Beranda / Romansa / Cinta Seroja / Keputusan Abah

Share

Keputusan Abah

Penulis: Mentari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-09 22:54:48

"Nggak tahu ah abah. Neng juga bingung," Eza menempelkan dagunya ke bahu kursi.

"Begini saja, sekarang mah keputusan ada di Abah, sebab Eza masih tanggung jawab Abah. Abah memilih siapa pun yang akan jadi calon buat Neng. Neng Eza harus terima, dan ini sudah menjadi keputusan Abah."

"Tapi Bah ... " Eza cemberut. "Kenapa sih harus cepat nikah? Eza gak macam-macam, gak pernah keluyuran malam, paling ke pengajian, ke kebun bantuin Abah dan Umi. Paling ketemu teman-teman! itu pun gak pernah neko-neko, apa ada perilaku Eza yang kurang pantas di mata masyarakat?" ungkap Eza seolah tida memberi zeda dalam berbicara nya kali ini.

"Tidak, tidak seperti itu Neng," elak Umi Marni.

"Neng sudah dewasa. Sudah sepantas nya punya tanggung jawab sendiri, itu saja."

Obrolan pun berakhir, Eza masuk kamar dengan perasaan yang sedikit dongkol. Smentara orang tuanya makan malam bersama adik-adiknya.

Di kamar yang lumayan nyaman Eza menjatuhkan tubuhnya di tepi tempat tidur. Ambil guling dan memeluknya. "Kenapa sih yang di bahas itu nikah dan nikah, gak ada kata lain apa?" gerutu Eza, sambil melepas kerudung.

Eza bersiap tiduran. Baru ingat belum sholat Isya. "Oh iya, belum sholat isya," Eza langsung bangkit menyimpan guling. Langsung keluar kamar lagi dengan niat ke kamar mandi yang berada dekat dapur.

Selepas sholat Eza barulah membaringkan tubuhnya, di tempat tidur. Terlentang, miring. Terlentang lagi, miring ke kanan. Miring ke kiri sampai akhirnya telungkup. "Iih ... sulit amat tidur malam ini," Eza gedebag-gedebug, tidurnya sangat gelisah.

Pejam mata tak lena, karena masih teringat kata-kata sang Ayah, yang seolah menekan nya untuk menikah. "Ya Allah ... aku harus gimana nih?" Eza memaksa matanya untuk pejam.

****

Pagi-pagi Eza sudah berlari kecil di jalanan. Walau hawa dingin sangat menusuk kulit tidak mematahkan semangatnya tuk berlari pagi, dan itu sudah jadi kebiasaan Eza. Habis sholat shubuh dan mengaji, dia turun ke jalanan, di temani tiga kawannya yang bernama Resty. Kirana dan calon pengantin yang bernama Sinta.

"Kalau kita masing-masing sudah menikah belum tentu kita bisa bersama seperti ini. Setiap pagi lari kecil bersama. Bercanda bersama," ujar Sinta.

"Kenapa gak bisa?" tanya Kirana.

"Nggak bisa lah. Kalau sudah menikah. Otomatis kita ikut suami. Masa mau ikut orang tua mulu." sahut Sinta dengan cepat.

"Oh iya, sekalipun kita berdekatan, kan pagi-pagi itu kita harus menyiapkan sarapan, beberes rumah, dapur, kasur. Itu, kan tanggung jawab seorang istri ya?" ujar Resty membenarkan perkataan Sinta.

"Itu istri apa pembantu? Hehehe," sambar Kirana sekenanya saja.

"Cielaah ... bukan pembantu. Tapi kalau kita ingin dapat banyak pahala harus gitu juga kali ..." sahut Resty mendelik pada sahabatnya yang bernama Kirana itu.

"Tidak semua wanita mendapat suami yang kaya. Belum tentu kehidupan kita dimasa yang akan datang senang. Adakalanya yang kaya juga mendadak miskin, kan hidup berputar. Jadi kita harus waspada, berkecukupan syukur, kalau pun biasa-biasa saja juga ikhlas," ujar seorang Eza sambil mengulang-ngulang tangannya.

ketiga teman nya mengangguk. "Jadi intinya kita harus menyesuaikan dengan keadaan. Hidup harus tetap berjalan meski apa pun yang terjadi," sambung Eza. Kemudian jalan berlari- kecil.

