“Gue titip perusahaan ini sama lo, gue enggak akan milih lo sebagai pengganti gue kalau gue enggak yakin sama kemampuan lo … jadi tolong jangan kecewakan gue.” Leonhard mengalihkan pembicaraan sekaligus berpesan.“Ya, tenang aja … lo tahu gue seneng sama duit sedangkan gaji sebagai CEO bisa bayar Ani-Ani high class dan gue enggak akan menyia-nyiakan kepercayaan lo.” Reynaldi meyakinkan berbalas rotasi bola mata malas dari Leonhard.“Terus gimana kedua orang tua lo?” Reynaldi penasaran karena dia sudah mendengar langsung dari Leonhard mengenai respon kedua orang tua Nova atas perceraian tersebut.“Sepertinya kedua orang tua Nova menghubungi bokap nyokap gue sampai tadi mami telepon gue dan papi sempet marah ….” Leonhard mengadu.“Tapi bokap lo pasti jaga sikap, kan? Secara sekarang lo pimpinan tertinggi di Asia Sinergy.” Reynaldi terkekeh.“Memang cerdas, lo …. Jadi Presdir dulu baru beraksi,” imbuh Reynaldi memuji.“Gue hanya ingin mengendalikan hidup gue sendiri yang selama ini
“Kenapa kamu datang? Kamu tahu dari mana aku di sini?” Rentetan pertanyaan Nova lontarkan setelah malam semakin larut dan dia belum bisa terlelap usai tangisnya mereda.Dewa yang masih memeluknya mengurai sedikit pelukan demi bisa mempertemukan netra mereka.“Pertanyaan apa itu? Aku pria yang mencintai kamu, Nova … ya masa aku enggak datang saat kamu melahirkan?” Dewa menjawab malas-malasan.“Tapi Sky bukan anak kamu, Dewa … semestinya kamu enggak perlu repot ngurusin aku.” Nova merasa bersalah.Dewa mengeratkan pelukan lagi tidak lupa melabuhkan kecupan di kening Nova.“Apapun aku lakukan untuk kamu Nova, dan semua itu menjadi sedikit sulit ketika papa meninggal dunia … aku berkewajiban merawat mama juga, tapi bukan berarti rasa sayang dan cinta aku berkurang, enggak … hanya memang waktuku yang jadi berkurang untuk kamu ….” Dewa menjeda kalimatnya.Dia tarik dagu Nova agar mendongak sehingga netra mereka kembali bertemu.“Sewaktu Leon menghubungiku dan memberitahu kamu telah m
Dengan anggukan kepala, Leonhard memberi kode kepada Nanny dan perawat agar membawa baby Sky pergi.“Enggak bisa! Kamu enggak bisa membawa cucuku!” Papa Handoko sekarang yang menahan box bayi.“Maaf, Pak! Nova sudah berjanji kepada keluarga Lee akan memberikan anak ini diurus oleh keluarga Lee untuk dididik sebagai penerus nantinya … jadi Pak Handoko tidak bisa melarang saya membawa baby Sky ke Korea.” Leonhard mencekal pergelangan tangan Pak Handoko lalu melepaskan tangan mertuanya dari box bayi.“Tidak bisa! Saya berhak! Saya kakeknya!” Pak Handoko menghardik.“Pa! Biarkan Leon bawa Sky, Nova udah janji sama kakeknya Leon,” kata Nova dengan nada marah.“Tapi tuan Lee sudah meninggal—““Yang bahkan papa sendiri enggak menghadiri pemakamannya!” sela Nova menghentikan kalimat papa Handoko.“Papa sama Mama enggak usah sok peduli, yang ada diotak kalian hanya uang dan uang … apa kalian enggak puas? Hah? Bahkan kalian sama sekali enggak mau membela Leon saat Leon terpuruk padahal m
“Duuuh, Aruna laper ….” Aruna membuka tutup sebuah cup ukuran sedang lalu menuang kuah ramen ke atas mie dan topingnya.“Yaaa … udah dingin kuahnya.” Aruna menggerutu.“Angetin dulu di microwave sana,” kata papi Arkana.Aruna bangkit dari sofa di samping papi lalu pergi ke mini pantry.Pergerakan Nova di atas ranjang membuat papi Arkana mengalihkan tatap dari layar ponsel yang sedang ditekuninya.Papi Arkana menoleh menatap Aruna yang sedang berada di mini pantry kemudian mengembalikan pandangannya ke Nova yang baru terjaga dari tidurnya yang singkat.Bangkit dari sofa, papi Arkana mendekati ranjang Nova.“Kamu mau minum?” Papi Arkana bertanya dan mendapat anggukan kepala dari Nova.Papi Arkana membantu Nova minum dari gelas menggunakan sedotan.“Anak saya mana, Pak?” Adalah pertanya pertama yang Nova lontarkan setelah bangun dari tidurnya.“Tadi dibawa ke ruang bayi, nanti diantar ke sini.” Papi Arkana mendorong meja makan pasien di mana di atasnya terdapat menu makan mal
“Tarik nafas … up … hembuskan down ….” Aruna terus berceloteh setiap Nova melakukan pergerakan.“Nova … mau ngopi, enggak? Om beliin kopi ya? Kamu suka kopi apa?” tanya papi Arkana dengan tampang polos.“Pi, masa minum kopi … nanti bayinya mabok!” tegur Aruna mengesah.“Ya siapa tahu bayinya langsung aktif terus cari jalan keluar kalau udah minum kopi.” Papi Arkana ngeles.“Ngaco ah Papi.” Aruna bersungut-sungut.“Apa donk, mau makan Ramen dulu enggak? Papi laper ini sayang … Papi belum makan siang,” kata papi Arkana mengusap perutnya.“Ya udah Papi makan dulu sana, terus bawain buat Aruna sama Nova …,” kata Aruna memberi ide.“Oke!” Papi Arkana langsung ngacir.Sesungguhnya bukan karena lapar tapi papi Arkana takut melihat ibu hamil yang akan melahirkan, sewaktu anak pertamanya lahir saja papi Arkana sampai pingsan karena tidak kuat melihat penderitaan sang istri.Keringat di pelipis Nova semakin banyak padahal pendingin udara bekerja maksimal.Dengan penuh perhatian, Aruna
