Share

Bab 3 [Adu Mulut]

❇🔸🔸❇

Hari ini Wulan dan Hana tidak ikut kelasnya Bu Rosa karena mereka harus mengikuti kelasnya pak Anwar. Sebab beberapa hari yang lalu mereka berdua ketahuan membolos di jam mata kuliahnya pak Anwar. Makanya sejak masuk ke kelas tadi. Annisa sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Bahkan dirinya hanya diam dan larut dalam buku di depannya itu.

Akhirnya kelas bu Rosa selesai juga. Semua mahasiswa mulai membubarkan diri mereka, Reta masih berdiam diri didalam kelas. Dia hanya bingung, sebab dia belum hafal lokasi kampus ini. Lagipula dia ada jam mata kuliah lagi nanti sejam yang akan datang. Kalaupun pulang juga nanggung. Reta mulai mengemasi barang - barangnya. Dia berniat mencari perpustakaan saja, itu dirasa lebih baik daripada dirinya dia saja seperti ini.

Setelah keluar dari kelas, kebingungan langsung melanda dirinya. Ia ingin bertanya pada seseorang tapi rasa ragu mulai melingkupinya.

Ia mencoba mengunakan instingnya yaitu berjalan ke kiri dari pertigaan jalan yang ditapakinya itu. Dapat ia lihat banyak anak yang keluar dari lorong ini, membuat Reta tertarik untuk menuju kesana. Tapi disepanjang koridor itu hanya ada ruang kelas.

"Ini jalan kemana, ya?" batin Reta sambil meneruskan langkahnya. Hingga ia melihat satu pintu masuk, namun sayangnya ia tak memperhatikan tulisan yang ada diatas pintu itu yang mana bertuliskan kantin.

Begitu ia masuk kedalam, satu yang ada dipikiran Reta yaitu dia berada di kantin. Reta yang kebetulan merasa lapar itupun memutuskan untuk membeli makanan yang ada di kantin tersebut. Ia memilih untuk singah di kios bertuliskan kebab.

"Ibu, saya pesan kebab ukuran sedang 1 dan es teh nya 1, ya." ucap Reta dengan logatnya. Mendengarnya membuat orang dipanggilnya itu tersenyum dan tak lama pesanan Annisa telah siap. "Ini pesanannya," sambil mengambil pesanannya Reta menyerahkan beberapa lembar uang dan memberikannya pada sang penjual tersebut.

"Terimakasih, Bu." Setelah mengatakan hal tersebut, Reta lanjut mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin untuk memilih tempat duduk. Tapi belum sempat ia melangkah sebuah suara yang cukup familiar di telinganya membuat Reta menolehkan pandanganya.

"Reta!" panggil seseorang pada Reta. Reta bisa melihat Hana dan Wulan yang tengah melambaikan tangan ke arahnya itu. Sejujurnya dia agak ragu untuk melangkah kesana, karena ia bisa melihat 4 orang yang tak dikenalnya duduk semeja dengan Wulan dan Hana. Walaupun 2 orang itu pernah ia lihat sekilas tapi tetap saja mereka orang asing baginya.

"Sini, gabung sama kita!" seru Wulan pada Reta. Perlahan namun pasti Reta akhirnya tiba di dekat meja Wulan dan Hana.

"Sini duduk." Hana menepuk kursi disebelah kirinya. Reta akhirnya duduk di kursi yang ditunjuk oleh Hana tersebut.

"Kau dari mana saja? Bukannya kelasnya bu Rosa itu sudah bubar 20 menit yang lalu." ucap Hana pada Reta yang kini berusaha agar tidak gugup.

"Tadi aku baca buku di kelas. Niatnya ingin ke perpustakaan, tapi malah sampai sini." jawab Reta pelan.

"Jadi intinya kau itu nyasar?" tanya seseorang yang berada di seberang meja Reta. Reta mendongak mencari tau siapa yang bertanya padanya soalnya ia tidak mengenali suara tersebut.

Tatapan keduanya bertemu membuat Reta buru buru menundukkan pandangannya. Menyadari tingkah aneh gadis di hadapannya membuat laki - laki tadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Menyadari kalau yang diajak bicara tidak menjawab, membuat si laki - laki tadi menyimpulkan kalau tembakannya itu benar.

Tak lama suara tawa dari laki - laki itu mulai terdengar. Suara tawa itu tentu membuat beberapa mahasiwa menoleh ke arahnya dengan pandangan bertanya. Sedangkan penghuni yang semeja dengan laki - laki tadi itupun menatapnya aneh.

"Kau ini kanapa, Kak?" tanya Naufal begitu mendengar tawa pemuda yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya itu.

Laki - laki tadi segera meredakan tawanya begitu menyadari tatapan aneh yang dilayangkan padanya itu.