"Hem ..." gumam ketiganya lantas menyusul Eza yang sudah lebih dulu ke depan.

Di sana banyak yang lewat, termasuk para pemuda, bersiul menggoda empat sekawan itu. Pemuda di sana dan juga dari kampung lain yang kebetulan lewat ke jalan sana, untuk berangkat aktivitas.

"Jangan bersiul kang. Kami bukan burung yang beterbangan," gumam Resty.

"Tapi ...." 

"Bunga yang sedang menanti sentuhan sang kumbang," sambung Resty. sambil ketawa.

"Lahh ... apa bedanya? yang bener itu, kalau si akang suka. Jangan bersiul, tapi ucapkan salam pada Ayah Bunda, dan bilang kalau Aa mau mengajak ke KUA biar halal di mata semua," timpal Sinta.

"Bener-bener, mantap pisan euy," ucap Kirana dan Resty berbarengan.

"Jawabnya, iya A Neng mau di ajak ke KUA di halalin sama si Aa. Tapi jangan sampai setelah halal di KUA, si Aa nya malah mendua, ha ha ha," Eza terkekeh sendiri, di ikuti suara ketawa dari kawan-kawannya.

"Tapi ... ih amit-amit ... amit-amit," ralat Eza mengetuk-ngetuk keningnya.

"Iya lah amit-amit, siapa yang mau. Menikah cuma untuk sakit hati. Ogah," Sinta menggeleng.

"Yuk ah. Pulang, sudah di tunggu suami nih," pekik Eza yang sudah lebih duluan berlari dan kembali pulang.

Kawan-kawannya pun berlarian mengejar Eza sambil cekikikan, tertawa tanpa merasakan beban. Di persimpangan jalan, mereka berpisah. Pulang ke rumahnya masing-masing.

Setelah memberi salam. Eza memasuki rumah, di sana sudah sepi sebab orang tuanya Eza sudah pergi ka kebun, adik-adiknya pun. Fikri sudah berangkat kerja, si bungsu pergi ke sekolah.

Di rumah tinggallah Eza sendiri. Mau mengerjakan pekerjaan rumah, seperti mencuci pakaian, mencuci perabot dapur dan bersih-bersih lainnya, begitu aktivitas Eza setiap hari. Kalau itu semua selesai baru lah. Menyusul abah dan umi ke kebun untuk membantunya berkebun.

Eza pernah kerja di toko. Dan di warung makan. Namun tidak pernah lama dengan alasan tidak betah. Lagian di luar sana banyak pria yang menggoda. Membuat Eza merasa risih. Akhirnya dia lebih betah di rumah, dan itu lebih baik baginya dari pada di luaran.

Sekalipun terkadang membantu orang tuanya di kebun. Namun Eza cukup menikmati keseharian nya itu.

"Hem ... nyuci sudah, beres-beres sudah, ke kebun ah." Eza mengunci pintu hendak menyusul orang tuanya. Namun masih juga berdiri di depan pintu, ada dua orang laki-laki berdiri depan teras hendak bertamu.

"Assalamu'alaikum ..." Neng mau kemana atuh Neng cantik teh? pasti Neng yang bernama Eza ya?" sapa laki-laki yang usianya hampir sama dengan Abah nya itu.

"Wa'alaikum salam ... i-iya saya, maaf mau bertemu siapa ya? dan ada perlu apa." Eza kebingungan sebab belum pernah bertemu atau melihat kedua pria tersebut.

"Oh saya mau bertemu Neng Eza  sama abah Bani, ada abahnya?"

"Oh, silahkan duduk atuh." Eza menunjuk kursi yang ada di teras, jantung nya berdebar. Entah kenapa suka takut kalau ada tamu pria, sementara di rumah tidak ada siapa-siapa.

Kedua tamunya pun duduk setelah dipersilahkan oleh tuan rumah.

Eza juga duduk agak jauh dari mereka dan bingung mau berkata apa.

