Di sebuah hotel yang tak jauh dari rumah Meira. Keduanya berada di dalam kamar tersebut sebab Daniel yang ingin menikmati malam itu dengan Meira yang sudah sangat ia rindukan. Daniel kemudian memeluk tubuh Meira yang tengah berdiri memandang pemandangan di balik jendela. Meira menoleh dan mengulas senyum kecil. "I miss you, Mei," ucap Daniel pelan. Meira mengulas senyum kembali. "Aku masih nggak nyangka, kamu bisa nemuin aku di sini." Daniel tersenyum miring. "Mudah bagiku untuk mencari tahu kamu di mana, Mei. Kamu juga jangan lupa, Ezra, keponakan kamu itu sahabat aku."Meira terkekeh pelan. "Iya juga sih." Wanita itu kemudian membalikan tubuhnya dan kini menatap wajah Daniel dengan lekat. "Apa yang kamu cari dariku, Daniel?" tanyanya dengan pelan.Daniel kemudian mengusapi sisian wajah Meira dengan lembut. "Banyak. Aku melihat ada masa depan yang akan kita bangun sama-sama, Mei.""Bisa aja. Raja gombal mah beda!" ucap Meira kemudian menghela napasnya dengan panjang. "Kamu ting
Alunan musik disc jockey memekakan telinga Meira yang tengah duduk sembari menikmati vodka yang ia pesan. Duduk di bartender dengan suasana hati yang sedang kacau.“Raffael gilak! Kalau emang udah gak mau sama gue, gak usah nikahi gue. Bangsat!”“Woah!”Meira terkejut kemudian menoleh ke samping kiri di mana seorang lelaki yang jauh lebih muda darinya duduk.“Boleh duduk di sini?” tanya Daniel—pria berusia dua puluh empat tahun itu.Meira mengangguk canggung. “Kamu sudah duduk.”“Kenapa dengan Raffael?” tanyanya sembari meneguk vodka milik Meira. “Daniel. What’s your name?”Meira menaikan kedua alisnya. “Kamu … ingin kenalan denganku? Tampangnya masih muda, tapi malah menggodaku.”Daniel terkekeh pelan. “Gak masalah, kan? Gak ada yang larang pun. Dulu juga pernah heboh. Anak remaja menikahi nenek-nenek tua.”Meira tertawa kemudian menyurai rambut panjang nan lebat miliknya itu. “Lucu juga,” ucapnya dengan pelan.“Namanya siapa, Mbak?” tanyanya lagi sembari menerbitkan senyumnya.Meira
Daniel mengambil dua gelas dan juga es jeruk di dalam lemari esnya. Kemudian menatap wajah Meira yang ingin tahu tentang dirinya.“Aku punya pacar. Dan sudah putus beberapa hari yang lalu. Dia sering memintaku melakukan hubungan itu. Tapi, hanya kamu, yang baru aku bawa ke apartemenku.”“Why?” tanyanya sembari mengambil gelas yang diberikan oleh Daniel padanya.Daniel mengendikan bahunya. “Dia tidak pernah serius. Hanya ingin dipuaskan saja. Kemudian mendapatkan pria yang jauh lebih ganas dariku.”Meira geleng-geleng kepala kemudian meneguk es jeruk tersebut. Daniel menatap wajah perempuan itu dengan tatapan manisnya.“Orang yang sudah mengkhianatimu, suatu saat nanti akan menyesal. Wanita secantik kamu, dilepas begitu saja.”Meira menyunggingkan senyum kecil. “Mungkin dia jauh lebih cantik dariku.”“Bisa jadi, kalau itu.” Daniel lalu mengulas senyumnya. “Kamu kerja di mana? Atau punya usaha sendiri?”“Oh, no. Aku kerja sebagai staff biasa, di Global Perkasa.”Daniel menaikan kedua al
Meira menggelengkan kepalanya. “No! Bukan itu maksudnya, Daniel.”Daniel malah tertawa. “Hanya karena usiaku jauh lebih muda darimu, kamu ingin mengakhiri semuanya? Bahkan kita belum menjalin hubungan, dan kamu tidak ingin bertemu denganku. What happened, Meira?”“Daniel. Aku tidak pantas untukmu. Jangan ada kata jalin hubungan di antara kita. Itu sudah sangat melanggar aturan.”“Oh, shit! Mana ada pelanggaran seperti itu, Meira. Berhenti berucap yang tidak masuk akal. I will never let you go!” ucapnya dengan tegas.Meira terdiam. “Daniel. Usiaku … usiaku ….” Meira menghela napas kasar. “Tiga puluh lima tahun. Kamu yakin, masih ingin menemuiku?”Daniel menyunggingkan senyum kecil. “Aku suka wanita yang lebih dewasa dariku. Itu merupakan tantangan yang cukup menyenangkan bagiku.”“What? Agak lain memang kamu ini.” Meira melipat tangan di dadanya dan menatap Daniel yang tengah mengenakan pakaiannya.“Mandilah. Akan kubuatkan sarapan untukmu,” ucap Daniel lalu keluar dari kamarnya mening