"Ha ... Ha ... Ha ... Kalian tidak dengar, dia itu tadi nyasar." Tawa laki - laki yang sering dipanggil Tama itu. Tawanya pun kali ini terdengar dipaksakan, begitu menyadari tatapan yang seolah memintanya untuk berhenti tertawa itu.

Baru juga tawanya yang berhenti, Tama malah kembali meneruskan ucapannya itu.

"Hello, sekampungan apasih dia Ini. Ini kota bukan hutan. Masa gitu saja sampai nyasar segala." Ucapan yang keluar dari mulut Tama yang entah dipikirkan atau tidak, itupun mampu membuat orang disamping Hana tertunduk.

Wulan yang menyadari hal itupun angkat bicara. "Tama, jangan bicara seperti itu. Wajar saja Reta sempat nyasar. Ini, kan lingkungan baru buatnya." ujar Wulan pada Tama.

Hana segera menatap sengit adiknya iti, tapi kemudian menatap Reta yang tengah tertunduk itu. "Jangan dengarkan ucapan si bodoh ini ya, Nis." Kalimat itu membuat Reta memalingkan wajah kearah Hana. Dengan senyum tipis, Annisa berusaha mengiyakannya.

Tiba - tiba, Hana menatap kembali kearah sang adik,

Pletak

"Auwh, sakit." Ringis Tama pada Hana yang baru saja menjitak kepalanya itu tanpa rasa bersalah.

"Apa apaan kau ini, Kak!" sentak Tama tidak terima.

"Kau jangan asal bicara." Hana melayangkan pandangan kesal kearah adiknya itu. Yap, Tama itu adalah adik kandung dari Hana. Selisih umur merekapun hanya terpaut 10 bulan saja. Setelah melahirkan Hana di tanggal 3 Januari xxxx, ibu Hana melahirkan Tama pada tanggal 30 Desember xxxx. Jadi jangan heran kalau keduanya sering cek cok.

"Salah sendiri kenapa bicaranya seperti itu," dengus Tama sambil mengusap pelan bekas jitakan tangan kakaknya itu.

"Issh kau ini." Hana ingin kembali melayangkan jitakan tapi terhenti begitu tangan sang kekasih menggenggam lembut tangannya.

"Sudahlah, biarkan saja. Adikmu kan memang begitu." Lerai Abi sambil menatap Hana sedangkan yang ditata bersemu malu. Tama yang sedari tadi melihatnya mendengus malas.

"Terusin aja pacarannya." Hana yang mendengar ucapan adiknya itu pun kembali mendengus.

"Jangan sirik. Makanya jangan jomblo." Sindir Hana tanpa melirik Tama.

"Ihh, aku tidak jomblo, ya!" Sentak Tama tak terima di bilang jomblo. Hana yang mendengarnya membelalakan matanya tak percaya.

"Benarkah? Memangnya ada yang mau jadi pacarmu." Tama yang mendengarnya hanya menggeleng, membuat Hana mengernyitkan dahinya bingung.

"Terus apa maksudmu?" Sungguh Hana bingung menghadapi tingkah aneh adiknya itu.

"Aku hanya bilang aku tidak jomblo bukan berarti aku punya pacar." Penjelasan dari Tama malah membuat Hana bertambah bingung. Hana menatap adiknya, Tama yang menyadari kakaknya itu bingung pun segera menjelaskannya.

"Aku itu tidak jomblo tapi single. Ingat single!" Tekan Tama pada kata Single.

Satu detik

Dua detik

Ti ...

"Hah?!" Tanpa babibu lagi Hana melempar kentang goreng kearah Tama yang belum sadar akan kemarahan dari kakaknya itu.

"Ishh, jorok sekali kau, Kak." Tama jelas saja kaget menerima lemparan kentang goreng dari kakaknya itu. Hampir semua orang di meja itu tertawa melihat muka kesal Tama yang disebabkan oleh sang kakak.

"Kau menyebalkan, Tama!" Tampaknya Hana benar benar kesal mendengar penjelasan dari sang adik yang tadi didengarnya itu.

"Kau juga, Hana!" Tama tampaknya masih sebal dengan kakaknya itu. Melihat kekasihnya yang ingin kembali menjitak kepala Tama, membuat Abi segera menghentikannya.

"Sudahlah, Sayang. Adikmu hanya bercanda. Kau juga, Tama. Jangan membuat kakakmu kesal." Omel Abi sambil menatap kedua pemilik nama itu secara bergantian. Pemilik nama itupun hanya memalingkan muka sambil mendengus.

Reta yang sejak tadi mendengar serta melihat pertengkaran kakak adik itupun hanya mengulas senyum kecil. Seakan sadar sesuatu, Hana menolehkan pandangannya kearah Reta yang hanya diam, tak ikut nimbrung ke obrolan atau bisa dibilang interaksi kakak beradik itu.

