Keberadaan Calista kini di toko Furniture miliknya. Walaupun masih sepi, ia tetap saja membukanya. Masih ada beberapa jenis barang-barang bermerk, berkualitas tinggi, disuguhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tidak terlalu banyak pegawai yang masih bertahan, namun ia masih bersyukur, bisa menggaji mereka yang tersisa bekerja untuknya.
"Ada beberapa orang yang berkunjung dan melihat barang-barang kita di sini. Tolong layani mereka dengan baik.""Baik, nona," jawab beberapa pegawai yang tengah bersih-bersih di dalam toko.Ada beberapa orang yang masuk ke dalam tokonya, dan melihat barang-barang yang terpajang di depan. Calista sangat berharap, ada orang yang masih mau mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang miliknya."Permisi Bapak, Ibu, ada yang bisa kami bantu?"Calista turun tangan sendiri untuk menyambut tamu yang datang, dan berharap mereka berniat untuk membeli barang-barang miliknya."Emm, ini neng, kami mau lihat-lihat dulu, barang kali ada yang cocok," jawab mereka dengan berjalan memasuki toko.Calista tersenyum ramah mengikuti mereka di belakangnya."Baik, Bapak, Ibu, silahkan dilihat-lihat dulu, barang kali ada yang membuat Bapak, Ibu berminat untuk membelinya. Barang-barang di sini kualitasnya bagus, dan hari ini memang kebetulan kami memberikan diskon, jadi kalau Bapak dan Ibu berminat untuk membeli, saya akan kasih potongan harga."Nampak wajah paruh baya itu berbinar senang. "Serius Neng, ada diskonnya kalau beli di sini?" tanya mereka."Iya benar. Mana mungkin saya berbohong, saya berdagang dengan jujur Bu, bukan untuk membohongi pelanggan," jawab Calista diselingi senyuman ramah."Wah! Kalau begitu nggak rugi kita masuk ke sini, ya Pa. Selain mendapatkan diskon, pedagangnya juga ramah dan cantik. Tadi saya berniat untuk membeli sofa, Almari dan ranjang untuk anak saya neng, syukur Alhamdulillah kalau di sini ada diskon."Calista sendiri sangat berucap syukur, sudah beberapa bulan terakhir tokonya sepi pengunjung, tapi pagi ini, ada beberapa orang yang datang untuk melihat-lihat barang yang ada di tokonya. Ia berharap masih ada rezeki yang tersisa untuk keluarganya."Iya Bu, silahkan dipilih dulu mana yang cocok, nanti soal harga bisa dibicarakan."Kedua paruh baya itu keasikan mencari barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan Calista meninggalkannya dan menemui pengunjung lain."Ini aneh, kenapa tiba-tiba banyak orang datang ke sini, ya? Nggak biasanya. Atau mungkin Tuhan yang sudah mengaturnya, memberikan rezekinya pada keluarga kami."Calista berjalan menuju teras depan, tatapan Calista tertuju pada seorang laki-laki yang tengah mengobrol dengan pelanggannya. Ia terkejut melihat kedatangan Alvaro sendirian dengan menenteng sebuah kresek."Loh, ngapain itu orang datang ke sini? Cari masalah aja. Bagaimana kalau sampai Alka mengetahuinya, bisa-bisa kembali terjadi salah paham di antara mereka."Calista melangkahkan kakinya menemui Alvaro berniat untuk mengusirnya. Bukannya ia tidak sopan, tapi tidak ingin terjadi kesalahpahaman antara Alka dengan Alvaro."Varo! Ngapain kamu ada di sini?"Tatapan kesal ditunjukkan pada pria berumur dua puluh lima, lebih tua dua tahun darinya."Halo sayang, aku datang