Share

Delia Suka Danar

 ~Dalam hidup, ada perasaan yang harus diungkapkan dan ada yang sebaiknya disembunyikan~

"Makasih banyak ya Danar, udah kasih izin aku buat duduk di sini sama kamu."

 "Apa-apaan sih Del? Kalau mau duduk ya tinggal duduk aja. Siapapun bebas buat duduk-duduk di sini. Kamu belum mau berpisah sama suasana malam yang bagus ini ya?"

 Delia mengangguk. Suasana malam itu memang bagus sekali. Langit penuh bintang, angin malam tidak bertiup kencang dan suasana yang hening membuat siapa saja betah berlama-lama di samping api unggun itu.

 "Kamu tahu Danar? Ada beberapa hal yang aku sesalkan ketika dulu kita masih SMA."

 "Apa? Apa yang harus kamu sesalkan Del? Bukannya kamu melewati masa-masa SMA dengan sangat baik? Kamu jadi idola di sekolah. Idola karena kamu pintar dan satu-satunya siswa yang berhasil lulus ke fakultas kedokteran. Selain diidolakan karena pintar, kamu juga banyak diidolakan karena ketangkasan kamu dalam bermain basket. Aduh Del! Itu keren sekali. Jika masa-masa SMA yang sekeren itu masih kamu sesalkan? Apalagi masa SMA-ku yang hanya dilalui biasa-biasa saja?"

  Delia merapikan rambutnya. Dia membuka hoodie penutup kepala dan membuku kucir rambutnya. Delia memilih untuk menggerai rambut indah itu. Gerakan tangan Delia, membuat Danar tidak bisa berhenti menatap. Wajah Delia yang cantik, tambah cantik diterpa cahaya jingga dari api unggun. Bukan hanya itu, gerakan tangan Delia dalam menggerai rambutnya juga indah dan elegan sekali. Sejenak ada rasa takut dalam hati Danar. Takut jika dia merasa suka atau tertarik pada Delia.

 "Aku menyesal kenapa dulu kita tidak dekat."

 "Apa Del? Apa aku tidak salah dengar?"

 "Iya Danar. Itu benar. Aku menyesal kenapa dulu tidak menyadari jika ada siswa sekeren kamu. Kamu memang tidak sepertiku yang sering jadi pusat perhatian. Namun belakangan ini aku sadar, sadar jika kamu tidak kalah menariknya."

 "Eh, eh, anu Del. Aku enggak paham maksud kamu apa?"

 "Aku berharap bisa memutar waktu di masa-masa kita SMA. Jika aku bisa melakukannya, aku ingin mengenal lebih dekat dirimu Danar. Bukan hanya sekedar teman biasa, yang hanya saling sapa hai dan helo."

 "Oh? Aku akan sangat senang jika hal itu terjadi Delia. Siapa coba yang tidak mau berteman dekat denganmu dulu? Namun ya memang itu, kamu terlalu menjaga lingkaran pertemananmu dulu. Kita hanya bisa berteman biasa saja. Tidak terlalu dekat dan tidak terlalu akrab."

 "Iya. Itu yang aku sesalkan."

 Pikiran Danar jauh menerawang. Menerka-nerka maksud dari perkataan Delia. Wajah gadis itu terlihat sedikit sendu. Membuat hati Danar menumbuhkan bibit-bibit rasa bersalah. Walaupun jelas Danar merasa bingung juga kenapa dia harus merasa bersalah. Ada rasa tidak enak di hatinya melihat wajah sedih Delia.

 "Maaf nih Del. Tapi apa aku boleh tahu kenapa kamu terlihat sedih?"

 "Aku sedih karena..."

 "Karena apa?" Danar tidak sabar ingin tahu.

 "Karena aku baru sadar kalau aku ternyata menyukai kamu Danar."

  Hening. Suasana seketika hening. Danar yang tadinya bingung sekarang malah berubah jadi takut. Tangannya bahkan mulai dingin. Dia tidak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. Danar mencoba untuk membuang wajahnya dari arah Delia. Dia berusaha untuk tidak menatap gadis itu. Setelah menenggak kopi hitam di gelasnya, Danar baru berani bertanya.

 "Apa aku tidak salah dengar Del?"

 "Tidak Danar. Kamu tidak salah dengar. Aku menyukaimu."

 Sejenak hati Danar bimbang. Dia bingung harus senang atau sedih? Bukankah seharusnya dia merasa senang karena ada wanita secantik Delia yang menyukainya? Namun bukannya seharusnya dia juga sedih? Sedih karena semua itu akan percuma. Danar sudah punya istri dan haram bagi Danar untuk menyukai wanita lain. Bagi Danar, hukum alam seharusnya begitu.

