Home / Romansa / Cinta Sepesukuan / Bab 5. Patah Hati

Share

Bab 5. Patah Hati

Author: Andy Lorenza
last update Last Updated: 2022-05-13 10:11:21

“Ya, Kintani. Ayah juga berharap atas kejadian ini kamu tidak benci kepada Ayah dan Ibu serta Paman Gindomu, karena kami sama sekali tidak melarang dan menentangmu berhubungan dengan Ridwan, melainkan adat-istiadat kitalah yang tidak membolehkan,” tutur Pak Wisnu.

“Aku nggak akan mungkin benci pada Ayah dan Ibu, yang aku sesali Paman Gindo yang tak pernah memberi pemahaman tentang rumpun suku kita, termasuk ada larangan menjalin hubungan cinta kasih sepesukuan,” ujar Kintani.

“Pamanmu itu secara tidak langsung telah menyadari kesalahannya, hanya saja perlu juga kamu ketahui di zaman yang serba modern ini kalaupun seorang Paman begitu getol memberi nasehat dan pemahaman terhadap keponakannya tentang adat-istiadat, tetap saja anak-anak sekarang sulit menerapkan dalam pergaulan sehari-hari. Apakah pernah terpikirkan olehmu saat awal berkenalan dengan Ridwan menanyakan sukunya?” Pak Wisnu menjelas sembari bertanya, Kintani hanya gelengkan kepala.

“Begitu juga dengan Ridwan, Ayah rasa tak pernah pula bertanya tentang sukumu,” sambung Pak Wisnu.

“Iya, apa yang Ayah katakan memang benar. Kami tak pernah kepikiran bertanya soal itu,” akui Kintani.

“Nah itulah penyebabnya maka terjadi hal seperti yang kita alami saat ini, semua diketahui saat kalian hendak dipertunangkan.”

“Ya Ayah, aku nggak akan menyalahkan Paman Gindo lagi.”

“Sekarang kamu makan ya, Kintani?” bujuk Bu Anggini, namun Kintani masih menolak dan mengatakan jika selera makannya belum ada.

Bu Anggini tak patah semangat karena ia tak ingin putrinya itu jatuh sakit, maka ia kembali membujuk Kintani, setelah berulang kali dibujuk akhirnya putrinya itu menurut untuk diajak kemeja makan. Sulit memang untuk menerima kenyataan yang secara tiba-tiba saja datang dan harus dihadapi, seperti halnya dengan menelan sesuap nasi yang terasa pahit di kerongkongan Kintani.

Patah hati dan pasrah sepertinya tengah dialami dua ingsan yang 2 tahun belakangan ini memadu kasih dengan penuh suka dan duka, sama sekali tak pernah terlintas di pikiran mereka akan terjadi hal seperti itu.

Dalam pasrah yang tak rela Kintani dan Ridwan musti menuruti keinginan kedua orang tua mereka masing-masing untuk dipisahkan, itu bertujuan agar mereka dapat berangsur-angsur saling melupakan kenangan indah yang pernah tercipta dalam jalinan kasih sewaktu di Kota Padang.

Pagi-pagi sekali Ridwan telah bangun dan telah bersiap untuk berangkat ke Kota Padang, rencana Ridwan hanya sehari saja di kota itu kemudian keesokan harinya akan menuju Ibu Kota Jakarta.

“Kenapa Ibu menangis?” tanya Ridwan sambil mengenakan sepatu di teras rumah.

“Ibu mana yang nggak sedih, Ridwan. Melepas kepergian putranya jauh merantau ke Pulau Jawa,” jawab Bu Suci yang berusaha agar air matanya tak tumpah lagi, akan tetapi air mata itu tak mampu dibendungnya.

“Aku laki-laki dan telah dewasa, Bu. Ibu jangan kuatir, aku di Jakarta kan nggak sendirian juga. Ada Paman Ramli dan keluarganya disana,” Ridwan menenangkan hati Ibunya.

“Iya Suci, lagipula setiap saat kita bisa menghubunginya melalui ponsel,” tambah Pak Rustam yang juga ikut menenangkan hati Bu Suci.

“Fitria..!”

