"Duduk!"
Ratna maju ke depan dan menuruti perintah orang yang mungkin akan menjadi bosnya nanti.
"Sebelumnya kerja apa?"
"Tidak kerja, Pak. Hanya jadi ibu rumah tangga biasa aja."
"Terus ... kenapa sekarang ingin bekerja?"
"Karena ingin mendapatkan penghasilan sendiri pak."
"Suami sudah mengijinkan?"
"Saya sudah cerai secara agama, pak."
Pak Aldo tak bersuara. Namun, mulutnya mengerucut membentuk huruf 'o'. Dengan pandangan tetap fokus ke komputer.
"Kamu bisa apa lagi?"
"Saya hanya bisa mengarang, Pak."
"Mengarang? Maksudnya gimana?" Kini atasan yang cakepnya nggak ketulungan ini, menolehkan matanya sejenak ke arah Ratna. Kemudian kembali fokus ke komputer.
"Sebelum cerai dengan suami, saya mencari rejeki dengan menulis cerita secara online, Pak."
"Oooo ... menulis."
"Permisi, Pak. Ini saya bawakan yang bapak suruh."
Nay langsung masuk ke dalam ruangan karena memang pintunya tak tertutup. Di tangannya tampak terlihat alat dan bahan rias.
"Kamu ambil dan segera mulai berdandan," suruh pak Aldo, yang kini memusatkan perhatiannya pada Ratna.
Ratna menerima semua alat kecantikan yang disodorkan Nay, sahabatnya. Kemudian dengan di bantu Nay yang memegang kaca dan kipas kecil, Ratna mulai melakukan perintah lelaki yang duduk di depannya itu dengan sedikit kaku.
Ratna mulai mengoles wajahnya, sesekali ekor matanya melirik ke arah si bos yang masih menatapnya sambil sesekali menggerakkan jari di ponselnya.
"Sudah, Pak."
Dua puluh menit berlalu, akhirnya selesai juga Ratna menghias dirinya sendiri.
Pak Aldo memandangi Ratna dengan tatapan dan senyuman di bibirnya yang tak bisa diartikan.
"Besok langsung kerja," putus pak Aldo, tangannya menyodorkan sebuah kertas berwarna putih ke dekat Ratna.
Sontak membuat Nay dan Ratna langsung sumringah dan saling bertatapan dengan bahagia.
"Nay, beri dia seragam untuk menggantikanmu di depan, kamu kembali jadi sekretarisku." sambung pak Aldo, lagi!
"Baik, Pak." Nay kembali melangkah ke luar ruangan.
"Ini apa, Pak?"
"Itu surat kontrak. Baca! Kalau kamu sepakat dengan penawaran saya, langsung saja tanda tangan," suruh pak Aldo, yang kini mulai asyik dengan ponsel di tangannya.
Ratna yang tampak bahagia, mengambil kertas itu dan membacanya pelan, kemudian menandatanganinya.
Masih dengan menunduk, Ratna terdiam, hingga membuat pak Aldo yang penasaran karena tidak ada reaksi dari Ratna, kembali mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke arah Ratna.
"Kenapa?"
"Saya hanya terharu, Pak. Saya tidak menyangka bakalan bisa keterima kerja," jawab Ratna, matanya tampak berkaca kaca saat tangannya menggeser kertas itu ke dekat si bos.
"Kasihkan ke dia." Suruh pak Aldo saat Nay datang dengan tiga tumpuk seragam berbungkus plastik putih. "Kamu juga harus bantu ajarin dia, apa saja tugasnya di depan."
"Baik, Pak."
"Kamu cobalah kalau ukurannya nggak pas kamu bisa langsung tanyakan ke Nay, dan jangan lupa, kita kerja di bidang pelayanan, jangan sampai ada pengaduan tentang penampilan kamu, paham!?" pesan pak Aldo yang memandangi kedua perempuan di depannya itu dengan silih berganti.
"Paham, Pak!" jawab Ratna, mengangguk cepat.
"Kalian boleh pergi."
"Makasih, Pak." Hampir bersamaan Nay dan Ratna menjawab perintah si bos, kemudian keduanya melangkah ke luar ruangan dengan senyum di bibir keduanya.
"Alhamdulillah," seru Nay, sambil menutup pintu ruangan di bos dengan perlahan.
"Kita coba dulu seragammu, setelah itu beli perlengkapan buat perang kita tiap hari," sambungnya lagi, tangannya menarik Ratna untuk bergegas.
"Kenapa?" tanya Nay yang heran karena Ratna malah memeluk dirinya sambil terisak.