“Bu! Apa yang terjadi Bu?” Asisten rumah tangga panik saat masuk ke dalam kamar Nova hendak membawakan sarapan pagi malah mendapati Nova tengah duduk di lantai sembari memegangi perutnya.Setelah menyimpan baki di atas meja, wanita paruh baya itu langsung memburu sang nyonya.“Panggil driver, bawa aku ke rumah sakit … kayanya aku mau melahirkan,” pinta Nova dengan wajah mengerut sedang menahan nyeri di bagian intinya.“Baik, Bu … sebentar Bu.” Asisten rumah tangga langsung berlari ke lantai bawah mencari driver.Dia juga memberi tahu asisten rumah tangga dan sekuriti untuk membantunya membawa Nova turun dari lantai dua.Dalam keadaan lemas karena menahan sakit yang luar biasa, Nova pasrah saat digendong driver dan sekuriti ke mobil sementara asisten rumah tangga menyiapkan segala keperluan persalinannya.Sambil menahan nyeri, Nova mencoba menghubungi Leonhard melalui sambungan telepon untuk memberi kabar tapi panggilannya tidak mendapatkan jawaban.Nova tidak akan memberitahu D
Mobil mewah yang Leonhard kemudikan sungguh nyaman sampai pria itu hanya perlu menggunakan satu tangan untuk memegang kemudi sedangkan satu tangannya lagi menggenggam tangan Aruna yang kepalanya bersandar di pundak pria itu.Papi Arkana dan keluarganya pulang malam itu juga bersama beberapa keluarga yang lain membuat konvoi kendaraan begitu panjang di jalan tol.Ucapan mami Zara tadi siang dicerna dengan baik malah sampai saat ini Aruna masih memikirkannya membuat suasana perjalanan pulang terasa hening.“Apa yang kamu pikirkan?” Leonhard bertanya kemudian mengecup puncak kepala Aruna tanpa mengalihkan tatapannya ke jalanan di depan.“Enggak ada … aku sedang menikmati menggenggam tangan kamu, bersandar di pundak kamu … karena nanti kamu akan pergi lagi ke Korea.” Aruna tidak bohong tapi tidak sepenuhnya benar.“Maaf ya, kita jadi harus LDR ….” Suara Enzo terdengar amat menyesali kondisi hubungannya dengan Aruna sekarang.Dan kalimat itu mungkin sudah seribu kali pria itu lontark
Akhirnya pesta resepsi selesai juga, Enzo lelah sekali harus berdiri seharian mendapat ucapan selamat dari tamu undangan yang hadir demi menghargai kebudayaan keluarga dari gadis yang dicintainya.Malam hampir larut saat akhirnya tamu undangan beserta sebagian keluarga meninggalkan venue.“Kalian kenapa masih di sini? Ayo lakukan tugas kalian sebagai pengantin baru!” kata Aunty Kejora-adik dari papanya Arumi.“Ayo ajak Arumi ke kamar, Enzo … kalian pasti lelah.” Uncle King-suami dari kakanya om Kaivan ikut-ikutan.“Baik, Uncle.” Enzo bangkit dari kursi kemudian mengulurkan tangan membantu Arumi karena gaunnya yang panjanh dan besar membuat gerak Arumi terbatas.Seperti tadi siang, Arumi dituntun ke cottage oleh Enzo sembari bergandengan tangan.Kali ini jantungnya berdetak kencang lantaran benak Arumi sibuk memetakan apa yang akan dia dan Enzo lakukan sebentar lagi.Suara pintu cottage yang ditutup dan dikunci membuat jantung Arumi semakin tidak santai.Dia menyibukkan diri me
Saat langkah Leonhard sampai di venue kembali, dia melihat papi Arkana yang langsung mengalihkan tatap kepadanya padahal sedang mengobrol dengan keluarga yang lain.Dan karena tatapan mereka kadung bertemu, Leonhard langsung menghampiri beliau.“Apakabar Pak Arkana,” sapa Leonhard mengulurkan tangan untuk bersalaman.“Baik, Pak Leon … saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya tuan Andy Lee … saya belum pernah menjalin bisnis dengan beliau tapi nama beliau cukup terkenal akan kehebatannya dalam dunia bisnis.” Papi Arkana akhirnya bisa mengucapkannya secara langsung meski sebelumnya telah mengirim ucapan bela sungkawa melalui chat begitu mengetahui kabar mengenai meninggalnya tuan Andy Lee.“Terimakasih Pak Arkana,” balas Leonhard singkat sembari menempelkan satu tangan di dada memberi gesture kalau ucapan baik tentang sang kakek mengena di hatinya.“Pak Leon, Terimakasih sudah datang.” Om Kaivan mendatangi Leonhard langsung begitu mengetahui pria itu hadir di