ke sini tentunya ingin menemuimu."Dengan selorohnya Alvaro memanggilnya dengan sebutan 'sayang' dan itu membuat Calista refleks memelototinya.'Apa dia bilang? Dia memanggilku sayang. Bener-bener ini orang. Kalau sampai Alka melihatnya bisa bahaya, dia yakin bahwa kami memiliki hubungan khusus dengan adiknya.'Tak ingin dilihat banyak orang, Calista meminta Alvaro untuk ikut bersamanya dan menjauh dari pelanggan yang tengah memilih barang-barang di tokonya."Kamu ngapain datang ke sini. Kalau sampai Alka tau, bisa bahaya! Kamu nggak pernah kapok juga ya, kemarin habis berantem sama abangmu."Calista mengomel dengan menatap ke arah depan, berjaga-jaga takut calon suaminya tiba-tiba datang tanpa sepengetahuannya."Memangnya aku salah, datang untuk menemuimu. Aku datang ke sini bawain makanan buat kamu, loh. Aku tahu kamu sekarang belum makan. Aku kepikiran terus, makanya aku beliin makanan di luar. Ini kamu terima, kamu makan ya? Jangan menunda-nunda waktu buat makan, nanti kamu bisa sakit, kalau sakit siapa juga yang rugi."Alvaro menyerahkan kresek berisi kotak makanan pada Calista, dan itu membuat Calista benar-benar dibuat bingung oleh sikap Alvaro yang terlalu peduli padanya."Varo! Kamu nggak usah repot-repot bawain makanan buat aku. Aku tadi udah bawa bekal kok. Jangan bersikap berlebihan padaku, aku takut orang tuaku dan juga orang tuamu menaruh kecurigaan pada kita. Mulai sekarang kau harus menjaga jarak denganku."Alvaro terkekeh meledeknya. "Mana bisa aku menjaga jarak denganmu. Bahkan malam itu kita tak mengikis jarak. Kita sudah bersatu dalam ikatan cinta, kenapa sekarang kau menginginkanku untuk menjauhimu. Tidak Calista, aku tidak mau!"Calista benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Alvaro yang terang-terangan ingin menunjukkan kepedulian terhadapnya. Ia hanya tidak ingin semua orang mengejudge-nya buruk, walaupun pada kenyataannya ia pernah melakukan kecerobohan."Varo! Aku minta tolong sama kamu, tolong jauhi aku. Besok aku akan bertunangan sama abangmu, apa kamu senang, pertunanganku gagal karena tindakanmu yang ceroboh?"Dengan cepat Alvaro mengangguk. "Ya, tentu saja aku akan sangat senang jika kau tidak jadi tunangan sama dia. Apa kau pikir aku senang melihatmu bersanding dengannya? Aku cemburu, Calista!""Ap-apa? Cemburu?"Bulu kuduk Calista seketika merinding, mendengar pengungkapan perasaan Alvaro. Laki-laki itu benar-benar membuatnya gila. Ia bingung untuk menentukan pilihan, di sisi lain ia sudah dijodohkan dengan Alka, tapi di sisi lain ia juga tidak ingin menyakiti Alvaro. Bahkan baru kali ini ada laki-laki yang bilang cemburu padanya."Iya. Aku cemburu, apa kau puas! Aku sudah mengatakan sejujurnya padamu. Sejak malam itu aku nyaman tidur denganmu. Aku kecewa saat kau tiba-tiba pergi meninggalkanku, tapi lebih kecewa lagi di saat aku tahu kau ternyata sudah dijodohkan dengan abangku."Calista meneguk ludahnya susah payah, dengan wajahnya tertunduk. 