. Awalnya, pura-pura penyakit matanya kambuh, lalu memanfaatkan rasa iba orang tuaku untuk mengarang cerita bohong untuk menjelekkanku.

Aku yang masih kecil mulai sadar akan ancaman ini. Sejak dia datang, di mata orang tuaku, aku yang tadinya anak manis dan menggemaskan mulai berubah jadi anak nakal.

Lalu, aku mulai bersaing diam-diam dengan Emma, tak mau kalah dalam hal apa pun. Apa pun yang dia punya, aku juga harus punya. Emma sangat pandai berpura-pura di depan orang lain, selalu tampak lembut, pemalu, dan penuh pengertian. Itu membuat orang tuaku jadi makin merasa bersalah padanya.

Aku habiskan hidupku untuk bersaing dengannya, tetapi tetap tak bisa menang. Bahkan kakak laki-lakiku, yang dulu begitu menyayangiku, akhirnya jatuh hati pada Emma.

Di dunia seni, semua orang tahu bahwa Keluarga Moore memiliki seorang anak angkat genius yang tampak rapuh nan memikat bernama Emma dan seorang putri kandung yang kasar, iri hati, dan bodoh bernama Aubrey.

Di kehidupanku kali ini, aku memutuskan untuk tidak lagi bersaing dengan Emma. Aku ingin hidup sesuai keinginanku sendiri.

Keesokan paginya, terdengar tawa riang Emma bersama orang tuaku dari ruang makan. Saat aku turun ke bawah diam-diam, aku melihat Emma duduk di kursiku, menggunakan peralatan makan favoritku.

Begitu aku muncul, suasana hangat itu langsung berubah, seolah akulah orang asing yang menyusup ke dalam keluarga mereka.

Raut wajah ibuku sempat terlihat canggung.

"Aubrey, kenapa kamu bangun sepagi ini? Emma belum punya peralatan makan sendiri, jadi dia pakai punyamu dulu. Kamu pakai punyanya kakakmu, ya?"

"Nggak mau. Aku nggak suka mengambil barang orang lain."

Begitu aku mengatakan ini, semua orang langsung sadar bahwa aku sedang menyindir Emma. Ayahku tampak masih kesal karena penindasanku terhadap Emma kemarin. Raut wajahnya yang biasanya ramah langsung berubah muram.

Aku melirik ke makanan di meja. Di sana ada susu, roti lapis, dan telur goreng dengan daging sapi asap. Itu semuanya adalah makanan kesukaan Emma. Aku sendiri tidak bisa minum susu, jadi biasanya sarapan dengan bubur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Memang Begitu   Bab 12

    "Aku egois? Aku kejam? Aku menindas dan mengucilkan Emma sejak kecil?""Kalian bilang dia kasihan, jadi aku serahkan kamarku untunya dan pindah ke kamar pelayan. Kalian bilang dia butuh lebih banyak perhatian, jadi sejak umur tujuh tahun aku pergi sekolah sendiri. Kalian bilang dia harus berobat, jadi sejak kecil aku cari beasiswa sendiri tanpa mengandalkan keluarga. Dia bersin sedikit saja, kalian semua langsung mengantarnya ke rumah sakit. Aku demam tinggi, nggak ada yang peduli.""Kalian cuma datang ke pertemuan orang tua Emma dan cuma ingat ulang tahunnya. Dari kecil, semua yang Emma inginkan harus aku kasih padanya. Bahkan orang tuaku sendiri pun aku relakan, kalian masih belum puas? Benar, dia memang menyedihkan, tapi hidupnya yang tragis bukan salahku. Dia sakit parah juga bukan salahku!""Kamu bilang aku nggak layak jadi dokter? Sejak aku memutuskan belajar kedokteran, aku membeli semua buku pelajaran sendiri. Sekolah bahkan sampai guru les pun aku cari sendiri. Selama ini, kam

  • Cinta Memang Begitu   Bab 11

    Sebelum pergi, aku dan kepala sekolah duduk berbincang semalaman. Dia sudah sejak lama menyadari perasaan Nathan padaku, tetapi dia tetap meyakinkanku, meski aku dan Nathan nanti tak bisa bersama, aku akan selalu menjadi putri kesayangannya.Setelah masuk universitas, aku tak pernah lagi berhubungan dengan Keluarga Moore, tetapi mereka masih terus menggunakan kartu bank yang kuberikan. Aku sedikit banyak tahu kabar tentang Keluarga Moore dari teman-teman lama bahwa Keluarga Moore sedang terkena masalah.Saat mengikuti ujian masuk universitas seni, penyakit mata Emma kambuh. Karena di kehidupan ini aku tidak ikut ujian, dia asal menukar namanya dengan lembar jawaban milik siswa lain yang gambarnya bagus. Setelah itu, dia merengek dan pura-pura menyedihkan agar ayahku, yang punya sedikit pengaruh di dunia seni, menyuap panitia untuk menutupi kasus ini.Tak disangka, dia malah menukar lembar milik murid dari penguji utama. Skandal anak angkat Keluarga Moore yang curang dalam ujian langsun

  • Cinta Memang Begitu   Bab 10

    Kami duduk di tepi danau yang pemandangannya indah sambil berbagi kue. Kepala sekolah memberiku sebuah tas baru, sementara hadiah dari Nathan adalah gelang kecil hasil buatannya sendiri. Begitu aku membayangkan Nathan yang ceroboh sedang serius merangkai gelang, aku langsung tertawa. Nathan pun malu dan kesal.Tak terasa dua tahun telah berlalu. Aku sebentar lagi akan lulus SMA. Demi benar-benar meninggalkan Keluarga Moore, aku memutuskan untuk kuliah kedokteran di luar negeri. Nilai-nilaiku sangat bagus, jadi pihak universitas memberiku beasiswa penuh.Begitu surat penerimaan tiba di rumah, barulah Keluarga Moore tahu aku akan kuliah di luar negeri. Awalnya, kupikir orang tuaku yang sok suci itu akan bersikap seperti biasa, langsung menyalahkanku karena mengambil keputusan sendiri.Tak kusangka sikap mereka justru berubah drastis kali ini. Mereka jadi perhatian padaku, bahkan memujiku sebagai anak yang tidak merepotkan.Rupanya, tahun ini, Emma harus berobat dan ikut bimbingan belajar

  • Cinta Memang Begitu   Bab 9

    Saat itu juga, kepala sekolah yang baru saja memarkir mobil bergegas ke arah kami. Begitu melihatnya, orang tuaku langsung berubah bersikap, yang tadinya marah-marah, sekarang langsung manis dan ramah.Emma tahun depan akan masuk SMA. Walau nilainya buruk, tetapi ambisinya tinggi. Emma ingin masuk SMA ternama. Jadi, cepat atau lambat pasti harus minta bantuan kepala sekolah.Setelah tahu Nathan adalah anak dari kepala sekolah ternama, ekspresi aneh di wajah Emma jadi makin kentara. Dia bahkan melepas tangan yang tadinya melingkari lengan Miles."Aku tahu Aubrey nggak akan bohong sama kita."Orang tuaku juga sadar situasi. Mereka buru-buru minta maaf ke kami dengan senyum canggung. Tentu saja, tujuannya agar tidak menyinggung Nathan. Aku cuma kebetulan kena imbasnya."Maaf sudah merepotkan Bu Kepala sekolah. Hari libur begini masih sempat mengajak Aubrey jalan-jalan."Nathan tak tahan tertawa sinis begitu melihat keluarga itu berubah sikap secepat kilat."Pak, Bu, tahu nggak kenapa kami

  • Cinta Memang Begitu   Bab 8

    "Dia cuma punya masalah di mata, bukan buta total. Kenapa harus terus-menerus mengalah padanya?"Kepala sekolah menepuk kening Nathan, memperingatkannya agar lebih hati-hati dalam bicara. Setelah itu, beliau memelukku erat seperti seorang ibu dan mengelus punggungku dengan lembut."Kalau begitu, mulai sekarang kamu jadi anak angkatku saja. Anak baik sepertimu, kalau mereka menolakmu, aku yang akan menerimamu."Aku menangis tersedu-sedu di pelukan kepala sekolah, sementara Nathan hanya bergumam lirih."Kalau dia jadi anakmu, berarti kita kakak adik dong."Masa SMA adalah masa paling santai dalam hidupku. Bahkan saat liburan, aku sering tinggal di asrama dengan alasan belajar.Orang tuaku pun tak sempat mengurusku. Kudengar mereka sibuk membawa Emma berobat dan memasukkannya ke berbagai les tambahan, sampai bisnis keluarga pun terbengkalai. Uang sakuku ikut terpotong. Untung saja, aku sudah mencapai kebebasan finansial sejak lama, jadi tanpa bantuan Keluarga Moore pun hidupku tetap nyama

  • Cinta Memang Begitu   Bab 7

    "Anak orang dalam memang beda. Duduknya harus di tengah.""Kalau duduk bareng dia, pasti diawasi guru terus. Siapa yang tahan?"Semua siswa segera menjauh, menyisakan aku duduk sendirian di bangku paling tengah. Aku duduk tegak, mengabaikan ejekan mereka, lalu membuka buku pelajaran dengan tenang.Saat itulah, seseorang langsung menarik kursi dan duduk di sebelahku. Tangannya yang ramping dan indah itu terulur ke arahku."Hai, kamu Aubrey, 'kan? Kenalkan, aku Nathan. Boleh nggak aku duduk bareng kamu?"Aku meliriknya dengan tanpa ekspresi. Anak ini terlihat rapi dan ramah, jelas tipe yang disukai banyak orang."Kamu yakin? Duduk bareng aku bisa-bisa kamu dikira anak orang dalam, lho."Dia tertawa lepas, lalu mengedipkan matanya dan berbisik di telingaku."Haha, mereka nggak akan berani macam-macam. Aku ini anak kepala sekolah."Baru saat itulah aku sadar kalau wajah Nathan memang mirip dengan kepala sekolah. Mungkin kepala sekolah khawatir aku kesulitan berbaur, jadi sengaja meminta Na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status