Share

Bab 8. Sebuah Kepastian

Marco terperanjak mendengar ucapan Roni, dia tidak mengerti maksud Roni belum terlambat. Marco tahu seberapa besar cintanya terhadap Louisa, dia tidak mungkin merebut Louisa yang sudah menikah dengan seorang laki-laki yang telah disetujui oleh gadis itu.

Roni yang mengetahui kebingungan Marco, lalu menjelaskan kepada saudara sepupunya itu jika Louisa belum resmi menikah. “ Marc, mereka baru bertunangan. Coba kamu perhatikan lagi foto ini.”

Marco memperhatikan foto itu lagi secara seksama, tapi pemuda itu tidak menemukan perbedaan. “ Bagaimana kamu tahu, Ron, jika dia belum resmi menikah?” ucap Marco lalu meletakkan handphone-Nya ke atas meja.

“ Aku pernah menghadiri pernikahan teman aku. Termasuk saat mereka bertunangan, jadi aku tahu perbedaan keduanya,” Marc, jika kamu butuh kepastian yang lebih, kamu temui dia di London,” lanjut Roni.

Marco terdiam sejenak lalu memperhatikan kembali foto yang di kirim ke Louisa. Lama dia menatap foto itu dengan tatapan kosong, pikirannya kembali teringat saat terakhir dia berbicara dengan Louisa.

“ Tapi, dia menginginkan sebuah pernikahan, sedangkan aku masih ragu untuk menikah,” ucap  Marco yang tertunduk.

“ Apa yang membuatmu ragu? Marc, kamu sekarang seorang Direktur. “ Kalau kamu benar-benar takut kehilangan dia, kamu harus berani mengambil keputusan, nikahi dia. Beres!”

Roni mengambil rokok yang ada di meja, menyalahkan pematik dan menghisap rokok tersebut. Dia memberikan saran kepada Marco bukan tanpa alasan, dulu mantan kekasihnya Lola juga begitu, meminta Roni segera menikahi gadis itu. 

Namun, Roni yang kala itu masih muda dengan tegas menolak menikahi Lola. Sehingga bisa di tebak, wanita itu meminta putus  dan tanpa pikir panjang Roni pun mengiyakan perpisahan dengan Lola. 

Roni kala itu tidak menyesali perpisahannya dengan Lola karena dalam pikirannya dia masih ingin senang-senang dengan masa mudanya. Terlebih, dia waktu itu belum seriuas bekerja. Akan tetapi, setahun yang lalu ketika dia sedang berada di luar negeri dalam rangka perjalanan bisnis tanpa sengaja dia bertemu lagi dengan Lola. 

Lola yang dia temui setahun lalu telah memiliki seorang putra, dia tampak bahagia dengan suaminya. Melihat hal itu, ada sedikit penyesalan di benak Roni yang sampai detik ini belum menemukan wanita yang cocok untuk dijadikan teman hidupnya.

“  Ron, aku akan ke London.”

Ucapan Marco itu telah membangunkan Roni dari lamunannya. Roni sadar sang waktu tidak akan pernah terulang lagi, yang dia inginkan Marco tidak merasakan penyesalan yang sama seperti dirinya. 

“ Keputusan yang tepat, Marc, kapan?

“ Secepatnya. Ron, kamu atur kepergian aku sekaligus menemui mitra bisnis kita di sana.”

Roni hanya mengangguk dia sangat mengerti tujuan Marco tersebut. Marco sebagai Direktur baru di perusahaan King Mansion Grup, tentu tidak ingin para karyawannya berpikir jika dia seorang atasan yang sibuk dengan urusan pribadinya, sungguh tindakan yang tidak profesional.

Keduanya diam sambil menikmati sebatang rokok yang asapnya terus mengepul keluar dari lubang hidung mereka. Tiba-tiba telepon Marco berdering yang membuat perhatian mereka berdua beralih ke handphone Marco yang ada di atas meja.

Marco secepat mungkin mengambil handphone itu terus mematikannya. Namun, Roni yang telah melihat nama si penelepon bertanya pada pemuda itu.

“ Anna, kenapa tidak di angkat, Marc?”

Marco hanya diam, dirinya belum siap menceritakan tentang cinta semalamnya dengan Anna. Marco tidak tahu juga harus bagaimana bersikap jika dia bertemu dengan Anna. 

