Share

Cinta Satu Malam dengan Bos
Cinta Satu Malam dengan Bos
Penulis: Tetey

Hal Pahit

Suara getar dari ponsel Reyna membuatnya langsung terbangun, alarm yang tadi sempat ia matikan rupanya digantikan oleh suara getar dari benda pipih miliknya yang ia simpan di samping tubuhnya. Ingin marah, namun ia sangat penasaran apa yang dikirimkan oleh rekan-rekannya di grup chatting, karena sejak tadi malam memang membuat bising.

Pagi ini, dirinya sudah berniat akan tidur sampai siang karena hari libur. Akan tetapi, ia lupa mematikan ponsel hingga gagal sudah rencananya.

Reyna pun membuka pesan dari grup kantor yang ternyata sudah ada seratus sembilan puluh sembilan pesan, hampir dua ratus orang mengobrol di sana.

Ia membaca satu persatu, obrolan rekan-rekannya itu. Namun, ada satu pesan dan sebuah foto yang membuat Reyna seketika membelalakkan matanya. Ia pun segera bangun dari posisi tidurnya, dan duduk sambil membaca pesan tersebut.

'Ini undangan dari Bapak wakil direktur kita yang sebentar lagi akan menikah, wah senangnya. Akhirnya, bisa pesta kita semua.'

Ucap salah satu rekannya yang bernama Reska, kemudian rekan-rekannya yang lain pun membalas pesan dari Reska.

'Wah, akhirnya pak Adrian menikah juga.' Makan-makan ya kita. Walaupun sebenarnya hari patah hati satu kantor, tapi selamat untuk wakil direktur kita.

Patah hati? Ya, tentu saja. Akan tetapi, bukan patah hati karena Reyna ikut menyukai Adrian. Semakin Reyna membaca obrolan tersebut, kepalanya semakin pusing dan ia merasakan mual dari dalam perutnya. Reyna pun menatap ke arah meja nakas, beberapa jam sebelum ia tidur tadi malam. Reyna menerima kenyataan, jika saat ini ia tengah mengandung. Alat tes kehamilan yang berserakan di atas meja nakas itu berjumlah sepuluh dan semuanya menunjukkan jika saat ini Reyna benar-benar akan menjadi seorang ibu. Itulah patah hati yang saat ini ia rasakan, kenyataan itu bak petir menyambar.

Air matanya tiba-tiba membasahi ke dua pipinya, pagi ini ia sangat terpukul mendengar kabar jika ayah sang jabang bayi akan menikah dengan wanita lain. Ya, pria yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya adalah Adrian, wakil direktur di tempat Reyna bekerja.

“Sial, dia mau menikah setelah menumbuhkan janin di dalam rahimku. Ini semua gara-gara malam sial itu,” umpat Reyna sambil melempar ponsel miliknya ke atas kasur.

Tangannya meremas wajah, kemudian rambutnya. Saat ini, ia tidak tahu harus melakukan apa. Jika, berbicara jujur pada Adrian pun sudah pasti dirinya akan ditolak mentah-mentah.

Reyna pun mengingat kejadian satu bulan yang lalu, kala itu dirinya beberapa kali meneguk minuman beralkohol karena frustasi sudah dipecat dari perusahaan tempat ia bekerja, tepatnya oleh Adrian sendiri. Pria yang berstatus wakil direktur itu, mengatakan pada Reyna jika perusahaannya akan rugi besar jika Reyna yang tidak mempunyai kinerja bagus harus dipertahankan.

Hal itu pun membuat Reyna marah besar, ia menyumpahi Adrian dengan sumpah serapah yang ke luar dari dalam mulutnya.

Suara musik Dj terdengar begitu keras, hingga memekakkan telinganya. Namun, sekeras apa pun suara itu tidak membuat Reyna ingin pergi dari tempat yang sejujurnya belum pernah ia datangi. Sudah tiga kali, ia menuangkan minuman itu dan membuat kepalanya seketika pening.

“Dasar tidak waras kamu Adrian, aku salah apa? Sampai kamu memecatku?” teriak Reyna sambil meneguk kembali minumannya.

Tanpa Reyna sadari, beberapa kursi dari tempat Reyna duduk. Seorang pria yang tak lain adalah Adrian tiba-tiba mendengar namanya disebut bahkan dimaki. Ia pun bangkit dari tempat duduknya, dan menatap seorang wanita yang saat ini sudah tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

Awalnya, Adrian terkejut melihat siapa orang yang saat ini tengah duduk di kursi itu. Namun, perlahan ia pun mendekati Reyna, karena sangat penasaran mengapa mantan karyawannya mengatakan jika dirinya tidak waras.

“Aku tidak waras?” tanya Adrian di telinga Reyna.

“Ha-ha, ya kamu tidak waras, memecat aku tanpa sebab," jawab Reyna sambil menatap ke arah samping.

Ia pun mendekati wajah tampan Adrian yang begitu luar biasa, matanya Reyna menyipit kemudian ia pun tertawa kembali.

“Kenapa melihat orang lain pun bisa menjadi Adrian? Kenapa wajahnya ada di mana-mana?” ucap Reyna yang benar-benar tidak sadar jika pria yang tengah duduk di sampingnya adalah Adrian.

Adrian beberapa kali mendecakkan lidahnya, jadi seperti inilah sifat asli seorang karyawan yang mempunyai kinerja buruk itu.

Sedangkan Reyna, beberapa kali meneguk minumannya kembali. Hingga ia tiba-tiba memeluk Adrian, namun pria itu seketika mendorongnya.

“Aku mau ...,” ucap Reyna sambil membekap mulutnya.