"Kenalkan, saya juragan Anwar dan dia putra saya Dirwan," tamunya memperkenalkan diri serta mengulur, kan tangan tuk bersalaman, namun Eza hanya menangkupkan tangan di depan dada serta senyuman ramah.

"Em ... tapi maaf banget. Kalau jam segini abah nya tidak ada di rumah. Nanti sore saja kembali lagi," suara Eza dengan lembut.

"Oo gitu ya, bararti kita salah waktu nih. Aduh sudah jauh-jauh tuan rumahnya gak ada. Sayang banget."

"Kita pulang saja Pak," gumam pemuda tersebut yang baru saja mengeluarkan suaranya.

"Iya, tapi kamu suka gak? cantik kan? sholeh juga pasti anak nya," bisik juragan Anwar kepada putranya yang di balas dengan senyuman dan lirikan pada Eza yang menunduk.

Bersambung... 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Seroja   Keputusan

    Sesudah beberapa bulan, berumah tangga dengan Dirwan. Eza berusaha untuk menjadi istri yang baik sekalipun dia belum mencintai sepenuhnya. Dan memang mencintai itu butuh waktu, beda bila cinta itu datang dengan tiba-tiba.Suatu hari. Dia mendapati chat whatsapp yang menyakitkan hati, di mana kata-kata yang menguliti keburukan Dirwan di masa lalu bersama seorang wanita yang notabenenya sudah bersuami.Dan itu bukan masa lalu saja, karena dia mengatakan kalau baru-baru ini mereka bertemu dan melakukan layaknya hubungan yang sudah sah. Wanita itu pun mengakui kalau dia sangat mencintai Dirwan dan tidak mau kehilangan. Bahkan foto nya pun yang sedang tidur berdua di kirimkannya. Membuat mata Eza terbelalak dengan sangat sempurna.Tentunya membuat Eza murka sama Dirwan, se'marah-marahnya biarpun dia nggak cinta sama Dirwan! tetap saja dia nggak suka kalau suaminya berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar."Neng Akang akui itu, tapi itu cuman masa Lalu! setelah kita menikah Akang nggak pernah

  • Cinta Seroja   Ingat gak

    "Sebaiknya Dirwan istirahat saja di kamar. Biarpun kamarnya kecil ... lumayanlah buat istirahat." Kata Abah sambil menuding ke arah kamar Eza.Penglihatan Dirwan mengikuti tudingan Abah pada kamar Eza dengan bibir tersenyum senang. "Iya, Bah. Aku masuk dulu. Umi," ucap Dirwan sambil berdiri lalu berjalan mendatangi peraduan istri nya.Detik kemudian, Dirwan sudah berdiri di depan pintu setelah menutupnya dengan rapat, dan mendapati istrinya yang sudah berganti baju dengan dasteran. Berbaring memunggungi arah pintu. Bibir Dirwan menyungging lalu mendekat.Eza yang baru saja mau tidur, mendengar pergerakan dari arah belakang membuat ia membuka mata lantas menoleh ke belakang terkejut melihat Dirwan berada di kamarnya. Bukannya tadi sudah dia suruh pulang saja. Lagian kamar ini juga kecil."Ngapain Akang di sini? kan tadi sudah Neng suruh pulang, biarkan Neng menginap di sini sendiri." Eza bangun mendudukan dirinya.Dirwan menarik kedua sudut bibirnya duduk di tepi tempat tidur. "Akang j

  • Cinta Seroja   Ijin suami

    Begitu tiba di rumah kedua orang tuanya, Eza di sambut dengan bahagia oleh umi dan abah. Eza pun memeluk umi dengan sangat erat. “Umi ... Eza kangen sekali sama Umi.”“Umi juga kangen sama, Neng. Umi mau ke sana tapi belum ada waktu dan tadinya mau ke sana itu lusa. Sama abah.” Balas uminya sambil membalas pelukan neng Eza.“Tapi Neng sudah rindu sama umi ... jadinya Neng ke sini sekarang.” kata neng Eza sambil memudarkan pelukannya dan menyalami Abah nya yang memandangi dengan penuh haru pada Eza yang setelah menikah dengan Dirwan, baru ketemu sekarang.“Abah. Sehat ... aku kangen sama Abah, gak bisa bikinkan kopi lagi buat Abah.” Eza memeluk abah 0enuh rasa rindu.“Abah juga sama Neng ... kangen, tapi ... sekarang Neng itu sudah punya kewajiban yaitu pada suami. Dan mana suami mu sekarang? kenapa tidak ikut, seharusnya dia mengantar mu ke sini.” kata abah sambil melihat ke arah jalan tetapi tidak ada sosok Dirwan.“Dia baru datang dari Jakarta Abah ... capek katanya. Jadi Neng ke si