'Maafkan aku, Varo. Jujur aku juga nyaman bersamamu. Walaupun secara tidak sadar, aku bisa merasakan kehangatan sentuhanmu. Tapi apa yang bisa kulakukan, aku tidak berani melawan keputusan orang tuaku.'Sebulir air bening menetes di pipinya. Ia merasakan hatinya tersayat, harus merelakan kebahagiaannya sendiri demi kebaikan bersama."Calista! Aku rasa ini masih belum terlambat jika kau ingin membatalkan pertunanganmu dengan Alka."Calista langsung menggeleng. "Tidak bisa Varo! Aku tidak berani. Kau jangan memaksaku untuk mengikuti keinginanmu," balas Calista.Alvaro menatapnya kecewa, terlalu sulit untuk bisa meluluhkan hati wanita yang sudah membuatnya tergila-gila. "Kau itu benar-benar payah, Lista. Hanya demi orang tua kau hancurkan hidupmu sendiri. Kenapa kau takut pada mereka. Kau harus berani mengatakan apa yang sudah kita alami bersama. Kalau kau mengabaikan ucapanku, jangan salahkan jika aku akan nekat."Acara makan malam bersama keluarga besar membuat keluarga Bayu sangat bahagia. Kedua besannya diundang datang ke rumah untuk menikmati hidangan yang sudah mereka sajikan dalam acara ulang tahun kedua bocah kembar anak dari Calista dan juga Alvaro beserta anak dari Alka dan juga Natasha yang memiliki tanggal kelahiran sama Namun beda bulan. Mereka sengaja ingin merayakan ulang tahun anak-anaknya di hari yang sama."Wah, meriah sekali ya malam ini. Baru kali ini kita bisa merayakan ulang tahun anak-anak bersama seperti ini. Biasanya kita nggak ada waktu luang untuk berkumpul bersama seperti ini."Malam itu Riana begitu bersemangat karena tidak lagi sendiri tapi ditemani oleh kedua besannya yang masih keterkaitan keluarga."Iya dong, Ma, kapan lagi kita bisa berkumpul bersama seperti ini. Aku sangat bersyukur sekali karena pada hari ini kita bisa berkumpul dalam keadaan sehat walafiat dan bisa menemani bocil yang sedang berulang tahun. Nggak nyangka, anakku kini sudah tumbuh besar."Tak
"Kalian ini dari mana saja? Kalian lagi jalan-jalan di luar ya?" tanya Calista saat suami dan anak-anaknya datang ke toko tempatnya bekerja.Di saat weekend, Calista diminta untuk membantu orang tuanya di toko, karena ada banyak barang yang harus dikirim ke luar kota. Dia meminta sang suami untuk menemani anak-anaknya."Enggak kok, kita dari toko terus beliin makanan buat kalian di sini," jawab Alvaro dengan menurunkan Ivy dari gendongannya."Aku tadi niatnya mau istirahat, tiduran sama mereka, nggak tahunya mereka malah bangun minta jajan. Sebenarnya di rumah juga masih banyak jajan, tapi mereka nggak mau, maunya beli di luar, terus mau beli makanan juga buat kamu. Ya udah, kita lanjut beli makanan dan mampir ke sini. Jujur aku sebenarnya capek banget pengen tidur sama mereka."Alvaro merenggangkan otot-otot pinggangnya yang berasa kaku."Ternyata masih enakan kerja daripada momong bocah. Kalau anaknya nggak terlalu aktif mungkin masih bisa dikendalikan, kalau anaknya macam mereka, di
"Dad! Uang!"Dua bocah kembar terbangun dari tidurnya langsung memeluk daddy-nya dan meminta uang. Padahal matanya saja masih belum terbuka dengan sempurna."Kalian ini. Baru bangun tidur langsung minta uang. Buat apaan minta uang? Daddy masih belum punya uang, masih belum waktunya gajian," jawab Alvaro.Seketika bola mata Ivy membola. "Loh katanya Daddy itu bos. Kenapa Bos nggak punya uang? Bukannya Bos itu gudangnya uang?" Dengan selorohnya, gadis kecil itu tidak mempercayai, Ayahnya tidak memiliki uang."Siapa bilang Daddy itu Bos? Daddy tuh cuman karyawan biasa. Kalau belum waktunya gajian, ya nggak dapat uang. Itu artinya, kalian gak boleh jajan banyak-banyak."Dengan cepat Kenzo membalasnya. "Bohong! Daddy itu bohong dek. Daddy itu uangnya banyak. Kemarin aku tahu kok, Daddy taruh uang di dompet. Buruan dikasih dad, memangnya kalau nggak dikasih anaknya mau dikasih siapa? Mau dikasih cewek yang waktu itu?"Kenzo masih kesal mendapati keberadaan ayahnya bersama wanita lain, tanpa