Ia pun kembali mendekati Ardian dan sukses memuntahkan semua isi di dalam perutnya pada jas yang dikenakan oleh Adrian.

Sontak saja, hal itu membuat Adrian marah. Karena ia belum sempat mengganti jas kantornya sebelum pergi ke tempat itu. Pikirannya yang kacau, ia pikir akan hilang di tempat tersebut. Namun, ia harus bertemu dengan Reyna yang membuatnya sial.

“Apa ini? Dasar tidak sopan, awas kamu Reyna. Jas saya yang mahal kamu muntahi, dasar pembawa sial,” umpat Adrian sambil membersihkan kotoran yang Reyna muntahkan.

Sedangkan Reyna, tiba- tiba merasa pusing. Ia pun ambruk di pelukan Adrian, tanpa sadar dan lupa dengan apa yang terjadi.

Pagi hari, matahari sudah menerobos masuk ke dalam sebuah kaca jendela kamar hotel. Di sana, dua sejoli tengah tertidur pulas dengan selimut berwarna putih yang menutupi tubuh mereka.

Alarm beberapa kali membangunkan ke duanya, namun hanya sang pria saja yang terbangun. Ia mengerjapkan matanya, kemudian menguap dan menatap ke arah samping. Tiba-tiba bibir tebalnya, tersenyum miring melihat wajah teduh wanita cantik yang tadi malam tidak bisa membuatnya berhenti melakukan hubungan intim.

“Kamu sudah menantang saya, maka harus tahu akibatnya,” ucap pria itu yang tak lain adalah Adrian.

Sedangkan wanita yang masih tertidur pulas adalah Reyna. Ya, tadi malam ia sempat sadar namun tidak ingat apa yang terjadi. Tiba-tiba saja, ia memeluk Adrian dan menciumi pria itu. Hingga Adrian lupa diri, dan melakukan hal itu bersama Reyna.

Tiba-tiba saja, Reyna batuk hingga hal itu membangunkan tidurnya. Matanya mengerjap dan terbuka, kepalanya masih pening karena tadi malam ia benar-benar mabuk.

“Sudah bangun? Bagaimana mimpinya, pasti sangat indah?” tanya pria dua puluh sembilan tahun itu, sambil menatap Reyna.

Suara itu sudah Reyna hafal semenjak Adrian memecatnya, ia pun menatap ke arah samping dan terkejut seketika.

“P-pak Ad-rian?” tanya Reyna yang tiba-tiba gelagapan.

“Iya, saya Adrian Alexander,” jawab Adrian.

Reyna pun menelan salivanya, kemudian ia menatap tubuhnya yang tak terbalut sehelai benang pun.

“Apa yang terjadi?” tanya Reyna lagi.

Adrian pun terlihat berpikir, “kira-kira apa yang terjadi? Kamu tidak ingat apa yang terjadi semalam?” bisik Adrian.

Reyna pun menggelengkan kepalanya, sambil memohon jika hal itu tidak benar-benar terjadi.

“Lihatlah, bercak darah itu. Kamu sudah pasti paham,” ucap Adrian sambil menunjuk kasur berwarna putih itu, kemudian bersiul dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Reyna pun menatapnya, kemudian ia membekap mulutnya. Meskipun Reyna masih gadis dan tidak pernah melakukan hal itu, namun ia bukan gadis polos yang tidak tahu apa-apa. Bercak darah itu, menunjukkan jika dirinya sudah kehilangan hal yang selalu ia jaga.

Adrian pun sudah selesai mandi, ia masih bersiul dan menatap Reyna yang tak bisa menahan air matanya.

“Kenapa harus menangis? Kamu sendiri yang mau,” tanya Adrian dengan santainya.

Reyna tidak menjawab ucapan Adrian, ia hanya menggenggam erat selimut putih itu. Kemudian menatap tajam ke arah Adrian.

“Apa pak Adrian puas? Sudah puas menghancurkan hidup saya?” tanya Renata penuh penekanan.

Sedangkan Adrian malah asyik bersiul, sambil memakai kemeja kerjanya.

“Saya tidak pernah menghancurkan hidup kamu, hal ini terjadi karena kamu yang mau,” jelas Adrian.

Reyna mengusap air matanya, “lalu mengapa pak Adrian memecat saya? Bukti apa yang bisa Bapak berikan jika kinerja saya buruk? Apa pak Adrian tidak pernah melihat laporan bulanan saya?”

Adrian pun mengangguk, “bukan hanya melihat, tapi saya membacanya dan itu sangat buruk.”

Adrian pun menatap Reyna dengan tatapan tajam, kemudian ia mendekatkan wajahnya perlahan.

“Jangan pernah salahkan saya dengan apa yang terjadi, ini semua karena kecerobohan kamu sendiri,” ucap Adrian.

Seketika, satu tamparan keras mendarat pada pipi kanan Adrian. Tangan Reyna sudah tidak bisa diam saja mendengar ucapan Adrian yang begitu menyakiti hatinya.

Sedangkan Adrian hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia pun membuang jas hitam miliknya yang tadi malam terkena kotoran muntah dari Reyna.

“Keputusan terbaik memecat kamu dari perusahaan saya,” ucap Adrian sambil melangkah pergi ke luar dari kamar hotel tersebut. Seolah tidak ada rasa kasihan pada Reyna yang saat ini menangis pilu.

Sedangkan di dalam kamar hotel, Reyna masih menatap bercak merah itu. Dadanya tiba-tiba berdenyut, sebuah pemikiran yang ia takutkan terjadi di kemudian hari pun mengecoh pikirannya.

"Bagaimana, jika aku mengandung?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status