  • Cinta Seroja   Ogah-ogahan.

    Sekitar pukul empat sore, Eza sudah tampak segar dan keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk putih serta bergelung handuk menutup rambut yang basah. Kedua menik matanya mendapati Dirwan yang masih tampak lelap di atas tempat tidur berselimut tebal yang hanya menutupi sampai perutnya saja, sehingga dadanya mengekspos yang sedikit berbulu.Eza mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, tepat menghadap ke arah Dirwan. "Aang bangun? udah jam 04.00 katanya mau mengantar aku ke tempat umi."Namun Dirwan yang tampak sangat capek, tetap bergeming Tak bergerak sedikit pun malah terdengar suara dengkuran yang halus."Ih ... katanya mau nganterin aku, tapi malah tidur! Akang. Bangun ..." suara Eza kembali sedikit agak keras.Terlihat pergerakan dari tubuh Dirwan sambil memicingkan matanya sebelah melihat ke arah sang istri. "Apa sih Neng ... Akang ngantuk banget, nggak kuat nih!""Bangun, mandi sana? terus salat ashar, katanya mau nganterin aku ke tempat Umi, nanti di sana tidur lagi,"

  • Cinta Seroja   Sedikit melunak

    Sudah seminggu Eza berada di rumahnya bu Hawa. Mau pindah ke rumah sebelah tapi ... Eza mau di rumah bu Hawa saja biar bisa menemani bu Hawa.“Ma ... Eza mau ke tempat umi dulu ya, Eza kangen sama umi dan abah.” Eza duduk di dekat bu Hawa.“Boleh ... tapi Neng sudah minta ijin sama suami belum?” ucap bu Hawa dengan lirih.“Belum, Ma. Kemarin sih sudah bilang ... tapi tidak bilang kapan-kapannya.” Sambung Eza sambil mengambil minum buat mama mertuanya itu.“Sebaiknya Eza bilang dulu sama akang, biar dia gak khawatir dan istri itu ... kalau keluar rumah harus ada ijin suami, gak boleh pergi tanpa ijin darinya.” Kata bu Hawa sembari tersenyum dan mengusap tangannya Eza.“Iya. Ma ... nanti Eza minta ijin sama akang,” Eza mengangguk pelan. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan dengan pelan mengetik sebuah chat yang akan dia kirimkan pada kontaknya Dirwan yang kini belum pulang dari Jakarta.“Akang, aku mau minta ijin ya ... mau ke tempat umi, Eza kangen sama mereka semua.” Kirim

  • Cinta Seroja   Tanya-tanya

    Brok-brek, barak.Kepala Eza langsung menoleh ke arah Dirwan, dengan tatapan yang merasa heran dan penasaran suara apa itu yang terdengar jelas datangnya dari luar bagian depan rumah.Namun Dirwan seolah tidak peduli. Terus aja berbaring dan memeluk Eza semakin erat. Eza menggerakkan tangan dan menyingkirkan tangan Dirwan dari tubuhnya. Perlahan dia bangun dan duduk dengan selimut yang ia himpit di antara kedua ketiaknya.Tubuh Dirwan pun bergerak, dia mengikuti Neng Eza dan duduk di sampingnya. Cuph mengecup bahu Eza yang terbuka. "Neng mau ke mana mendingan kita lanjut lagi yuk Abang masih kangen!" Bisiknya tepat di dekat telinganya neng Eza membuat."Emangnya Akang nggak dengar, suara yang barusan di luar rumah?""Emangnya kenapa? Biarkan saja kan ada bang Udin yang melihatnya, ngapain Akang keluar ninggalin istri Akang yang cantik ini, nanggung lagi pengen bermanja kembali." Suara Dirwan lirih dengan masih tersenggal.Tangan Dirwan kembali mendorong sebelah bahunya neng Eza agar b