“Ya Kak,” Fitria yang tadi berada di dalam rumah bersiap-siap untuk ke sekolah datang menghampiri Ridwan di teras.

“Selama aku pergi bantu Ibu di rumah sepulang dari sekolah, ya? Jangan lupa juga rajin-rajin belajar agar nilaimu selalu baik dan kelak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri,” Ridwan menasehati Adik kandungnya itu.

“Baik Kak.”

“Sholat juga jangan sampai bolong, bantu dengan do’a moga aku nanti berhasil di perantauan dan bisa terus mengirimmu uang untuk biaya sekolah dan kuliahmu nanti.”

“Iya Kak.”

Bus yang ditunggu untuk berangkat ke Kota Padang melintas, Ridwan pun menyetopnya. Setelah berpamitan dengan menyalami kedua orang tua serta adiknya, Ridwan naik ke bus kemudian berlalu meninggalkan orang-orang dicintainya itu yang masih melambai-lambaikan tangan.

Ridwan tiba di Kota Padang di tempat kediaman orang tua angkatnya jam 1 siang, kedatangan Ridwan tentu membuat menjadi tanda tanya bagi orang tua angkatnya itu karena kembali lebih awal dari yang direncanakan.

“Loh, katanya di desa selama 1 minggu kok baru 3 hari udah kembali?” tanya Bu Indri yang siang itu duduk di teras rumah.

“Iya Bu, nanti aku ceritakan. Oh ya, Bapak mana?” Ridwan balik bertanya.

“Bapakmu selepas sholat zhuhur tadi langsung istirahat di kamar, sebentar Ibu bangunkan.”

“Oh nggak usah, Bu. Biar Bapak istirahat aja dulu, nih ada oleh-oleh dari Ayah dan Ibu di kampung,” cegah Ridwan sembari memberikan oleh-oleh berupa buah-buahan segar dari desanya.

“Wah, pakai repot bawa oleh-oleh segala.”

“Nggak apa-apa, Bu. Kebetulan buah-buahan ini lagi musim, dan buahnya lebat di belakang rumah,”

“Ya udah kamu istirahat dulu aja gih, pasti lelah dalam perjalanan tadi,” Bu Indri menyuruh Ridwan untuk istirahat di kamar yang biasa ia tempati selama tinggal di Kota Padang itu.

“Nanti saja Bu, aku nggak capek kok.”

“Ya udah kamu duduk dulu aja di sini, biar Ibu buatkan kopi,” Ibu angkat Ridwan itu tahu persis jika Ridwan gemar minum kopi.

Cuaca siang itu tidaklah secerah tadi pagi, awan hitam dalam sekejab menutupi keseluruhan birunya langit, beruntung Ridwan tiba lebih awal di rumah orang tua angkatnya itu, sebelum gerimis turun kemudian disusul hujan lebat.

Hampir setengah jam Ridwan duduk di teras bercakap-cakap dengan Ibu angkatnya sembari menikmati segelas kopi hangat, tiba-tiba terdengar suara langkah seseorang dari dalam rumah itu diselingi suara batuknya.

“Nah, Bapak udah bangun tuh,” ujar Ridwan.

“Oh ya udah, Ibu ke belakang lagi buatkan teh hangat untuk Bapakmu,” Bu Indri berdiri dari duduknya lalu kembali ke ruangan belakang membuatkan minum untuk Pak Hendra.

“Bapak pikir siapa tadi yang ngobrol di tengah-tengah hujan di teras rumah dengan Ibumu, eh nggak tahunya kamu, Ridwan. Kapan kamu datangnya?”

“Sekitar setengah jam yang lalu, Pak.” jawab Ridwan.

“Katanya di desa bakal seminggu kok baru 3 hari udah kembali? Gimana acara pertunangan kamu dan Kintani, sukses?” Pak Hendra bertanya kembali, Ridwan tak segera menjawab ia menarik napas dalam-dalam berusaha menahan segala rasa yang tiba-tiba datang menyesak di dadanya.

“Acara pertunangan itu batal, Pak,” Ridwan menjawab dengan tatapan kosong ke arah rapatnya hujan yang turun di depan teras rumah itu.

“Apa? Batal?!” serentak Pak Hendra dan Bu Indri yang ternyata sudah tiba di teras itu berseru kaget, saking kagetnya hampir saja teh hangat yang dibawa Bu Indri untuk suaminya itu terjatuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Sepesukuan   Bab 148. Pernikahan Kintani Dan Ridwan

    “Aku nggak menyangka sekeras itu keinginanmu Kintani hingga kamu berani menentang adat-istiadat kita yang telah diwarisi turun-temurun dari para leluhur, Aku juga tak mengerti mengapa kalian sebagai orang tuanya mendukung hal yang dapat membuat keluarga besar kita ini akan dipandang buruk di dalam kaum suku caniago,” tutur Pak Gindo. “Kami juga sama sekali tak menginginkan ini terjadi Uda Gindo, akan tetapi kami pun tak bisa melawan takdir dari Allah SWT. Kintani dan Ridwan nampaknya takan bisa dipisahkan lagi, jika Uda menyalahkan kami dalam hal ini kami akan terima asal Kintani bahagia dengan pria pilihannya,” ujar Bu Anggini pasrah. “Ya, semua ini adalah kesalahan kita termasuk Uda Gindo selaku Paman kandung Kintani yang sejak awal tak pernah memberi penjelasan tentang pemahaman adat-istiadat kita secara detil. Terjalinnya hubungan kasih antara Kintani dan Ridwan sedari semula merupakan titik awal semua ini terjadi, jika harus menanggung malu karena adat-istiadat kita semua tentun

  • Cinta Sepesukuan   Bab 147. Ketenggangan Di Rumah Kintani

    Kabar kepulangan Kintani ke rumah orang tuanya pagi itu diketahui oleh Pak Gindo melalui sambungan telpon yang disampaikan oleh Bu Anggini, tentu saja Paman kandung dokter muda cantik itu segera datang bersama keluarganya. Pak Gindo berfikir Kintani pulang karena menyadari kesalahan telah menentang keinginan mereka untuk menjodohkannya dengan Romi, makanya Pak Gindo begitu semangat pagi itu membawa putra dan istrinya menemui Kintani. “Assalamualaikum,” ucap Pak Gindo saat tiba di depan pintu rumah Pak Wisnu. “Waalaikum salam,” sahut Pak Wisnu sekeluarga yang pagi itu duduk di ruangan depan. Pak Wisnu dan Bu Anggini menghampiri mereka lalu mempersilahkan duduk di ruangan depan itu, sementara Kintani ke belakang membuatkan minum. “Alhamdulillah jika Kintani udah kembali Wisnu, kami turut cemas karena lebih dari 3 bulan nggak ada kabarnya,” ucap Pak Gindo. “Ya, Alhamdulillah Uda. Akhirnya Kintani dapat ditemukan dan kami bawa pulang ke rumah ini,” ucap Pak Wisnu pula. “Ditemukan d

  • Cinta Sepesukuan   Bab 146. Rencana Pernikahan

    Jam 9 malam mobil yang dikemudikan Pak Wisnu dengan Ridwan duduk di sebelahnya sementara Kintani bersama Ibunya di belakang, tiba di kenagarian MK tepatnya di rumah kedua orang tua Ridwan. Pak Rustam dan Bu Suci serta Fitria terkejut melihat mobil Pak Wisnu datang kembali berkunjung, mereka lebih terkejut lagi ketika melihat Ridwan juga turun dari mobil itu. “Assalamualaikum,” ucap Pak Wisnu, Ridwan, Kintani dan Bu Anggini begitu tiba di teras rumah di hadapan Pak Rustam sekeluarga. “Waalaikum salam, ada apa ini kenapa Ridwan juga ada bersama kalian?!” sahut Pak Rustam diiringi rasa kaget dan penasarannya. “Hemmm, sabar Ayah. Sebaiknya kita persilahkan Pak Wisnu dan keluarga masuk dulu,” ujar Ridwan. “Oh iya, silahkan masuk Wisnu dan yang lainnya,” ajak Pak Rustam. Mereka pun duduk bersama di ruangan depan, sementara Fitria Adik kandung Ridwan ke belakang membuatkan minum. “Sangat menganggetkan dan mengherankan kenapa kamu bisa bersama Pak Wisnu dan keluarga, Ridwan?” tanya Pak