 "Apa kamu marah karena aku suka padamu Danar?"

 "Eh, anu, Del... Aduh! Gimana aku harus bilang ke kamu ya?"

 "Bilang aja Danar! Aku enggak kenapa-kenapa kok."

 "Gini Del, aku enggak mungkin marah sama kamu. Siapapun bebas untuk suka sama siapa. Tapi kamu sendiri tahu jika aku sudah punya istri, kan? Sagita. Ini jelas bahaya Del. Bahaya jika sampai istriku tahu."

 "Ya jangan sampai tahu. Cukup kamu saja yang tahu jika aku suka sama kamu. Cukup kamu saja yang tahu jika aku cinta sama kamu. Istri kamu jangan tahu."

 Danar menyeka keringatnya. Suasana malam ini cukup dingin, tidak seharusnya dia berkeringat. Namun perkataan Delia dan segela keterusterangannya membuat Danar merasa gerah. Pikirannya kacau seketika.

 "Del! Ini tidak masuk akal. Ada Yoga dan Jidan yang juga menyukaimu. Asal kau tahu saja Del. Mereka sudah naksir lama padamu. Sayangnya tidak ada kesempatan untuk itu. Kesempatan untuk mendekatimu."

 "Aku tidak tertarik pada Yoga dan Jidan."

 "Kenpa?"

 "Lucu. Pertanyaan macam apa itu Danar?" suara Delia semakin lirih. Saat berbicara, Delia semakin menatap ke arah Danar. Tatapan matanya tidak lepas sedikitpun dari Danar. Hal itu semakin membuat Danar salah tingkah. Bingung harus apa dan bagaimana. Baru kali ini ada seorang wanita yang secara frontal menyatakan diri menyukainya. Dan hebatnya wanita itu adalah Delia. Wanita yang sungguh tidak pernah Danar merasa sanggup untuk menjangkaunya.

 "Kenapa diam Danar? Menurutku pertanyaanmu itu lucu sekali. Bagaimana mungkin kau bisa menanyakan kenapa aku tidak suka atau tertarik pada Yoga dan Jidan. Aku tahu keduanya pria baik-baik. Walaupun mereka terkesan playboy alias buaya tapi aku tahu jika mereka hanya buaya recehan. Mereka hanya sekedar merayu di mulut saja. Tidak tega bila harus benar-benar menyakiti hati wanita. Namun pertanyaanmu itu sangat aneh. Mana mungkin aku bisa mengatur hatiku sendiri harus suka pada siapa."

 "Tapi Del..."

 "Tapi apa? Kalau bisa memilih, tentu aku akan memilih untuk jatuh cinta pada Yoga atau Jidan. Sayangnya aku tidak diberi pilihan apapun. Aku hanya jatuh cinta padamu. Maafkan aku Danar. Seharusnya aku menyadari perasaan ini sejak dulu. Sejak kamu belum menikah dengan Sagita. Sekarang semua perasaan ini cuman akan sia-sia belaka. Perasaan suka ini hanya akan bertepuk sebelah tangan," suara Delia terisak. Membuat Danar semakin bingung harus apa.

 Danar menoleh ke kiri dan ke kanan, berharap tidak ada yang mendengar obrolan mereka. Jarak mereka cukup jauh dari tenda. Menurut Danar, itu jarak aman. Seharunya tidak ada yang mendengar obrolan ini. Obrolan yang membuat hati Danar jadi tidak tenang.

 "Del! Tidurlah. Nanti Yoga keburu bangun. Dan pasti dia akan curiga melihat kamu masih terjaga di sini sedari tadi bersamaku. Aku enggak mau Yoga mikir yang enggak-enggak. Jadi lebih baik sekarang kamu masuk ke tenda." Danar mengambil keputusan. Menurutnya Delia harus segera tidur.

 "Biarkan aku di sini sebentar lagi Danar. Aku sangat menikmati masa-masa berdua denganmu. Jika nanti istrimu sudah bangun atau teman-teman yang lain sudah bergabung, aku tidak akan punya kesempatan seperti ini. Kesempatan untuk berdua denganmu. Begini saja Danar, begini saja sekalipun aku sudah sangat senang. Padahal jelas aku tidak bisa memilikimu."

 Danar mengusap wajahnya. Dia bingung harus apa. Akhirnya dia membiarkan Delia tetap duduk di sana. Setidaknya sebentar saja, sampai Delia memutuskan untuk tidur.

 

 

  

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status