"Ngapain kamu pulang pakai manyun gitu? Kalau marah nggak usah dibawa pulang, emangnya orang rumah jadi bahan pelampiasan orang marahan? Di rumah ada anak-anak, jangan lampiaskan kemarahanmu sama mereka. Mereka nggak tau permasalahanmu."Mendapati suaminya yang baru pulang kerja dengan muka tertekuk, Calista langsung mengomelinya. Dia sangat malas dijadikan pelampiasan kemarahan suaminya terus, padahal kemarahannya dia bawa dari kantor, dan pulang-pulang dilampiaskan pada setiap orang yang ditemuinya di rumah, sungguh menjengkelkan bukan?"Aku tuh capek, di kantor banyak masalah, ditambah lagi dibodohi sama orang," bantah Alvaro. Dia frustasi, hampir setiap hari dia mendapatkan masalah dari orang-orang yang berniat untuk mengajak kerjasama, tapi nyatanya dia hanya diberikan harapan palsu. Mereka tidak serius untuk bekerja sama dengannya."Andai saja aku punya pilihan lain, aku tinggalkan bisnisku. Aku sudah malas berbisnis kalau dipermainkan orang terus. Aku kok malah ingin menjadi pe
"Vera! Ngapain kamu ada di sini?" Alvaro dikejutkan oleh keberadaan Vera yang tiba-tiba saja ada di cafe tempatnya bertemu dengan seorang klien yang dia sendiri belum pernah bertemu sebelumnya. Dia mendapatkan pesan dari sekertarisnya, kalau dirinya diminta untuk datang ke sebuah cafe untuk menemui seseorang yang katanya dari salah satu perusahaan yang tengah bekerja sama dengan perusahaannya. Tidak pernah terlintas di pikirannya kalau dirinya ternyata dikibuli oleh seorang wanita yang sebelumnya diancam oleh Calista."Iya, memang aku yang datang kemari. Aku datang ke sini karena diutus oleh Pak Prayogo untuk mewakili meneruskan kerjasama antar perusahaan kita. Jadi di sini intinya aku datang kemari untuk alasan yang pertama, ingin melanjutkan kerjasama dengan kamu, dan yang kedua Aku ingin bertemu dengan kamu secara pribadi."Tanpa merasa malu, Vera langsung menyatakan bahwa dirinya ingin menemui Alvaro secara pribadi dan itu membuat Alvaro tersenyum iris."Hah! Apa kau bilang? Kamu
"Puas kamu! Itulah kalau kamu ceroboh suka deketin cewek. Lagian, kamu itu udah tua masih juga kegenitan, mau jadi apa kamu! Belum puas juga sama satu wanita? Nggak malu kamu sama anak kamu? Awas aja kalau sampai aku tahu kamu main-main, jangan panggil aku Calista lagi, aku tidak sudi lagi bareng sama kamu, dan aku, akan meninggalkanmu."Karena geramnya, Calista memberikan ancaman pada suaminya. Selama hampir tiga tahun menemani dalam biduk rumah tangga, kini ada duri duri yang bermunculan di rumah tangga mereka. Calista akan membuang dan membakar duri-duri itu agar tidak menyakitinya. Dia tidak ingin rumah tangganya hancur karena kebodohan saja."Siapa juga yang main-main sama cewek sih, yang! Aku itu nggak pernah main-main sama cewek lain, cuman sama kamu doang waktu itu. Kalau kamu nggak nganterin diri kamu ke aku, aku juga nggak bakalan ngelakuin itu sama kamu. Kamu mabuk, dianterin pulang juga nggak tahu rumahnya, kan waktu itu." Alvaro mengingatkan Calista kembali pada kejadian
