***
Mereka sampai di lantai kelas vip rumah sakit dan menuju kamar Tesh. Tidak seperti kemarin, penjagaan di depan kamarnya cukup ramai. Pengawal yang hadir disitu bukan hanya orang-orang Rivera. Sejumlah wajah dikenalinya dari kejadian kemarin. Ini pengawal Gio.
Seakan sudah tahu apa yang sedang menantinya di balik pintu, Marco memperhatikan raut wajah Isa yang menegang. Gadisnya tetap berjalan dengan percaya diri menuju pintu. Hampir semua pria yang ada di lorong itu memberinya anggukan hormat. Marco berjalan di belakangnya.
Krakk! Isa membuka pintu kamar. Tepat sekali si pria eksentrik itu sedang duduk di hadapan Tesh dan melipat tangannya. Hanya ada mereka berdua dan seorang perawat yang berjaga di ujung ranjang Tesh.
***Selesai menjenguk Tesh dan situasi canggung yang menghampiri ketiganya, mereka akhirnya meluncur ke kabin dimana Jett dan anak buah Marco mengamankan Mischa."Kita tidak menuju safehouse?" Isa bertanya padanya."Tidak, sayang. Kita menuju kabin di pinggir kota. Mischa harus diamankan di tempat tersembunyi. Lagipula, aku tidak mau mengorbankan anak buahku yang lain jika ada penyerangan kembali ke safehouse."Isa mengangguk."Apa Rage sudah mulai bertugas denganmu?" Isa menyilangkan salah satu kaki dengan santai dan memperlihatkan belahan paha mulusnya.
***-Marco POV-Klik! Ujung revolver milik Isa kembali bersarang tepat di dahinya.Marco mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras. Adegan menegangkan dan percakapan kedua gadis yang pernah bersahabat itu disaksikan dengan matanya sendiri dari balik kaca pemantau.Ketegangan menyelimuti Isa dan Mischa. Marco menangkap kegelisahan dari sepasang mata Mischa yang berusaha menembus kaca penyekat ruangan antara ruang pemantau dan ruang interogasi tahanan. Sebaliknya, Isa menunjukkan ketenangan yang luar biasa padahal ujung pelatuk kini berada di tengah dahinya.Kematianmu adalah tebusan untuk putriku. Kalimat itu terngiang di benak Marco.
***"Perjalanan kita masih lama?" Isa meraih tangan kanan Marco dan membelai telapaknya. Menggiringnya menuju pipinya dan mengecupnya. Sentuhan sederhana itu seakan menghidupkan hasratnya."Mungkin satu jam kurang." Marco menepikan mobilnya di pinggir jalan setapak dan menyalakan lampu hati-hati. Ia lalu menarik Isa dan menempelkan kedua bibir mereka. Menciumnya perlahan sambil mengecupnya."Uhm." Isa mengulum bibirnya, seakan paham apa yang sedang dirasakannya. Ia memeluk bahunya dan mendesak ciumannya lebih dalam. Marco memberikan sentuhan yang tidak kalah manis, menggigit gemas bibir bawahnya dan membelai lidah gadisnya dengan lidahnya.Marco lalu mencengkram pergelangan tangan Isa dan menghentikan semua kegiatan mereka. Ia lalu menarik tuas kursi penumpang dan menaha
***"Apa aku harus mengenakan penutup mata ini, Marco?""Sssh! Tentu saja, Baby!" Marco mengawalnya menaiki undakan tangga batu. Udara malam ini cukup hangat karena sedang musim panas. Cukup bersahabat untuk menghabiskan waktu makan malam diluar bersama lelakinya."Masih jauh tidak? ""Sepuluh langkah lagi. Kau cerewet sekali, Sayang."Mereka menaiki tangga batu terakhir. "Sudah sampai, Princess." Marco membuka kain yang menutup matanya.Isa mengerjap-ngerjapkan kedua matanya."Kalau begini, bisa luntur maskaraku, Marco." Isa merengek manja.Marco tergeli. Satu-satunya perempuan yang
*** "Princess." Marco menghampiri gadisnya yang sedang duduk menikmati jus jeruk dan menu brunch di depan meja makan. Sepiring cinnamon waffle pie dengan taburan berries. Baguslah, asupan gula akan membuat Isa dipenuhi hormon serotonin sepanjang waktu karena Marco tahu hari ini akan menjadi hari yang panjang untuk mereka. Marco meraih pundak Isa dan memijatnya perlahan. Sambil menunduk sedikit lalu mencium belakang lehernya. Isa menoleh dan mengusapkan bibirnya tepat ke bibir Marco. "Sudah selesai rapatnya?" Marco mengangguk. "Koordinasi dengan tim milikku sudah. Ada seseorang yang sedang menunggu di ruang kerjaku." Isa mengangk
*** "Kak!" Adiknya menerobos masuk ruang kerja Marco tanpa mengetuk. "Zayden." "Isa memintaku untuk melihat kondisimu.” Zayden memperhatikan kakaknya yang kini duduk di kursi kerjanya. “Kalian bertengkar layaknya ibu dan ayah." "Shuthefu*ckup, Zay." Marco membentak kasar. Zayden mendengus sambil berjalan mendekati meja Marco. "Selama setengah hari ini, Isa mengumpulkan aku, Willow dan Rage. Ia juga sudah menceritakan sedikit rencananya pada kami.” Marco tidak merespon pernyataan adiknya. “Aku pikir semua yang disampaikannya sudah disetujui olehmu, Marco.” Zayden berkata
***Kini semua orang sudah berkumpul di ruang rapat Marco. Mischa mendadak dihubungi Vargas yang masih menculik anak perempuannya. Semua orang terlihat tegang tidak terkecuali Marco dan Isa.[Percakapan telepon Mischa dan Vargas dalam mode pengeras suara]Mischa: "Perempuan itu sudah memakan umpanku, Vargas."Vargas: "Aku tidak akan percaya sampai kau berhasil menggiringnya ke hadapanku, Nona."Mischa: "Bagaimana kondisi putriku?"Vargas: "Sibuk sendiri dengan bacaan perangnya tentang Sun Tzu."Mischa: "Jangan sentuh seujung rambutnya, Vargas."Vargas: "Aku tidak janji. Mungkin jika anak ke
***Hampir tengah malam Marco masih di ruang kerjanya bersama Isa, ketika Mischa serta Jett menerobos masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu.Telepon genggam Mischa kembali berdering. Marco memberi isyarat pada Ash dan Zayden yang kebetulan juga berada di ruangan yang sama. Ash mengangguk tanda siap menyadap isi pembicaraan Mischa.Klik! Mischa menekan tombol jawab dan menyalakan mode pengeras suara.[Sambungan telepon antara Mischa dan Vargas]Vargas: "Nona, besok malam. Jam setengah satu pagi. Gudang di peternakan Woodlands. Anak buahku akan mengirim lokasi tepatnya besok. Pastikan tidak ada yang mengikuti kalian."Mischa: "..."