Share

Galau

"Oke. Kita istirahat makan siang dulu!" Teriak sutradara. Semua kru dan para aktris pun membubarkan diri, begitu juga dengan Dhila, dia segera mengambil ponsel dan melakukan panggilan telepon. 

"Sayang, kenapa hari ini kamu tidak fokus, beberapa kali kamu bahkan lupa skrip," tanya Bu Marta.

"Sudah dua hari Adam tidak bisa dihubungi Mam, Dhila bingung padahal sebelumnya kami baik-baik saja." Dhila menjawab sambil terus melakukan panggilan dengan ponselnya. 

"Sudahlah sayang, kamu tidak usah memikirkan atlit itu lagi, lagi pula Mama kan sudah pernah bilang kalau dia itu playboy."

"Maaf Nyonya, ada kiriman untuk Nona Dhila." Seseorang mengantarkan sebuket bunga mawar merah yang dibentuk lambang love. 

Bu Marta menerima bunga itu dan membuka sebuah kartu ucapan yang terselip di dalamnya, "Saya harap kita bisa makan malam bersama besok, dan terimakasih untuk kuenya, Dipta."

"Kue? Kapan aku memberinya kue," gumam Dhila. 

"Mama yang kirim sebagai salam perkenalan dan ucapan terima kasih atas hadianya waktu itu," jelas Bu Marta. 

"Kenapa Mama nggak bilang dulu sama Dhila?"

"Tomi, cancel semua jadwal untuk besok, dan pesankan gaun yang indah untuk Dhila makan malam," perintah Bu Marta tanpa menjawab pertanyaan Dhila. 

"Dhila nggak akan datang," tolak Dhila tegas. 

Bu Marta segera melirik ke arah Dhila, tatapannya tajam dan penuh tanda tanya. Dhila yang menyadari kalau Ibunya tidak suka dengan penolakannya langsung memalingkan muka dan gelagapan. 

"Mam, kalau Adam tahu bagaimana? Dhila takut Adam berpikiran macam-macam." 

"Ayolah Dhila, kamu harus berpikir realistis, Adam itu hanya memanfaatkan kamu untuk menaikan popularitasnya , buktinya setelah terkenal sekarang kamu di buang," ucap Bu Marta serius. 

"Mama tidak mau tahu pokoknya besok malam kita akan makan malam dengan Dipta." tekan Bu Marta seraya mengambil ponselnya lalu berdiri dan meninggalkan Dhila yang kelihatan sangat kesal. 

Di tempat lain tepatnya di sebuah rumah mewah bergaya klasik yang bercirikan banyaknya tihang-tihang beton berukuran besar yang menghiasi rumah.  Dengan didominasi oleh warna putih dan emas menambah kesan mewah dan klasik pada hunian yang terletak di kawasan elit yang di bangun beberapa tahun lalu oleh Bu Helena dan Pak Wisnu Pratama yang adalah orang tua dari Dipta.

Malam itu Dipta dan kedua orang tuanya sedang berada di ruang makan untuk menikmati hidangan makan malam mereka. Tersaji berbagai menu makanan di meja yang dimasak khusus oleh koki pribadi yang sengaja dipekerjakan oleh keluarga Pratama. 

Sikap Dipta yang terlihat aneh dan tidak biasa membuat kedua orang tuanya heran sekaligus penasaran. 

"Sayang, sepertinya hari ini kamu sedang bahagia ya?" selidik Bu Helena. Karena dari tadi melihat putranya senyum-senyum sendiri. 

Dipta yang sedang dibuai rasa bahagia tidak menjawab, malah terlihat mengaduk-mengaduk makanan dan sesekali tersipu. Pikirannya tidak bisa lepas dari bayang-bayang Dhila, senyumnya, matanya dan semua yang ada pada Dhila membuat Dipta tergila-gila. 

Entah mengapa sejak pertama kali melihat Dhila pada sampul sebuah majalah saat dalam pesawat, sejak saat itu pula Dipta tidak bisa melupakan senyum manis gadis yang dihiasi lesung pipi di kanan dan kirinya. Entah itu yang dinamakan cinta pada pandangan pertama atau obsesi seorang pria saat melihat kesempurnaan lawan jenisnya. Yang jelas sejak itu Dipta bersumpah untuk mendapatkan Dhila bagaimana pun caranya. 