"Selama ini, aku pikir ... aku tak akan bisa hidup bila tak bersamanya. Namun, aku keliru."
"Sudahlah, lupakan. Ingat, kita harus bahagia .... Ayo! Coba seragammu di bilik itu!" Nay mengurai pelukan di antara mereka dan kembali menarik Ratna yang mengusap pipinya kasar sambil tersenyum.
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien."Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram."A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika."Bang ...."Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang."Yang ...."Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Mas, baju yang mau di bawa yang mana?" tanya Mak siang itu.Mak sengaja di antar pak Ri untuk mengantarkan baju bersih yang akan di pakai Aldo, di rumah sakit. dan membawa balik baju yang sudah kotor untuk Mak cuci di rumah.Tanpa bicara, Aldo yang dengan wajah sangat menampakkan kesedihan, memberikan baju yang sudah ia lipat dalan paperbag yang lumayan besar pada Mak."Mbak gimana, Mas?" tanya Mak, dengan tangan terulur menerima paper bag dari Aldo."Masih tidur, Mak. Tolong doain, ya. Biar bisa cepat pulang ke rumah." Aldo sedikit tersenyum, senyum yang terlihat terpaksa."Iya, Mas. Saya dan Mak selalu berdoa semoga Mbak dan si kembar cepat pulang, biar rumahnya ramai." Pak Ri yang tadinya hanya terdiam mendengarkan, kali ini ikut membuka suara.Sudah sebulan lebih pasca kecelakaan, Ratna tak sadarkan diri. Terbaring lemah dengan beberapa
"Apa tidak sebaiknya kalau kamu, aku antar saja, Yang?" usul Aldo saat melihat istrinya mengambil kunci mobil, pagi itu setelah sarapan bersama."Tidak usah, aku baik baik saja, kok!" jawab Ratna yang mendekat untuk mencium pipi, dan punggung tangan kanan suaminya."Tapi perutmu sudah tak memungkinkan untuk menyetir, Yang ...."Jelas saja Aldo sangat khawatir dengan kondisi Ratna, yang memaksa menyiapkan sendiri acara tujuh bulanan si kembar yang rencananya akan di laksanakan seminggu lagi."Perutku tidak masalah kok, Bang. Asalkan kau tidak lagi terlalu mempermasalahkan," ujar Ratna, yang terus melangkah melewati dapur menuju ruang garasi.Setelah sebelumnya meminta Mak untuk membuka pintu garasi dan juga pintu pagar.Sambil mengikuti istrinya dari belakang, Aldo hanya bisa mengambil nafas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.&n
Ratna terus mengulang pertanyaan yang sama hingga membuat dokter Agni sedikit gemas."Hei! Saya serius, Bu! Anda hamil. Selamat ya ...."Masih banyak lagi pesan yang dikatakan oleh dokter di depannya yang sedang membersihkan perut Ratna dari gel tadi. Namun, Ratna hanya bisa menangis sambil terus memandangi layar."Sekarang anda boleh berbalik ke kanan, baru kemudian bangun dengan perlahan," suruh dokter Agni pada Ratna yang ia ikuti."Benarkan apa yang aku bilang." Siska tersenyum sambil terus memainkan ponselnya."Memangnya dokter Siska bilang apa!" tanya dokter Agni yang kemudian pindah ke kursi miliknya dan menuliskan sesuatu di sana."Cuman minta traktiran kalau mereka berdua terbukti hamil," jawab dokter Siska, yang kemudian tertawa terbahak."Ah dokter Siska, ada ada saja!" seru dokter Agni, yang kemudian memberikan amplop co
"Nay, kamu kenapa?" tanya Ratna, saat tangan membuka pintu di ruangannya.Ini hari pertama Ratna kembali ke kafe setelah dua hari menemani Aldo di rumah."Aku nggak tahu, mungkin masuk angin," jawab Nay, wajahnya basah, dan terlihat menahan sesuatu yang sepertinya akan keluar dari mulut Nay."Kamu periksa saja, Nay. Jangan jangan kamu hamil." Rafi yang datang di belakang Ratna tiba tiba ikut buka suara."Iya, Nay. Periksa aja deh!" Seru Ratna mendukung apa yang di katakan Rafi"Tapi–""Kalau kamu nggak periksa malah fatal, pengin sembuh, terus minum obat anti masuk angin. Eh ... ternyata hamil, gimana? Kan pasti ada resiko dari obat yang kamu minum, Nay." Rafi Langsung memotong pembelaan Nay.Ada iba menggelantung di dada Rafi, melihat kondisi Nay saat ini."Tapi–""P