Tapi yang paling utama dia harus bertemu dengan Louisa, agar dia mendapat sebuah kepastian dari ucapan Roni yang mengatakan jika Louisa belum menikah.

Roni yang melihat tidak ada tanggapan dari pertanyaannya itu, tidak ingin membahasnya lebih jauh lagi karena dia tahu Marco pasti sedang memikirkan masalahnya dengan kekasihnya Louisa.

“ Marc, aku pergi dulu, semuanya akan aku atur secepat mungkin.” Roni mematikan puntung  rokoknya dan melangkah keluar dari kamar Marco.

“ Thanks, Ron.” 

Marco mengikuti langkah Roni dari belakang, dia ingin mengantar Roni ke depan pintu rumah. Mereka yang telah sampai di halaman depan, tepatnya tempat Roni memarkirkan mobilnya.

Roni yang baru masuk ke dalam mobilnya heran melihat mobil Marco baru memasuki gerbang rumah itu. Tapi, dia tidak ingin mempertanyakannya. Dia segera menghidupkan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan Marco yang segera berpaling masuk kedalam rumah.

**

Di tempat lain yang berjarak beberapa kilo meter dari kediaman keluarga Chan, seorang wanita yang tidak lain adalah Anna. Dirinya merasa sangat kesal. Bagaimana tidak? Setelah semalaman dia menghabiskan waktu bersama pria yang dicintainya bahkan dengan rela memberikan kesuciannya.

Ketika dia terbangun dari tidurnya, dia mendapati pria itu telah pergi tanpa sepatah kata pun. Lebih menjengkelkan lagi, saat Anna yang menelepon Marco, pemuda itu tidak mengangkat teleponnya bahkan mematikan ponselnya. 

Anna yang masih memakai baju piamanya membaringkan badannya, dia tidak tahu nomor telepon rumah Marco. Saat dia memejamkan matanya sejenak, dia teringat Roni.

Anna tersenyum, senyum harapan itu segera terukir di wajahnya yang cantik. Dia segera mengambil ponselnya dan mencari kontak Roni. Baru juga dia ingin menelepon, sebuah telepon masuk.

Anna yang masih mengukir senyum di wajahnya dengan cepat mengangkat telepon itu, Anna dengan suaranya yang lembut menyapa si penelepon.

“ Ya, aku akan datang jam delapan malam,” ucap Anna.

 Tuutt ...

Telepon itu terputus. Tidak banyak perbincangan di antara mereka berdua, namun berhasil membuat Anna lupa untuk menghubungi Roni. Anna dengan sangat bersemangat segera melihat isi lemari bajunya, dia mengambil beberapa gaun yang menurutnya bagus.

Setelah sekian lama memilih dan mencoba, akhirnya dia menemukan sebuah gaun yang pas di badannya yang membuat hatinya sangat puas. Setelah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Anna yang ingin tampil secantik mungkin memutuskan untuk pergi ke salon langganannya.

 

***

Waktu kian berlalu sang mentari telah bersembunyi di balik awan yang hitam. Gemerlap cahaya lampu yang memancar di setiap sudut kota telah membuat orang-orang tidak takut untuk keluar rumah pada malam hari. 

Anna yang telah tampil cantik dengan gaun berwarna navynya segera menuju meja yang telah di pesannya. Anna yang datang lebih awal 10 menit menggunakan kesempatan itu untuk memastikan dandanan di wajahnya tidak pudar, dia mengambil sebuah kaca dan lipstik di dalam tas kecilnya.

Anna mempoles ulang lipstik berwarna merah muda di bibir tipisnya, dengan telunjuknya yang lentik dia meratakan lipstik itu keseluruh area bibirnya. Sepuluh menit telah berlalu, orang yang di tunggu Anna belum juga datang. Dia lalu mempoles ulang lagi hiasan yang ada di wajahnya. 

Dilihatnya jam yang ada di restoran itu telah menunjukkan angka delapan lewat tiga puluh menit. Anna tampak gelisah namun dia bertekad akan menunggu. Waktu kian berlalu, Anna melihat jam di ponselnya telah menunjukkan sudah jam 9 lewat. Ketika Anna ingin beranjak dari tempat duduknya, seseorang berdiri di depannya.

“ Sorry, Ann, aku datang terlambat,” ucap seorang pemuda. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status