Share

CT30jt Bab 7.

“Apa dia mencintaiku atau hanya menjadikanku mainan saja.”

“Atau dia ingin memanfaatkan aku?”

“Atau-”

Cinta menggeleng-gelengkan kepalanya sangat cepat lalu memukul-mukul berulang kali untuk membuang segala pikiran buruk yang menari dalam benaknya.

“Tidak, dia pria yang baik. Tidak ada gunanya dia berbuat jahat padaku sedang dia bisa mendapatkan yang lebih baik seratus kali lipat dari aku,” pungkas Cinta mengeluarkan beberapa lembar pakaian dan perintilannya yang akan dibawa.

Setengah jam semua telah selesai, begitupun dengan Cinta yang siap dengan pakaian santai khas orang yang akan liburan.

*** 

Sepanjang perjalanan tak banyak yang mereka bicarakan, keduanya dilanda kecanggungan yang teramat sangat.

“Ini Villanya?” tanya Cinta keluar dari mobil seraya merenggangkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Semalaman dalam perjalanan cukup menguras tenaganya.

Sebenarnya perjalanan bisa menjadi menyenangkan kalau dia dan Abizar tidak kaku. Sehingga meletakkan pembatas agar tidak bersentuhan.

Pak Mamat, sopir keluarga Abizar saja sepanjang perjalanan menahan tawa. Lucu dan aneh dengan tingkah majikannya yang pengantin baru namun mirip pasangan pisah ranjang.

“Iya, ayo masuk.” 

Ajak Abizar berjalan terlebih dahulu sama sekali tidak peduli dengan Cinta yang masih ingin menikmati udara sejuk yang jarang didapatnya.

Matahari merangkak naik, menebar kehangatan malu-malu untuk menyingsing embun pagi.

“Dasar tuan es.” sinis Cinta menyipitkan matanya dan mengejar Abizar yang telah berada di dalam.

Cinta takjub pada bangunan dua lantai yang terbuat dari kayu kualitas terbaik di daerah ini. Kesan pedesaan dan alami sangat terasa dengan dilengkapi dengan hiasan yang hampir tujuh puluh persen menggunakan bahan dasar kayu.

“Wah keren, kalau tinggal disini selamanya aku juga betah,” gumam Cinta yang teka berhenti memuji bangunan yang akan di huninya untuk satu minggu kedepan.

Abizar duduk di sisi ranjang menunggu kedatangan sang istri.

Senyumnya mengembang ketika orang yang ditunggu menyembul dari balik pintu.

Sedang Cinta perasaannya menjadi tak karuan saat melihat senyum Abizar yang sulit diartikan.

“Kemana saja? Kamu suka tempat ini? Kalau kurang suka masih ada dua villa lain yang bisa pilihan,” tanya Abizar datar.

“Suka, aku hanya melihat-lihat lantai bawah. Untuk apa memangnya orang kaya seperti kalian memiliki banyak tempat tinggal toh, pada akhirnya yang ditempati hanya satu. Apa tidak mubazir?” cerocos Cinta polos.

Abizar menunduk menyembunyikan senyum, istri pilihan ibunya ini sangat polos dan tidak tergila-gila pada harta. Padahal jika dia bisa berpikir sedikit lebih maju, jelas tempat ini ada manfaat, salah satunya disewakan.

Jadi ini salah satu alasan mengapa orang tuanya terutama sang mama memaksanya untuk menikahi dan belajar mencintai Cinta.

 “Tolong ma, jangan paksa aku menikahi gadis sama sekali tidak aku kenal,” tolaknya kala itu.

Mama Rahayu telah mengenal baik calon menantunya tidak menggubris permintaan putra. Keputusannya telah bulat ditambah dukungan dari sang suami, Kristianto Dewandra.

“Suka atau tidak suka kamu harus menikahinya, soal cinta akan muncul seiring berjalannya waktu. Setelah menikah nanti kalian bisa saling mengenal satu sama lain. Mama paham rasanya menikah dengan orang yang tidak dicintai. Jadi selama cinta itu belum hadir kalian tidak perlu melakukan hubungan suami istri. Mama bukan mengajarkan tidak baik hanya saja jangan sampai itu terjadi karena suatu keterpaksaan.

“Mas!!” seru Cinta dengan suara yang sedikit kuat sebab dua kali dipanggil Abizar tetap diam larut dalam lamunan sampai.

Abizar sedikit terlonjak mendengar teriakan melengking wanita yang setahun belakang resmi menyandang gelar istri. Tetapi satu jengkal pun belum pernah menyentuh apalagi untuk lebih.

“Mas mikirin apa? Atau mas menyesal membawaku kesini?” tanya Cinta beruntun.

“Menyesal?” alis pria tinggi besar itu menaut lalu sejurus kemudian terangkat sebelah.

Giliran Cinta yang terlonjak pada sikap Abizar yang dalam hitungan detik bisa berubah dengan mudahnya.

Gadis itu mundur beberapa langkah dan memegang erat tas selempang yang talinya melintang di tubuhnya.

“Jangan macam-macam,” ujarnya terbata-bata.

Abizar hanya menggeleng dan semakin melengkungkan bibir untuk menciptakan senyum yang sulit dimaknai.

“Aku teriak ne.” telunjuk Cinta mengarah Abizar yang kini mengubah posisi berdiri dan siap melangkah.

Cinta semakin ketakutan saat kaki kokoh Abizar mulai mengikis jarar mereka. Bayangan suatu yang akan terjadi membuat Cinta ketakutan.

Dia memang telah rela tubuhnya untuk Abizar namun bukan seperti ini caranya. Ini menakutkan dan mengerikan.

“Awas!! Orang mau lewat.”

Abizar menggeser tubuh Cinta yang menghalangi jalannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status