Betapa lega hati Shea mendengar penuturan suaminya. Senang karena Jerikho berada di sisi yang benar.
Di sisi mereka.Saking emosional dia segera mendekap tubuh suaminya. Jerikho balas memeluknya erat sambil menggumamkan kata-kata sayang.Mereka tidak langsung membicarakan masalah kasus hari itu juga. Karena lusa Kalina sudah bisa pulang. Shea tidak ingin membuat Kalina cemas dan takut.Bagaimana pun Jerikho adalah keluarga Adimas, Kalina merasa trust issue, khawatir pendapat Jerikho akan bias."Nggak pa-pa Kal, itu wajar, tapi Abang mau ke sini aja udah nunjukin komitmennya untuk serius. Gimana hasilnya nanti, yang penting kita udah berusaha semaksimal mungkin."Kalina yang awalnya goyah pun akhirnya memantapkan niat melakukan tuntutan. Proses diskusi pertama kali justru terjadi di rumahnya. Di kamar Kalina setelah kepulangan dari rumah sakit.Di sinilah kemudian peran Jerikho dibutuhkan sebagai orang dewasa dan berpeng"Kecelakaan, dua jahitan di kepala, tapi kakinya yang paling parah. Patah. Nduk, Papa mau kamu hati-hati. Papa nggak akan basa-basi bilang ini karena Sidra ugal-ugalan naik motornya. Bukan. Jarak dari sekolah ke rumah berapa sih? Nggak jauh, dan kalaupun dia ugal-ugalan. Papa akan terima. Tapi Sidra sendiri bilang kalau sejak seminggu terakhir ini, setiap sepulang sekolah ada motor yang suka ngikutin dia di belakang." Mama kesulitan menjelaskan karena terlalu emosional, sehingga Papa akhirnya yang mengambil alih. Penuturan beliau sangat tegas, membuat Shea meremas ponsel lebih erat. Tapi kakinya justru lemas. Kalau bukan buru-buru duduk di lobi, mungkin Shea akan ambruk. "Te-terus gimana Pa?" "Jadi sekarang masih di rumah sakit. Sidra sama sekali nggak ngomong apa-apa. Karena dia pikir orang iseng atau mau ngajak tawuran. Mereka dua orang, Nduk. Biasa pakai outfit serba hitam, helm full face, mukanya nggak kelihatan." Mung
"Gimana?""Negatif Mba."Mata Mba Naomi tampak meredup sejenak sebelum menyunggingkan senyum simpati. "Nggak pa-pa, berarti memang belum rezeki ya?"Betul, Shea duduk di meja kerjanya, mengambil beberapa dokumen yang harus diselesaikan, berusaha tetap elegan.Pulang dari liburan singkat di kapal, tanpa benyak pertimbangan. Shea langsung mencoba saran Mba Naomi. Pagi-pagi. Sendirian. Detak jantungnya menggila selama menunggu. Tapi sampai percobaan ketiga semua hasilnya negatif. Apakah Shea kecewa?Yah, mungkin ada sedikit. Dia sudah berekspektasi kalau mengandung, mungkin itu akan jadi kabar epic sebagai balasan suaminya yang memberikan kejutan ulang tahun. Tapi... mungkin memang belum waktunya. Mereka secara resmi baru intim akhir-akhir ini.Jadi Shea merasa legowo."Masih banyak waktu buat mencoba Mba. Aku masih pengin honeymoon lagi."Wajah Mba Naomi tampak julid. "Bisa nggak sih, nggak usah diomongi
Menuju senja, kapal kembali bergerak ke daratan secara perlahan. Mereka menghabiskan waktu duduk di dek sambil bermain gitar, menyaksikan bagaimana Hiro dan Naga melompat-lompat saat Kalina meniupkan balon sabun ke udara."Udah lama banget aku nggak liburan. Terakhir kayaknya waktu semester kemarin pas nyoba naik gunung.""Bukit bukan gunung." Alisa langsung mengoreksi. Sebagai yang suka mendaki, tidak terima kalau medan mudah yang mereka lalui disebut gunung.Shea meringis, itu terjadi di saat dia belum mengandung. "Kapan-kapan coba lagi mungkin seru kali yaaa.""Memang dibolehin sama Abang?"Pelipis Shea berkedut. "Ya masa nggak boleh? Tinggal kabur aja.""Hayo mau kabur ke mana?" Mba Naomi mengancam. Karena detik-detik terakhir sebelum kembali ke dunia nyata. Dia menghabiskan waktu untuk foto-foto. Memanfaatkan Radit sebagai juru kamera."Kalau nggak jauh mungkin nggak pa-pa, Mba. Atau ajak aja sekalian."She
"Mahal banget, nih."Untuk yang kesekian kali Mba Naomi berbisik di telinga Shea. Dia menarik napkin dan menebarkannya dengan semangat di atas pangkuan. Matanya berbinar-binar menatap Chef Gun.Tidak henti-hentinya Shea merasa takjub dengan suaminya. Shea pikir saat mereka akhirnya keluar kamar untuk mencari makan siang. Dia akan mendapatkan tatapan aneh, karena mereka praktis berhibernasi cukup lama.Tapi suaminya benar, semua orang tampak sibuk sendiri. Hanya Alisa yang menyeletuk asal kalau Shea melewatkan insiden menggemparkan dari si kembar yang menjatuhkan sepeda ke laut."Itu bahaya tau!" Sang Mama, Kak Mita meraung. Mengomeli kedua anak itu dengan posisi strap, berdiri satu kaki dan tangan bersilang menjewer telinga. "Mama bolehin kalian bawa sepeda bukan buat dibuang-buang. Waktu honeymoon kalian juga melakukan hal yang sama.""Nggak sengaja, Mama." Naga menggumam, matanya melirik sang Papa seolah meminta bantuan. Tapi Chef Gun j
"Syukurlah Nduk, Mama ikut bahagia kalau kamu bahagia di sana. Jangan galak-galak sama suami kamu ya. Apalagi kalau kerja, dia juga butuh dukungan." "Aku nggak pernah galak, Ma." "Jangan suka ngambek nggak jelas, dikurang-kurangi egonya yang tinggi itu." "Abang lebih parah, Ma." "Jangan bantah terus kalau dinasehtin." "Abang nggak pernah na—" Mama terdengar berdecak dari seberang telepon, Shea meringis. Beringsut bangkit dari tempat tidur, mengambil air dari pitcher yang tersedia di meja. "Baru juga diomongin jangan membantah, langsung dipraktekkin. Kebiasaan gadis jangan dibawa-bawa pas nikah. Gimana suami kamu nggak makin kurus?" Kurus dari mana? Shea ingin menyambar begitu, sambil meneguk segelas air putih
Ternyata mereka memang tidak membutuhkan pakaian ganti karena Jerikho sudah menyiapkan semuanya. Shea sampai takjub, suaminya benar-benar niat. Bergeser ke malam, pesta yang awalnya imut-imut menjadi lebih fancy dengan live musik Dj yang heboh di atas dek, di tengah-tengah laut. Dalam balutan wine dress, Shea tidak henti-hentinya digiring untuk berjoget, dia tertawa melihat bagaimana si kembar tampak heboh dan berlagak seolah mereka adalah Dj profesional. "Mas, lihat aku bisa begini..." Naga pamer, meliuk-liukkan tubuhnya seperti Michael Jackson, yang lebih terlihat seperti tarian ular Sanca. Hiro di sebelahnya tidak kalah atraktif, mengenakan kacamata renang yang mereka pakai saat berenang sore tadi. "Kapan kalian akan tidur?" Mamanya berseru, tapi dia tidak memaksa ju