  • Cinta Sepesukuan   Bab 145. Direstui Orang Tua Kintani

    Bu Anggini langsung menoleh ke arah Pak Wisnu, ia berfikir suaminya itu akan marah mendengar penuturan Kintani yang menegaskan jika masalah dia tak ingin pulang bukan hanya karena perjodohannya dengan Romi saja melainkan juga karena tak ingin dipisahkan lagi dengan Ridwan. “Kintani, ini nggak akan mudah terlaksana meskipun kami berdua akan merestui kalian. Sanksi adat kita sangat berat bukan saja kalian akan terbuang dari adat tapi juga harta pusaka keluarga tidak akan bisa diwariskan terutama pada kamu Kintani,” jelas Pak Wisnu sambil menarik napas dalam-dalam. “Ayah, apapun itu sanksinya aku siap menerimanya termasuk tak mendapatkan harta warisan keluarga. Bagiku harta bukanlah segalanya karena bisa dicari asalkan mau berusaha,” Kintani kembali menegaskan. “Tapi dalam berumah tangga tak cukup hanya atas dasar cinta dan kasih sayang saja,” ujar Pak Wisnu. “Nggak apa-apa Ayah, meskipun nanti kami hidup apa adanya yang terpenting kami bahagia,” ulas Kintani. “Kamu dengar Ridwan be

  • Cinta Sepesukuan   Bab 144. Tangisan Haru

    Pagi di kawasan kenagarian P terlihat cerah, para warga yang umumnya pekebun sebagian sudah berangkat ke lahan perkebunan mereka. Demikian pula dengan para pekerja Pak Wisnu yang saban hari bekerja memanen buah kelapa sawit serta membersihkan lahan perkebunan, mereka pun telah bersiap-siap untuk berangkat. Kalau biasanya Pak Wisnu selalu menyusul mereka selepas tengah hari atau sesudah zhuhur, namun hari itu dia menyuruh salah seorang pekerjanya untuk mencatat banyaknya serta mengantar buah sawit yang telah dipanen ke pabrik. Adapun alasan Pak Wisnu hari itu tak dapat pergi ke lahan serta mengurus segala sesuatunya mengenai urusan kebun, karena dia dan istrinya akan ke Kota Padang menemui Kintani di rumah orang tua angkat Ridwan. “Apa nggak sebaiknya kita beritahu Uda Gindo dulu sebelum kita berangkat menyusul Kintani, Anggini?” Pak Wisnu bertanya sembari merapikan pakaian yang ia kenakan di kamar. “Nggak usah Bang, yang ada nanti dia akan ikut dan akan menimbulkan masalah di Pada

  • Cinta Sepesukuan   Bab 143. Memberitahu Keberadaan Kintani

    “Bapak tahu ini hal yang sulit terutama bagi kamu Kintani, tapi keberadaanmu di sini harus tetap diberitahu pada Ayah dan Ibumu di kampung. Apalagi Ibumu sekarang jatuh sakit karena sudah 3 bulan lamanya tak ada kabar tentang kamu setelah pergi dari rumah,” tutur Pak Hendra. “Tapi Pak kalau diberitahu aku ada di sini, kedua orang tuaku itu pasti akan datang dan membawaku pulang. Itu artinya aku akan tetap dijodohkan dengan pria yang sama sekali nggak aku cintai,” ujar Kintani. “Kamu tenang saja Kintani, Bapak akan membelamu nantinya jika mereka datang ke sini. Tujuan utama memberitahu keberadaanmu di sini untuk kesembuhan Ibumu, jika memang kamu tidak ingin pulang dengan alasan akan dijodohkan dan mereka nanti memaksa Bapak tidak akan membiarkannya,” tegas Pak Hendra. “Ya Kintani, Ibu juga akan membelamu. Ridwan, sekarang kamu telpon kedua orang tua Kintani. Beritahu saja jika Kintani ada di sini,” ujar Bu Indri, Ridwan mengangguk lalu meraih ponsel yang ia taruh di meja. “Hallo,

