"Nekat gimana maksudnya? Jangan macam-macam, ya? Jangan buat orang tuaku kecewa, Varo! Orang tuaku lagi sakit, kondisinya tidak baik, jadi tolong jangan membuat ulah."
Calista dilanda kecemasan, takut Alvaro akan menceritakan tentang apa yang sudah dilakukannya malam itu. Jika sampai hal itu terjadi, ia yakin, keluarga Alka maupun orang tuanya akan sangat kecewa, dan bisnis kerjasama mereka bisa hancur."Siapa yang membuat ulah, aku tidak berulah, aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Apa itu salah, Calista?"Alvaro nampak tenang, ia bahkan tidak peduli kalaupun Alka akan melihat kedekatannya dengan Calista."Ya jelas salah. Kau itu seperti anak kecil. Kau masih muda, Varo! Kau bisa mencari penggantiku. Lagian malam itu kita melakukannya karena sama-sama tidak sadar, kan? Jadi anggap saja malam itu kita tidak melakukan apa-apa. Kau bisa melupakanku dan bebas memilih perempuan lain sebagai penggantinya."Keberadaan Alvaro hanya menambah pening di kepalanya. Kini hidupnya disuguhkan oleh dua pria yang memiliki keinginan yang sama, menikahinya."Mendingan kamu pergi aja dari sini. Sebelum Papaku melihatmu di sini."Kembali Calista berusaha untuk mengusir Alvaro, karena ia merasa tidak nyaman berdua saja dengan calon iparnya."Enggak, yang! Aku nggak akan pergi. Terlalu pagi aku berangkat ke kantor. Jadi nggak masalah kalau kita ngobrol dulu. Aku temenin kamu sarapan. Ayo lekas di makan itu sarapannya, nanti keburu dingin, nggak enak loh."Alvaro sangat keras kepala. Apapun yang sudah dikehendakinya, dia tidak mau berubah, akan tetap pada pendiriannya."Ya ampun ..., aku harus bicara apa lagi agar bisa membuatmu mengerti. Kau benar-benar tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini. Aku takut, Varo! Kalau sampai orang tuaku tahu aku bersama laki-laki lain yang bukan tunanganku, yang ada aku akan marahi. Tolonglah."Calista menunjukkan wajah memelasnya agar mendapatkan simpati darinya.Bukannya simpati, tapi Alvaro malah dibuat gemas dengan sikap Calista. Ia tahu sebenarnya Calista tipe gadis yang manja."Oke, aku akan pergi dari sini. Tapi setelah aku memastikan kamu benar-benar makan makanan yang aku bawakan ini. Kalau kamu nggak mau makan, aku juga tidak akan pergi. Atau ..., perlu aku suapi?"Pria itu mengerlingkan bola mata menggodanya. Wanita manapun akan baper jika diperhatikan seperti itu.Dengan helaan napas kasar, akhirnya Calista memutuskan untuk segera sarapan, berharap Alvan lekas pergi dari tokonya."Baiklah. Aku akan sarapan sekarang. Tapi kamu harus janji padaku, setelah aku selesai sarapan, kamu harus pergi dari sini. Aku nggak mau Papaku tahu keberadaanmu di sini. Beliau bahkan belum mengenalimu sebagai saudaranya Alka. Aku takut beliau salah paham, dan menganggap aku sudah selingkuh dengan laki-laki lain."Alvaro mengulas senyum liciknya, memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan orang tuanya Calista. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan selalu mengganggu hubungan Calista dengan Alka, selama Calista masih keukeh untuk tetap bertahan dengan Alka."Oh, jadi Papa kamu ada di sini. Kebetulan sekali, aku juga ingin mengenalinya sebagai mertuaku. Sangatlah tidak sopan kalau menantu datang belum bertemu dengan mertuanya. Masa iya, aku langsung pergi begitu saja." Senyuman bak iblis terlukis di wajah tampannya, dan itu membuat Calista mengumpat."Shit!!"Berkali-kali Calista menoleh ke dalam toko, berharap Ayahnya tidak keluar dan mendapatinya sedang berduaan dengan Alvaro."Selesaikan dulu sarapanmu. Setelah itu, kau bisa mengantarku untuk bertemu dengan calon mertuaku, biar kami saling mengenal."Refleks Calista melotot dan melayangkan tangannya memukul bahu Alvaro. Dia benar-benar dibuat gila dengan ulahnya."Kau ini bener-bener ya! Disuruh pergi malah mau ketemu sama Papaku. Jangan bicara apapun kalau sampai kalian bertemu. Aku nggak suka kalau kamu ketemu sama Papaku terus memanggilnya dengan sebutan 'mertua' Jangan bikin rusuh kamu! Jangan buat aku semakin gila!"Alvaro melepas tawanya dengan menyentil hidung Calista. "Aku bahkan akan membuatmu semakin tergila-gila padaku, sayang!""Ah! Entahlah. Pusing ngomong sama kamu!"Calista memutuskan untuk segera mengunboxing makanan yang dibawakan oleh Alvaro, agar pria itu tak berlama-lama berada di tokonya.Calista menyuapkan nasi padang ke mulutnya, saat mengunyah pelan, ia merasakan kenikmatan nasi padang pemberian dari calon iparnya."Ini aku udah sarapan sesuai keinginanmu, bisakah kau pergi sekarang," pinta Calista.Alvaro mengamati Calista yang sedang makan, ia malas untuk pergi dari tempat itu, lebih menyenangkan bila bersama orang yang disukainya."Kan baru dimulai, habiskan dulu, baru aku akan pergi. Kalau kau tidak menghabiskannya, aku juga tidak akan pergi dari sini."EkhemDi saat Calista menyuapkan nasi ke mulutnya, tiba-tiba saja dikejutkan oleh keberadaan Geraldi yang sudah berdiri tak jauh dari mereka berada."Papa."Calista melebarkan bola matanya saat ditatap datar oleh Ayahnya. Ia yakin, Ayahnya akan marah mengetahui keberadaan Alvaro di tempatnya mengais rezeki."Calista! Sedang apa kau ada di situ. Siapa dia?"Geraldi memberikan tatapan dingin pada Alvaro. Ia mengira kalau pemuda itu pacar putrinya, atau laki-laki lain yang sengaja ingin mengganggu anaknya. Walaupun pada dasarnya memang benar, kalau keberadaan laki-laki itu hanya mengganggu Calista."Apa dia calon mertuaku, Calista?" Alvaro menatap Geraldi dengan berbisik di sebelah Calista.Seketika itu Calista langsung membentaknya. "Diam kau!"Geraldi mendekati Alvaro dengan tatapan melotot. Ia tidak suka melihat pria itu dekat-dekat dengan putrinya. "Ngapain kamu ada di sini dengan anak saya. Kamu mau cari masalah, mengganggu anak saya di sini? Anak saya sudah saya jodohkan dengan laki-laki lain. Jadi saya minta Anda pergi dari sini secepatnya.""Tapi Pa, dia ini saudaranya Alka. Dia sengaja datang kemari karena diminta oleh Tante Riana untuk mengantarkan sarapan buat aku."Walaupun hatinya dongkol Calista tetap melindungi Alvaro agar tidak mendapatkan makian dari orang tuanya."Oh, ya Pa, perkenalkan dulu nama saya Alvaro."Calista menoleh pada Alvaro dengan melototinya. Alvaro terang-terangan memanggil orang tuanya dengan sebutan 'Papa'Alvaro mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan Geraldi. Geraldi pun memutuskan untuk menjabat tangan Alvaro, karena ia merasa sudah salah paham, mengira Alvaro orang lain yang sengaja mengganggu putrinya."Saya diminta sama Mama saya untuk mengantarkan makanan ini pada Calista. Kebetulan saya melewati tempat kerjanya. Jadi saya mampir sekalian," jawab Alvaro dengan tersenyum sopan pada Geraldi.Geraldi terbengong. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu ternyata saudaranya Alka, calon menantunya. Bahkan saat pertemuan keluarga, Alvaro tidak ikut datang ke rumahnya."Oh! Jadi kamu ini saudaranya Alka? Maafkan Om, ya nak. Om sudah salah menuduhmu. Om pikir kamu laki-laki lain yang sengaja datang ke sini untuk mengganggu Calista, nggak taunya kamu saudaranya Alka."Calista membuang napasnya. Ia berharap Alvaro tidak bercerita yang aneh-aneh tentang kejadian malam itu."Ternyata Alka itu memiliki saudara laki-laki yang sudah dewasa. Kalau boleh tahu kamu ini kakaknya atau ...,"Dengan cepat Alvaro menjawabnya. "Saya adiknya Pa. Saya sama dia berjarak tiga tahun. Saya juga baru datang dari Eropa, saya jauh lebih berpengalaman dibandingkan Alka. Andai saja saya tidak terlambat,"Acara makan malam bersama keluarga besar membuat keluarga Bayu sangat bahagia. Kedua besannya diundang datang ke rumah untuk menikmati hidangan yang sudah mereka sajikan dalam acara ulang tahun kedua bocah kembar anak dari Calista dan juga Alvaro beserta anak dari Alka dan juga Natasha yang memiliki tanggal kelahiran sama Namun beda bulan. Mereka sengaja ingin merayakan ulang tahun anak-anaknya di hari yang sama."Wah, meriah sekali ya malam ini. Baru kali ini kita bisa merayakan ulang tahun anak-anak bersama seperti ini. Biasanya kita nggak ada waktu luang untuk berkumpul bersama seperti ini."Malam itu Riana begitu bersemangat karena tidak lagi sendiri tapi ditemani oleh kedua besannya yang masih keterkaitan keluarga."Iya dong, Ma, kapan lagi kita bisa berkumpul bersama seperti ini. Aku sangat bersyukur sekali karena pada hari ini kita bisa berkumpul dalam keadaan sehat walafiat dan bisa menemani bocil yang sedang berulang tahun. Nggak nyangka, anakku kini sudah tumbuh besar."Tak
"Kalian ini dari mana saja? Kalian lagi jalan-jalan di luar ya?" tanya Calista saat suami dan anak-anaknya datang ke toko tempatnya bekerja.Di saat weekend, Calista diminta untuk membantu orang tuanya di toko, karena ada banyak barang yang harus dikirim ke luar kota. Dia meminta sang suami untuk menemani anak-anaknya."Enggak kok, kita dari toko terus beliin makanan buat kalian di sini," jawab Alvaro dengan menurunkan Ivy dari gendongannya."Aku tadi niatnya mau istirahat, tiduran sama mereka, nggak tahunya mereka malah bangun minta jajan. Sebenarnya di rumah juga masih banyak jajan, tapi mereka nggak mau, maunya beli di luar, terus mau beli makanan juga buat kamu. Ya udah, kita lanjut beli makanan dan mampir ke sini. Jujur aku sebenarnya capek banget pengen tidur sama mereka."Alvaro merenggangkan otot-otot pinggangnya yang berasa kaku."Ternyata masih enakan kerja daripada momong bocah. Kalau anaknya nggak terlalu aktif mungkin masih bisa dikendalikan, kalau anaknya macam mereka, di
"Dad! Uang!"Dua bocah kembar terbangun dari tidurnya langsung memeluk daddy-nya dan meminta uang. Padahal matanya saja masih belum terbuka dengan sempurna."Kalian ini. Baru bangun tidur langsung minta uang. Buat apaan minta uang? Daddy masih belum punya uang, masih belum waktunya gajian," jawab Alvaro.Seketika bola mata Ivy membola. "Loh katanya Daddy itu bos. Kenapa Bos nggak punya uang? Bukannya Bos itu gudangnya uang?" Dengan selorohnya, gadis kecil itu tidak mempercayai, Ayahnya tidak memiliki uang."Siapa bilang Daddy itu Bos? Daddy tuh cuman karyawan biasa. Kalau belum waktunya gajian, ya nggak dapat uang. Itu artinya, kalian gak boleh jajan banyak-banyak."Dengan cepat Kenzo membalasnya. "Bohong! Daddy itu bohong dek. Daddy itu uangnya banyak. Kemarin aku tahu kok, Daddy taruh uang di dompet. Buruan dikasih dad, memangnya kalau nggak dikasih anaknya mau dikasih siapa? Mau dikasih cewek yang waktu itu?"Kenzo masih kesal mendapati keberadaan ayahnya bersama wanita lain, tanpa