"Ada yang bisa dibantu mbak?" tanya Calista dengan berjalan mendekati seorang wanita yang duduk di ruang tunggu.Wanita itu menoleh dengan kedua alisnya tertaut. "Anda siapa ya mbak? Di mana atasan anda? Saya ingin bertemu dengan atasan anda.""Saya sendiri atasannya, memangnya anda perlu apa dengan saya? Sepertinya saya belum pernah bertemu dengan anda sebelumnya, kenapa anda tiba-tiba saja datang kemari?" tanya Calista membuat wanita yang bernama Vera itu seketika seperti orang cengo'"Apakah mbak serius? Pemilik perusahaan ini? Bukannya ini perusahaan Pak Alvaro?"Agak kecewa saat datang bukan Alvaro yang menyambutnya, tapi perempuan lain."Pak Alvaro itu kan suami saya, jadi intinya saya juga atasan di sini. Ada perlu apa anda mencari suami saya? Apakah suami saya sudah membuat janji dengan anda?" Kembali Calista bertanya dengan tatapan dingin. Dia sangat yakin kalau perempuan itu, memiliki rencana tidak baik untuk keluarganya.Tidak mendapatkan jawaban dari Vera, Calista pun lan
"Permisi Pak," ucap seorang perempuan mengetuk pintu ruangan Alvaro.Alvaro menoleh sekilas ke arah pintu, dan beralih menoleh pada istrinya yang duduk di sofa sembari menatap laptopnya yang menyala."Ya, silakan masuk," jawab Alvaro dengan tegas.Seorang wanita muda masuk ke ruangan itu berjalan dengan sopan, dan berakhir berdiri di depan meja kerja Alvaro."Maaf Pak, di luar ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap wanita itu."Siapa?" tanya Alvaro dengan menautkan kedua alisnya."Kalau itu saya kurang tahu Pak, dia hanya mengatakan kalau sudah mengenali Bapak, dan sedang menjalin kerja sama dengan Bapak. Dia tidak pernah datang kemari Pak, tapi sudah bertemu dengan Bapak sebelumnya," ucap Angeline, sekretaris Alvaro.Alvaro bahkan tidak sedang berjanjian dengan siapapun untuk bertemu. Sedangkan rekan kerjanya tidak hanya satu orang, tapi banyak orang, bahkan dari luar daerah."Baiklah, saya akan temui dia. Suruh tunggu sebentar. Jangan biarkan dia masuk ke sini. Saya tidak
"Wah! Ternyata kantor Daddy bagus juga ya? Kirain kantornya Daddy kecil kayak rumahnya keong." Kenzo mulai mengoceh saat tiba di lobby kantor.Baru pertama kalinya Alvaro mengajak anak-anaknya datang ke kantor, dan kini mereka menjadi pusat perhatian para pegawainya."Apa kau bilang tadi? Kantornya Daddy mirip rumahnya keong? Kamu itu keongnya. Kecil-kecil cabe rawit," seru Alvaro dengan menyentil hidung anak laki-lakinya.Mereka berempat memasuki lobby dan mendapatkan sambutan hangat dari para karyawan yang ada di dalam kantor itu."Selamat pagi Pak, Bu," ucap beberapa karyawan yang ada di lobby kantor."Pagi," jawab Alvaro dan juga Calista dengan mengulas senyuman tipis."Selamat pagi semuanya, tampan cantik," jawab kenzo dengan selorohnya.Semua karyawan tersenyum dengan menatap gemas anak kecil itu."Astaga, anakmu ini ya? Kenapa bisa jadi seperti ini bibitku," gerutunya. "Sebenarnya unggul nggak sih?" Alvaro bergumam dengan berjalan pelan menatap Kenzo yang melambai-lambaikan ta