Kedatangan suara tersebut membuat hampir seluruh penghuni meja menengok kearah sumber suara. Bahkan bukan hanya mereka bertujuh saja yang menoleh melainkan hampir penghuni kantin.

"What's up, Geng," sapa seorang pemuda dengan semangat mengeloranya. "Hai, Kak Shandy," sapa Naufal pada kakaknya yang satu ini.

"Hello, Shandy disini." Setelah mengatakan hal tersebut pemuda tadi langsung menduduki kursi disebelah gadis yang menurutnya tak dikenalnya itu.

Kedua sahabatnya yang sedari tadi mengikutinya pun duduk dikursi yang kosong disamping Tama dan Wulan.

Shandy, pemuda yang tadi menyapa mengernyitkan dahinya begitu melihat kearah sampingnya.

"Kau mahasiswa baru itu, kan?" tanyanya pada Reta yang saat ini posisinya ada disebelah Shandy dan Hana.

"Iya," balas Reta cepat kemudian menunduk lagi membuat Shandy bertambah bingung.

Oh ya posisinya duduknya itu kayak gini, jadi diujung kiri meja itu ada Shandy, Reta, Hana dan Abi. Lalu di sebelah kanan meja ada Gala kemudian ada Wulan yang berada dihadapan Reta, terus Cakra disebelah Wulan, samping Cakra ada Naufal, Tama dan Lendra.

"Kau kenapa aneh banget, sih?" perkataan dari Shandy membuat hampir pasang mata di meja itu menoleh kearah Shandy.

"Aneh kenapa, kak?" Tanya Cakra begitu mendengar ucapan Shandy barusan.

"Tadi aku sempat ingin bertanya padanya, tapi dia pergi begitu saja." jelasnya pada ke sembilan orang disana.

"Mungkin dia takut melihatmu." canda Abi yang disambut gelak tawa oleh Cakra, Wulan, Naufal, Tama dan Hana.

"Yak!" Sentak Shandy tak terima.

"Mungkin dia belum mengenalmu, jadi langsung berlalu begitu saja." Sanggah Wulan membela Reta.

"Mungkin juga. Kalau begitu kenalkan namaku Shandy Bagaskoro atau kau bisa memanggilku tampan." ucapan dari Shandy barusan membuat beberapa orang mendengus begitu mendengarnya.

"Hei, panggil saja dia Shandy, Ta." sahut Abi yang tak terima ucapan dari Shandy tadi.

"Kenapa kau tidak senang kalau ada yang memanggilku tampan sih, Kak?" Sepertinya Shandy tak terima ucapannya tadi di sanggah oleh kakak seniornya itu.

"Iya, kak. Kau memang tak cocok dipanggil tampan." Kali ini yang bilang adalah si Naufal membuat Abi yang mendengarnya tertawa puas.

"Sudahlah, kalian berisik sekali sih." ucapan itu bersalah dari si datar Gala.

Hening beberapa saat.

"Namamu Retasha, kan?" tanya Shandy tak tak tahan dengan keheningan ini.

"Iya," sahutnya pelan.

"Kau pindahan dari mana?" Tanya Shandy lagi.

"Aku dari Kota Apel." Reta masih tidak berani menatap muka Shandy, karena jarang sekali ia eye contact dengan orang lain terlebih lagi lawan jenis.

"Kau pemalu, ya?" tebak Shandy yang sepertinya tepat sasaran. Perkataan barusan membuat hampir seluruh orang di meja itu menatap kearah Shandy dan Reta bergantian.

"Ah, mun..gkin." Jawab Reta pelan.

"Jangan gugup begitu, santai saja." Shandy mulai tersenyum konyol membuat sebagian orang tertawa melihatnya. Tama masih terus memperhatikan Reta. Entahlah, sepertinya dia sedikit merasa bersalah akan ucapannya tadi.

"Kau kenapa melihat Reta terus, Tam?" Hana yang melihat adiknya itu terus memperhatikan Reta. Hal itu tentu membuatnya bingung dengan tingkah sang adik.

"Tidak. Siapa yang melihatnya." Sanggah Tama cepat membuat Reta yang tadi disebut namanya menoleh kearah Tama. Dan tak sengaja Reta bertatapan dengan seseorang yang berada disamping Tama. Dengan cepat Reta mengalihkan pandangannya.

Deg Deg Deg

Detak jantung Reta terasa menggebu membuatnya mengigit bibirnya pelan.

"Ooh ya Ta, kau belum kenal mereka kan?" Perkataan dari Hana diangguki oleh Reta.