  • Cinta Sepesukuan   Bab 142. Kintani Terkejut Melihat Ridwan

    “Aneh juga kenapa tiba-tiba saja kedua orang tua Kintani meminta tolong sama kamu,” Pak Hendra heran. “Awalnya sih saat hari pertama Kintani pergi dari rumah, mereka sempat curiga kalau aku yang meminta Kintani pergi dari rumah itu dan menyusulku ke Jakarta. Tapi setelah aku jelasin bahwa aku sama sekali tak mengetahui bahkan Kintani tak tahu alamatku di Jakarta, mereka pun yakin dan malahan meminta nomor kontak dan bantuanku untuk mencari keberadaan Kintani,” jelas Ridwan. “Jadi begitu cerita, Bapak pikir mereka langsung minta tolong sama kamu untuk mencari Kintani.” “Ya nggaklah Pak, mereka kan nggak tahu nomor kontakku gimana mereka bisa minta tolong. Mereka datang ke rumah Ayah dan Ibu di kampung dan dari situlah mereka mengetahui nomor kontak dan minta tolong sama aku,” tutur Ridwan. Sore hari sekitar jam 5 lewat apa yang dikatakan Bu Indri pun benar adanya, seorang wanita cantik memakai pakaian kerja putih-putih tampak memasuki halaman rumah kedua orang tua angkat Ridwan itu

  • Cinta Sepesukuan   Bab 141. Ridwan Ke Padang

    Pagi-pagi sekali Ridwan telah bangun setelah mempersiapkan segala sesuatunya yang akan dibawa ke Bandara menuju Kota Padang, tak beberapa menit setelah Ia pun sarapan dengan Gita, Aldi dan Nisa di meja makan di ruangan tengah lantai bawah. “Sementara kamu akan ke Padang siapa yang kamu suruh untuk tinggal di rumahmu itu, Ridwan?” tanya Gita. “Setelah aku pikir-pikir lagi apa tidak sebaiknya Kak Gita dan juga Bang Aldi tinggal di sana aja, sementara rumah ini bisa disewakan nantinya,” usul Ridwan. “Hemmm, nggaklah Ridwan. Rumah itu milikmu dan kamu cepat atau lambatnya pasti akan menikah juga,” ujar Gita. “Loh, nggak jadi masalah. Rumah itu terlalu besar bisa didiami beberapa kepala keluarga, lagian kalian kan bukan orang lain lagi bagi aku.” “Iya sih, tapi biar kami tinggal di sini aja. Kalau memang belum ada yang kamu minta untuk menjaga rumah itu selama kamu pergi ke Padang ada baiknya kamu mencari satpam untuk berjaga-jaga di sana,” saran Gita. “Ya Kak, aku memang mempunyai r

  • Cinta Sepesukuan   Bab 140. Keberadaan Kintani Diketahui

    3 bulan kemudian.... Minggu pagi sekitar jam 10 Ridwan beserta Gita sekeluarga pergi ke sebuah rumah mewah yang sangat besar dengan perkarangan depan dan belakang juga luas, lokasi rumah itu tidak jauh dari rumah Gita karena berada satu kompleks. Mereka berangkat dengan mengendarai mobil pajero sport milik dan kemudikan oleh Ridwan, mobil itu Ridwan ambil sekitar satu minggu yang lalu di show room usahanya sendiri. Melihat dari fisik bangunan rumah mewah yang mereka tuju ditasir biaya pembuatannya hampir 350 milyar, lalu apa tujuan Ridwan beserta Gita sekeluarga ke sana? Setelah memarkirkan mobil pajero sport di halaman rumah mewah itu, Ridwan beserta Gita sekeluarga pun turun lalu berjalan ke teras. Saat tiba di depan pintu Ridwan bukannya mengetuk atau memencet bel yang ada, melainkan merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah kunci lalu dengan santainya membuka pintu rumah mewah itu. “Mari Kak, Bang kita masuk,” ajak Ridwan, Gita dan Aldi mengangguk seraya tersenyum lalu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status