"Ngapain kamu pulang pakai manyun gitu? Kalau marah nggak usah dibawa pulang, emangnya orang rumah jadi bahan pelampiasan orang marahan? Di rumah ada anak-anak, jangan lampiaskan kemarahanmu sama mereka. Mereka nggak tau permasalahanmu."Mendapati suaminya yang baru pulang kerja dengan muka tertekuk, Calista langsung mengomelinya. Dia sangat malas dijadikan pelampiasan kemarahan suaminya terus, padahal kemarahannya dia bawa dari kantor, dan pulang-pulang dilampiaskan pada setiap orang yang ditemuinya di rumah, sungguh menjengkelkan bukan?"Aku tuh capek, di kantor banyak masalah, ditambah lagi dibodohi sama orang," bantah Alvaro. Dia frustasi, hampir setiap hari dia mendapatkan masalah dari orang-orang yang berniat untuk mengajak kerjasama, tapi nyatanya dia hanya diberikan harapan palsu. Mereka tidak serius untuk bekerja sama dengannya."Andai saja aku punya pilihan lain, aku tinggalkan bisnisku. Aku sudah malas berbisnis kalau dipermainkan orang terus. Aku kok malah ingin menjadi pe
"Vera! Ngapain kamu ada di sini?" Alvaro dikejutkan oleh keberadaan Vera yang tiba-tiba saja ada di cafe tempatnya bertemu dengan seorang klien yang dia sendiri belum pernah bertemu sebelumnya. Dia mendapatkan pesan dari sekertarisnya, kalau dirinya diminta untuk datang ke sebuah cafe untuk menemui seseorang yang katanya dari salah satu perusahaan yang tengah bekerja sama dengan perusahaannya. Tidak pernah terlintas di pikirannya kalau dirinya ternyata dikibuli oleh seorang wanita yang sebelumnya diancam oleh Calista."Iya, memang aku yang datang kemari. Aku datang ke sini karena diutus oleh Pak Prayogo untuk mewakili meneruskan kerjasama antar perusahaan kita. Jadi di sini intinya aku datang kemari untuk alasan yang pertama, ingin melanjutkan kerjasama dengan kamu, dan yang kedua Aku ingin bertemu dengan kamu secara pribadi."Tanpa merasa malu, Vera langsung menyatakan bahwa dirinya ingin menemui Alvaro secara pribadi dan itu membuat Alvaro tersenyum iris."Hah! Apa kau bilang? Kamu
"Puas kamu! Itulah kalau kamu ceroboh suka deketin cewek. Lagian, kamu itu udah tua masih juga kegenitan, mau jadi apa kamu! Belum puas juga sama satu wanita? Nggak malu kamu sama anak kamu? Awas aja kalau sampai aku tahu kamu main-main, jangan panggil aku Calista lagi, aku tidak sudi lagi bareng sama kamu, dan aku, akan meninggalkanmu."Karena geramnya, Calista memberikan ancaman pada suaminya. Selama hampir tiga tahun menemani dalam biduk rumah tangga, kini ada duri duri yang bermunculan di rumah tangga mereka. Calista akan membuang dan membakar duri-duri itu agar tidak menyakitinya. Dia tidak ingin rumah tangganya hancur karena kebodohan saja."Siapa juga yang main-main sama cewek sih, yang! Aku itu nggak pernah main-main sama cewek lain, cuman sama kamu doang waktu itu. Kalau kamu nggak nganterin diri kamu ke aku, aku juga nggak bakalan ngelakuin itu sama kamu. Kamu mabuk, dianterin pulang juga nggak tahu rumahnya, kan waktu itu." Alvaro mengingatkan Calista kembali pada kejadian