Sang mentari menyapa bumi dengan kehangatan sinarnya. Kicauan burung pun tak mau kalah menyambut datangnya hari baru. Dengan cahaya kuning keemasan dan sejuknya angin pagi memberikan semangat baru untuk memulai hari. Dhila yang sepanjang malam dikuasai perasaan kesal, marah, gundah, sekaligus khawatir karena tidak bisa menghubungi Adam menangkap pancaran hangat sang mentari di balkon kamarnya. Ia menarik nafas panjang lantas membuangnya perlahan berharap oksigen murni yang masuk ke dalam indra penciumannya bisa membuat pikirannya kembali fresh dan membuang semua kegelisahannya. 

Untuk mengalihkan perasaan galaunya Dhila memutuskan untuk olahraga boxing di ruang gym. Selain untuk kesehatan Dhila pun bisa melampiaskan sedikit kekesalannya pada samsak tinju. 

Sudah 30 menit Dhila memukul, meninju dan menendang samsak dan akhirnya dia terkapar di lantai dengan nafas terengah dan mandi keringat. Dengan pandangan lurus menatap langit-langit Dhila terus menarik dan membuang nafasnya secara teratur , ada sedikit kelegaan dalam perasaanya. Namun tiba-tiba bayangan di mana dia bergumul dengan Adam kembali berputar secara liar di ingatnya. Dengan cepat Dhila bangun, membuka sarung tinju dan mengambil segelas jus jeruk lalu meminumnya sampai habis. Berharap segarnya jus jeruk bisa membuang pikiran kotornya.

"Sayang, tumben pagi-pagi kamu sudah nge-gym. Apa jangan-jangan kamu semalaman tidak tidur?" selidik Bu Marta. Dhila menoleh dan sedikit terkejut karena tiba-tiba ibunya sudah ada di sebelahnya. 

Dhila enggan menjawab pertanyaan ibunya karena pasti akan berakhir dengan perdebatan yang akan semakin memperburuk mood-nya. 

"Sudahlah lupakan Adam. Apa sih yang membuat laki-laki itu begitu istimewa di mata kamu? Heran Mama," ucap Bu Marta kemudian. 

Bukannya menjawab, Dhila malah bangkit dan berlalu begitu saja menuju ke kamarnya. Dia acuh dan pura-pura tidak mendengar saat ibunya terus mengoceh dan beberapa kali memanggilnya untuk kembali. 

Di meja makan, Dhila makan dalam diam bahkan terlihat tidak selera memakan sarapan di depannya. Untung saja Bu Marta juga sedang sibuk dengan ponselnya hingga Dhila bisa sedikit lega karena tidak mendengar lagi ocehan ibunya. 

"Pagi!" sapa Tomi memecah keheningan. 

"Tomi, untung kamu cepat datang. Gimana gaun untuk Dhila nanti malam sudah siap?" tanya Bu Marta cepat. 

"Beres. Aku juga sudah booking tempat di salon langgangan kita untuk perawatan Dhila dari ujung rambut sampai ujung kaki," jawab Tomi. 

"Bagus. Malam ini Dhila harus kelihatan sempurna." Bu Marta melirik ke arah Dhila yang dari tadi tidak memberikan respon. 

"Repot amat. Cuma makan malam aja ko," celetuk Dhila tanpa menatap ibunya. 

"Tapi ini makan malam yang istimewa, sayang," balas Tomi. 

"Makan malam istimewa dengan laki-laki istimewa yang baru perkenalan saja sudah memberikan hadiah berlian. Bukan hanya memberikan bunga setiap kali bertemu," sindir Bu Marta dengan senyum sinis. 

Dhila pun sontak menoleh dan memberikan tatapan tajam ke arah ibunya. "Mama cuma bilang apa adanya," ucap Bu Marta santai. 

Di balkon kamar Dhila kembali menarik dan membuang nafas secara perlahan. Netranya menatap layar ponsel yang sedang dia pegang, pesan yang dia kirimkan hanya dibaca tanpa dibalas oleh kekasihnya. 

Sepi. Itulah perasaan yang selama ini Dhila rasakan, sepeninggal ayahnya tidak ada lagi seseorang yang mau mendengarkan segala keluh kesah Dhila. Walaupun dia punya banyak penggemar tapi tetap saja jauh di dalam palung hatinya dia merasa sendiri dan kesepian. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Adam, laki-laki yang bisa membuatnya selalu merasa tersanjung, merasa di hargai, diperlakukan istimewa dan menciptakan senyuman di bibirnya tatkala berbalas pesan atau video call. 

"Kamu kemana sayang? Apa salah aku sampai kamu marah seperti ini." Dhila menatap tampilan wallpaper ponselnya yang menampilkan foto dirinya yang sedang merangkul Adam. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status