"Oke ini Abimanyu Baureksa." Hana memperkenalkan Orang disampingnya itu. "Halo Reta, panggil saja aku Kak Abi. Aku Ini Pacarnya Hana." Abi tersenyum sambil memeluk bahu Hana membuat yang dipeluk agak salting.

"Kak," Hana yang malu hanya bisa tersenyum kikuk. Reta yang melihatnya tersenyum simpul melihat keharmonisan pasangan di hadapannya itu.

"Oke, Disampingmu itu ada Shandy. Terus itu Kak Gala. Dia itu sepupunya Wulan." Tunjuk Hana kearah Gala yang tengah fokus pada ponselnya.

"Terus ini Di.." Ucapan Hana terpotong oleh orang yang ingin Hana kenalkan pada Reta.

"Kenalkan aku Dio Cakra Baureksa, aku calon pacarnya Wulan." sapa Cakra sambil tersenyum manis andalannya. Wulan yang mendengarnya tentu saja salting bahkan mukanya sudah memerah saat ini.

"Ehem!!" Deheman itu berasal dari sisi kanan Wulan membuat Cakra menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Hehehe, halo kakak ipar." Cakra menatap kearah Gala yang kini juga sedang menatapnya itu.

"Namaku Muhammad Naufal. Panggil saja Naufal atau Aufal. Tapi jangan panggil aku kakak, ya." sapa Naufal sambil tersenyum yang bisa membuat para gadis melting mendadak.

"Panggil saja dia kakak, Ta." Ledek Shandy yang disambut tawa Abi dan Cakra. "Jangan dengarkan Kak Shandy, Ta" Naufal sepertinya agak sensitif bila digoda dengan panggilan kakak itu.

"Dan selanjutnya ada Gallendra. Kau bisa memanggilnya Lendra atau Gallen." Lendra tak menoleh begitu ia diperkenalkan pada mahasiswa baru itu.

"Sudah semua, ya." Sepertinya Hana melupakan satu orang atau bisa dibilang sengaja membuat orang tersebut memdengus sebal.

"Ishh," dengus Tama begitu menyadari kakaknya tak ada keinginan untuk memperkenalkannya pada si mahasiswa baru.

"Apa?" Sepertinya Hana masih kesal dengan Tama. Dan Tama juga agak malas berdebat dengan kakaknya itu, iapun menatap kearah Reta yang kini masih menunduk.

"Kenalkan aku Andi Radyatama. Adik dari Kak Hana." ucap Tama sambil mengulurkan tangannya kearah Reta. Membuat beberapa pasang mata menatap ke arahnya dengan aneh.

Reta yang diajak bicara segera mendongakkan kepalanya dan mendapati uluran tangan tersebut tertuju padanya. Seakan paham, Reta lalu membalas uluran tangan tersebut dan memperkenalkan diri.

"Retasha Helenasia," jawabnya sambil tersenyum kecil. Tama yang melihatnya lantas melepaskan jabat tangan tersebut. Kemudian memalingkan wajahnya.

Sedetik kemudian senyum kotaknya muncul, entah karena apa. Hana yang melihat tingkah aneh adiknya memincingkan matanya kearah Tama. Hana agak sedikit curiga dengan gelagat adiknya itu.

Tapi coba ditepisnya pemikiran yang baru saja terlintas dibenak Hana. Setelah sesi perkenalan selesai hampir semua terlibat dalam obrolan bahkan tak jarang tawa lepas terdengar dimeja tersebut. Perbincang tersebut memakan waktu agak lama membuat Reta akhirnya memutuskan untuk pulang, karena ia belum terlalu hafal jalanan kota Wisata ini.

Dan ia tidak ingin kemalaman dijalan, bisa bisa nanti ia nyasar entah kemana. "Kak Hana, aku pamit pulang, ya." ucap Reta agak pelan. Bagaimanapun juga ia masih agak canggung berbicara dengan orang baru.

"Kau pulang dengan siapa?" tanya Hana agak lumayan keras membuat eksistensi semua orang beralih kearah mereka berdua. Reta menelan ludahnya gugup. "Aku pulang sendiri, Kak."

"Tidak boleh, kau bareng aku saja. Kau kan juga belum hafal daerah sini." Perkataan dari Hana langsung ditolak halus oleh Reta.

"Tidak perlu repot repot, Kak. Aku bisa pulang sendiri. Kalau boleh cukup antarkan saja aku sampai luar kampus. Nanti biar aku naik bus saja." Reta memberi pengertian pada Hana agar tidak perlu mengantarnya.

"Tapi ..."

"Biar aku saja yang mengantarnya pulang." Perkataan itu membuat eksistensi semua orang di meja itu beralih padanya termasuk Lendra yang sedari tadi fokus pada ponselnya itu.

❇Terimakasih❤❇

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status