Meira menggeleng kemudian membuka dress tipis yang ia kenakan itu kemudian masuk ke dalam kolam.Daniel lalu mengejarnya dan menghampiri perempuan itu yang tengah berdiri di tepi kolam. Bibirnya meraup bibir Meira dengan lembut.Suasana yang dingin itu tiba-tiba menjadi hangat setelah Daniel menggesekan tubuhnya pada tubuh Meira.Daniel lalu mendorong tubuhnya masuk ke di bawah sana. Melajukan temponya sembari mengerang kenikmatan.Lima belas menit kemudian, Daniel menyudahi permainan itu. Tampak lelah, sebab sudah berkali-kali ia melakukan hal ini dengan Meira.“Kamu … hanya usianya saja yang muda. Permainannya, seperti sudah berumur tiga puluh tahun.”Daniel terkekeh pelan. “Mau mandi lagi?” tanyanya kemudian.“Gak. Aku mau pulang. Sepertinya Feby sudah pulang.” Meira lalu mengambil pakaiannya dan masuk ke dalam kamar.Sementara Daniel masih duduk di tepi kolam sembari membayangkan bagaimana ganasnya ia kala bercinta dengan Meira.“Oh God! I can’t remember it.” Daniel berucap pelan
“No! Aku sendiri, yang mau ke sana. Tapi, bukan berarti aku mau, nerusin perusahaan itu.”Linda mengendikan bahunya. “Up to you. Mommy gak mau ikut campur, karena kamu paling tidak suka, Mommy ikut campur.”“Thats right. And thank you, karena udah ngertiin aku. Satu lagi, Mom. Aku ingin menikah.”“Menikahlah, Darling. Tapi, jangan semua perempuan yang masih kamu jajahi kamu nikahi.”Daniel tersenyum miring. “Nggak kok, Mom. Tenang aja,” ucapnya santai.Linda menatap wajah sang anak. “Bukan yang kemarin datang ke rumah mencari kamu, kan?”Daniel menggeleng. “Bukan. Kenapa? Gak suka, sama dia?”“Sedikit. Tapi, jika memang bukan dia, Mommy lega.”Daniel terkekeh pelan. “Jangan dulu lega, Mom. Karena usia dia jauh lebih tua dariku.”Linda mengerutkan keningnya. “Why? Bukannya kamu pernah bilang, kalau kamu lebih suka perempuan yang lebih tua dari kamu? Berapa, usianya? Dua delapan? Dua sembilan?”Daniel hanya diam sembari menyantap sarapannya itu. Sementara Linda masih menunggu jawaban da
“Oh! Okay. Aku tunggu di dalam saja. Masih lama?” “Mungkin sekitar lima belas menit lagi, Tuan.” Daniel mengangguk kemudian mengedipkan sebelah matanya kepada Meira yang tengah memegang erat baju Feby. “Kenapa sih, lo?” tanya Feby kesal karena bajunya ditarik kencang oleh Meira. “I—itu orang … itu … anaknya Pak Reymond?” tanyanya gugup. Feby mengangguk. “Lo baru tahu? Padahal masih satu divisi. Tapi baru tahu, kalau itu anaknya Pak Reymond.” “Gue gak pernah mau tahu, Feby. Bahkan sama Pak Reymond-nya aja gue jarang ketemu. Apalagi sama anaknya,” ucap Meira kemudian memegang kedua sisian kepalanya sembari menunduk. “Jangan bilang … cowok bujang yang elo ceritain kemarin itu ….” Meira mengangguk dengan pelan. “Yang udah bikin gue panas dingin kalau ingat permainan dia,” ucapnya lemas. Feby menganga. Terjatuh lemas di kursinya sembari menatap wajah Meira. “Pewaris yang disebut oleh Pak Reymond adalah dia. Daniel? Astaga, Tuhan.” Meira menghela napasnya. “Nggak. Itu hanya teman
Daniel memiringkan kepalanya menatap wajah tegang Meira. Bukannya menjauh, Daniel malah meraup bibir Meira hingga berhasil membuat perempuan itu membolakan matanya.“Daniel, don’t!” ucap Meira setelah berhasil lepas dari ciuman yang dibuat oleh lelaki itu.Daniel terkekeh sembari mengusap bibirnya dengan pelan. “Jika makan siang tidak ingin, aku tunggu nanti malam. Jangan banyak alasan. Karena aku tahu kamu tidak punya kegiatan apa pun selain bermalam denganku.”Daniel lalu mengedipkan sebelah matanya kembali dan pergi dari tempat itu. membuat Meira sedikit lega. Akan tetapi, ia harus bersiap-siap untuk nanti malam yang mana seorang Daniel tidak mudah menyerah.Sudah pasti akan menjemputnya di rumahnya. Meira kemudian keluar dari toilet setelah merapikan blouse dan juga rambutnya yang sempat berantakan karena berontak tadi.Di kantin. Meira menghentikan langkahnya usai melihat Daniel yang tengah berbincang dengan beberapa direksi di sana.Feby menoleh menatap Meira. “Daniel gak seneka