  • Cinta Seroja   Senyum-senyum sendiri

    Kemudian Dirwan meminta di ambilkan pakaiannya. Yang langsung neng Eza ambilkan."Ini bajunya ..." Eza memberikan pada Dirwan yang terus mengembangkan senyumnya. "Apa sih senyum-senyum?"Lantas Dirwan pun mengenakan pakaiannya sambil melihat ke arah neng Eza yang membalikan tubuh memunggungi dirinya."Neng ini kenapa masih malu-malu? orang kita udah suami istri, malah sebentar lagi ... kita akan membelah duren!" ucap Dirwan diiringi dengan senyum-senyum nakal. Membuat Neng Eza bergidik geli."Nggak, apaan sih ... belah duren. Belah duren." Eza membawa langkah ke kamar mandi.Dirwan menyunggingkan senyuman sembari menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhnya. "Heum ... wangi, Neng Eza pasti suka!" Memberikan minyak ke rambutnya.Tidak lama kemudian. Eza keluar dari kamar mandi dan sudah menggunakan baju tidur yang panjang. Menatap sekilas ke arah Dirwan yang sedang menatap intens, lalu mengalihkan pandangan ke arah samping.Lantas Eza mendekati ke kaca cermin rias, detik kemudian ke

  • Cinta Seroja   Nyawa cadangan

    Neng Eza menundukkan kepalanya, tidak berani menatap ke arah Dirwan yang pastinya marah padanya.Dirwan berusaha untuk sabar menahan hasrat nya yang sebenarnya ingin ia salurkan dari semalam. Tapi Eza seolah tidak mengerti keinginannya sebagai suami. Ia terduduk dengan perasaan yang nano-nano, marah. kesal, jengkel dan senang setidaknya dia sudah mendapat hal kecil dari Eza.Neng Eza diam seribu kata sambil mengusap bibirnya yang berasa masih menempel bekas barusan. Lalu menggigitnya dengan perlahan ia meneruskan kembali niatnya untuk mengambil pakaian dan memasukkannya ke dalam tas.Rasanya Ia pun ingin marah, ingin memaki Dirwan yang sudah lancang menyentuhnya, sesuatu yang belum ingin dia berikan sudah diambil duluan. Tapi apakah pantas jika dirinya marah-marah apalagi memaki Dirwan selaku suami yang jelas punya hak sepenuhnya tentang diri Eza.Sedari tadi kejadian itu Dirwan tidak banyak bicara, wajahnya masam dan ditekuk sama abah juga umi pun dia bicara seperlunya dan hanya pami

  • Cinta Seroja   Menolak

    Selesai sarapan, Eza di ajak ke kamar oleh Dirwan. Sementara Bu Hawa bersama bibi Sien di ruang tengah dan bibi lainnya.Eza menepiskan tangan Dirwan yang menarik tangannya ke dalam kamar. "Lepas, mau apa sih? aku mau ngobrol sama mamah.""Terserah Akang dong mau ngapain, Neng istirahat jadi apa salahnya dan salahnya di mana? jika akan mengajak Eneng ke dalam kamar! Akang mau minta dimandiin kek, mau minta dilayani kek 'kan itu hak Akang. Eneng istri Akang. Lupa?" Dirwan mendekat.Neng Eza mundur menabrak dinding. Punggungnya menempel di dinding. Dirwan menempelkan kedua tangannya di dinding yang ada Eza berdiri, tampak pucat menatap ke arah Dirwan yang menyeringai."A-Akang mau apa?" Eza tampak gugup dan ketakutan."Akang mau, Eneng. Kita kan sudah halal. Masa Akang tidak boleh menyentuh istri sendiri 'kan aneh." Dirwan perlahan menyentuh pipinya Neng Eza.Meja sendiri memejamkan matanya, dalam hatinya berontak dia tidak ingin disentuh Dirwan. Entah kenapa hatinya tidak mengizinkan b

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status