Leonhard : Kamu di apartemen?
Aruna mengerucutkan wajah membaca pesan Leonhard.Aruna : Aku di rumah, mami sama papi enggak mengijinkan aku tinggal di apartemen lagi.Leonhard tersenyum membaca pesan Aruna, membayangkan wajah cantik itu mengerucut menggemaskan.Leonhard : Apa besok siang kita bisa ketemu?Aruna : Bisa.“Aku usahain.” Tapi dia bergumam demikian.Semenjak hubungannya dengan Leonhard terbongkar, Aruna jadi sulit bertemu Leonhard.Gerak-gerik Aruna terus dipantau papi dan keempat kakak laki-lakinya.Leonhard : See u tomorrow, Miss u.Aruna menghela nafas panjang lalu menyimpan ponsel di atas sofa, gerak-geriknya tertangkap oleh Narashima yang juga sedang duduk di sofa lain living room.“Kenapa?” tanya pria muda itu penuh selidik.“Susah banget sekarang ingin ketemu Leon, selalu dikintilin papi … tadi aja papi ngajak pulang bareng tahunya cuma anter Aruna ke rumah udah gitu jemput mami untuk makan malam di luar.Sekretaris om Kaivan tampak gelisah setelah mendapat panggilan telepon.Masalahnya saat ini om Kaivan sedang berada di tengah-tengah meeting online dengan Enzo dan beberapa petinggi perusahaan yang terlibat proyek terbaru mereka sehingga sekretaris om Kaivan segan untuk memberitahu kabar buruk yang baru saja diterimanya.Melangkah perlahan, sekretaris om Kaivan yang bernama Gega itu mencoba menarik perhatian om Kaivan dengan berdiri di tempat yang bisa dijangkau pandangan mata beliau.Dia sudah bekerja cukup lama dengan om Kaivan jadi bosnya itu dapat mengerti hanya dengan satu kedipan mata Gega saja.Saat giliran presentasi dari pihak om Kaivan berlangsung, beliau memanggil Gega untuk mendekat dengan cara mengangkat tangannya.Ternyata om Kaivan telah menangkap sinyal yang diberikan oleh Gega.Gega bergerak cepat mendekat lalu membungkuk setelah berada di samping om Kaivan kemudian membisikan kabar buruk yang baru saja diterimanya.“Lalu di mana Arumi sekarang?” tanya om Kaiva
Arumi membuka matanya perlahan, cahaya matahari yang menembus melalui jendela kaca begitu menyilaukan.Dia menutup kelopak matanya kembali lalu terdengar suara dari rel yang ditempel di dinding pertanda seseorang menutup tirai dan seketika suasana tidak terang benderang seperti tadi.“Arumi?” Suara parau berlogat Italia terdengar.Arumi kenal betul suara itu tapi dia merasa masih sedang bermimpi jadi Arumi enggan membuka mata.Terasa keberadaan sosok bertubuh atletis di sisi ranjangnya lalu tubuh Arumi yang lemah direngkuh oleh lengan kekar bertato sampai sisi wajah Arumi menempel di dada yang bidang.“Bangunlah Arumi, kamu sudah seminggu tidak sadarkan diri … aku mohon bangunlah, aku akan melakukan apapun permintaanmu tapi jangan meminta aku meninggalkanmu ….” Enzo berbisik kemudian mengecup kepala Arumi.“Enzo.” Arumi melirih.Enzo memberi jeda pada tubuh mereka untuk bisa menatap wajah cantik yang begitu lemah dalam dekapannya.“Arumi ….” Enzo menangkup wajah Arumi.Arumi
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Tok …Tok …Ceklek …Aruna dan Arumi yang sedang asyik mengobrol seketika menoleh ke arah pintu.Sosok Reynand masuk memunculkan senyum di bibir kedua perempuan cantik itu namun pudar ketika sosok perempuan ikut masuk mengikuti Reynand dari belakang.“Aruna … kamu udah makan malem? Aku bawain makanan ini, tadi Danisa yang beli.” Reynand menunjuk gadis yang kini berdiri di sampingnya.Arumi dan Aruna masih bingung, keduanya menatap Reynand dan gadis bernama Danisa secara bergantian.“Oh … ini Danisa, mamanya lagi dirawat di sini juga, beberapa hari lalu kami bertemu di coffe shop ….” Lalu Reynand beralih ke Danisa. “Danisa, kenalin ini Arumi adik aku dan Aruna kakak sepupu aku.” Danisa mengulurkan tangan sembari tersenyum ramah.“Hallo … aku Danisa.” Danisa memperkenalkan diri.Meski masih heran karena setau mereka—Reynand adalah sosok pendiam, dingin dan tertutup kepada orang baru apalagi perempuan tapi Arumi dan Aruna mencoba menya
Sikap Tasya berubah seratus delapan puluh derajat menghadapi Tezaar.Dia butuh waktu untuk menata hatinya setelah penolakan Tezaar kemarin dan tentunya menerima kenyataan kalau pria itu akan menikah.Karena pekerjaan mereka dilakukan tanpa mengobrol dan sungguh-sungguh jadi lah pekerjaan cepat selesai.Sebelum sore mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Jakarta namun karena berbarengan dengan jam pulang kerja, jadilah Tasya dan Tezaar harus melewati kemacetan.Saat pergi tadi Tezaar sengaja duduk di depan di samping driver untuk memberi Tasya ruang agar bisa menerimanya kembali dan sekarang saat pulang Tezaar memilih duduk di kabin belakang bersama Tasya yang duduknya terlalu mepet ke pintu seakan enggan berdekatan dengannya.Tezaar menoleh menatap Tasya yang pandangannya lurus ke depan dengan kepala bersandar pada kaca jendela, gadis itu sedang melamun.“Hei … laper enggak?” Tezaar bertanya memulai pembicaraan karena sepanjang jalan baik pergi tadi maupun sekarang saat pulang
Sampai di depan ruangan Arumi, Aruna langsung membuka pintunya.Di dalam sana masih ada om Kaivan dan tante Zhafira.“Om … Tante … pulang aja, biar Arumi sama aku,” kata Aruna setelah menyalami kedua orang tua Arumi diikuti Leonhard.“Oke deh, kami pulang dulu ya … mungkin Tante sama om agak lama di Bandung jadi nanti Arumi ditemani Reynand.” Tante Zhafira memberitahu.“Oke Tante … Om, hati-hati di jalan.” “Titip Arumi, ya sayang.” Tante Zhafira berpesan.“Kami duluan Pak Leon,” ujar om Kaivan saat meninggalkan ruangan dan berbalas anggukan kepala dari pria itu.“Kapan mulai theraphy?” Aruna bertanya seraya meletakan paperbag berisi dessert kesukaan Arumi di atas meja.“Minggu depan.” Arumi menjawab.“Lekas sembuh ya Arumi.” Leonhard akhirnya buka suara.“Makasih Pak Leon.” Arumi menyahut.Leonhard mengangguk sambil tersenyum tipis.“Aku pulang ya.” Leonhard pamit kepada Aruna.Aruna mendekat kemudian memeluk Leonhard
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka