"Gila, kamu gila sekali, Ayu!"
Maya bertepuk tangan heboh saat melihat sahabatnya yang duduk termenung di kantin kampus. Gosipnya sudah menyebar luas ke seantero fakultas. Adam Mahendra baru saja dilabrak oleh seorang mahasiswi. Dan mahasiswi itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ayudia."Iya, sepertinya aku memang sudah gila, May." Ujar Ayudia dengan tatapan kosong ke depan."Loh? Kenapa? Kok kamu seperti tidak senang? Kamu baru saja jadi mahasiswa paling terkenal di kampus, Yu!" Seru Maya heboh.Ayudia meletakkan gelas yang ia pegang sejak tadi dengan heboh. Ia lalu menatap Maya dengan mendelik."May! Aku baru saja melabrak Pak Adam, May! Pembimbingku! Aduh, bisa mati aku! Lagipula kenapa aku bisa sampai kesetanan seperti itu tadi?!" Keluh Ayudia dengan kepanikannya sendiri.Gadis itu meracau dalam rasa khawatir. Sepersekian detik setelah Adam menandatangani dokumen tersebut dan meninggalkannya, Ayudia baru menyadari kesalahan apa yang ia perbuat. Ia baru saja dengan gilanya memarahi seorang Adam Mahendra.Dan itu dilakukannya di depan belasan pasang mata.Mengingat kejadian itu lagi membuat Ayudia meringis ngeri. Ia bahkan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya. Adam pasti tidak akan diam saja dan membiarkan dirinya hidup tenang."Astaga, bagaimana kalau Pak Adam marah kepadaku, May? Bisa kacau tesisku!" Ucap Ayudia lagi tidak kunjung tenang.Maya menyeruput kopi gula aren miliknya dan tertawa lagi. Ia tidak habis pikir dengan sahabatnya ini. Bagaimana mungkin Ayudia bisa terpikir untuk menyembur Adam dengan kemarahannya? Sesuatu yang bahkan tidak akan dilakukan oleh rekan kerja pria itu."Kamu juga, Yu! Kenapa kamu bisa terpikir seperti itu?" Balas Maya bingung.Ayudia menggeleng. Sejujurnya ia juga tak mengerti dengan dirinya. Saat itu hanya ada emosi memuncak pada seorang Adam Mahendra yang ada di kepala Ayudia. Mungkin karena akhir-akhir ini pekerjaannya memberikan begitu banyak tekanan kepadanya. Atau mungkin karena alasan sederhana bahwa Ayudia membenci Adam Mahendra.Entahlah.Yang jelas sekarang hanya ada penyesalan yang mengakar di hati Ayudia. Dan rasa takut akan ketidak pastian saat nanti ia bertemu Adam dalam konsultasi selanjutnya."Wih! Kamu keren sekali, Yu!" Suara seorang pria dari belakang Ayudia.Ayudia menoleh dan menatap tajam ke arah pria itu."Diam, Yoga. Aku sedang pusing!" Balas Ayudia ketus.Pria itu tertawa puas melihat Ayudia yang tampak runyam seperti benang kusut. Sementara Ayudia tenggelam dalam penyesalan luar biasa atas tingkah gegabahnya lima jam lalu.***TOK! TOK! TOK!Suara ketukan terdengar di pintu kantor Adam. Ia mempersilahkan sang tamu masuk tanpa berpikir dua kali. Sejak tadi pikirannya hanya tentang Ayudia dan tingkah kurang ajarnya. Bagaimana mungkin seorang mahasiswa berani membentak Adam? Ini pertama kali baginya dan mengingatnya lagi membuat darah Adam terasa mendidih.Pintu kantornya terbuka dan sebuah wajah menyembul dari sela pintu. Seorang pria yang tampaknya seumuran dengan Adam. Robi Prakoso, dosen muda yang mengampu mata kuliah pemasaran di Fakultas Ekonomi Universitas Bhinneka. Dan sekaligus satu-satunya rekan kerja yang berani mendekati Adam dalam jarak kurang dari satu meter."Bagaimana rasanya dimarahi pagi-pagi?" Goda Robi begitu masuk di kantor Adam.Adam melotot dan mendengus sebal ke arah lawan bicaranya. Ia sudah cukup kesal dengan ocehan Ayudia pagi tadi. Dan sekarang ia harus mendengar ledekan dari rekannya ini? Oh, tolonglah."Aku sedang tidak ingin bercanda, Robi. Kalau tidak ada hal penting yang ingin kamu bicarakan, pergilah." Balas Adam sebal.Robi tertawa lebar dan menarik kursi di hadapan Adam. Ia lalu duduk disana sembari menyilangkan kakinya dan kedua tangannya di depan dada."Jadi siapa dia?" Tanya Robi sembari menyeringai lebar."Siapa apanya?""Siapa gadis yang berani memarahi Yang Mulia Adam Mahendra?"Adam berdecak kesal dan menatap tajam ke arah Robi. Seolah berusaha mengancam temannya itu. Namun Robi tidak peduli dan melanjutkan ledekannya tanpa henti. Jarang sekali ia mendapatkan kesempatan untuk meledek Adam. Dan ia tidak akan membiarkan kesempatan emas ini lewat begitu saja."Hentikan, Robi. Sebelum aku mengusirmu dari sini." Ancam Adam lagi."Siapa namamya? Kalau tidak salah, Ayudia, huh? Mahasiswi magister yang berkacamata itu kan?"Adam memutar bola matanya dengan jengah. Robi kembali melanjutkan ledekannya."Wah, hebat sekali, Ayudia. Bukan hanya otaknya yang cerdas, ternyata mulutnya juga tajam dan mampu memukul mundur Adam Mahendra!" Seru Robi seraya bertepuk tangan heboh.Semakin lama Robi berada di ruangannya, Adam semakin merasa kesabarannya menipis. Ingin sekali ia mengusir pria di hadapannya ini. Namun Adam sangat mengenal Robi. Temannya ini tidak akan menyerah sampai Adam menampakkan satu di antara dua reaksi.Meledak marah atau diam tanpa emosi.Dan Adam akan melakukan yang kedua. Ia akan mencoba menahan amarahnya dan menampilkan wajah datar. Pasti Robi akan merasa bosan dan meninggalkan ruangannya."Lagipula, kamu itu sudah kelewatan, Dam. Kamu tahu kan, dia berkuliah dengan beasiswa. Wajar kalau dia selalu mengejarmu agar tesisnya cepat selesai." Sambung Robi."Beasiswa?" Adam sedikit tertarik mendengar topik tersebut. Karena jarang sekali ia menemukan seorang mahasiswi yang berkuliah di kampusnya dengan beasiswa. Rata-rata pasti menggunakan uang pribadi atau beasiswa kedua orangtua mereka.Mungkin Ayudia hanyalah segelintir di antara mereka. Dan itu berarti rumornya benar. Ayudia memang memiliki otak yang luar biasa cerdas.Robi mengangguk."Beasiswa apa?" Tanya Adam lagi."Sama sepertimu. Young Economic Leader Scholarship."Adam mengangguk-angguk sembari mendengarkannya dengan saksama. Oke, satu poin lagi yang membuat Ayudia semakin menarik bagi Adam. Selain sifatnya yang menyebalkan, ternyata gadis ini memiliki otak yang begitu cemerlang. Buktinya, Ayudia berhasil mendapatkan beasiswa yang terkenal sangat sulit itu.Tanpa disadari, Adam tersenyum puas mendengar fakta baru itu."Kamu kenapa tersenyum? Suka dengan Ayu?" Tanya Robi bingung.Adam tersadar dan buru-buru menggeleng cepat."Bukan! Mana mungkin aku menyukai gadis menyebalkan itu!"Dan benar, Adam tersenyum bukan karena hatinya yang tertarik pada Ayudia. Ia tersenyum karena otaknya baru saja merencanakan balas dendam luar biasa kepada Ayudia. Adam akan membuat perjalanan tesis gadis itu menjadi begitu berliku.Sangat berliku hingga ia akan menyerah dan mengganti pembimbingnya. Karena bagaimanapun juga, Ayudia harus lulus tepat waktu agar beasiswa itu tidak melayang dari tangannya. Dan Adam akan mendapatkan lagi ketenangan hidupnya. Jauh dari gadis bernama Ayudia Cempaka.Rasa gugup menyelimuti sekujur tubuh Ayudia. Ia berdiri di depan pintu kantor Adam dengan memeluk map berisi proposal tesisnya. Hari ini genap tiga hari sejak hari ia melabrak Adam di pagi hari. Dan sungguh, sekarang Ayudia tidak tahu harus berkata apa dan bereaksi bagaimana kepada dosen pembimbingnya itu. Ayudia menarik nafas dalam beberapa kali. Berusaha membuat rasa gugupnya menguap. "Tenang, Ayu! Prof. Eko kan sudah mengatakan judulmu luar biasa!" Batin Ayudia meyakinkan dirinya sendiri. Setelah merasa lebih baik, ia mengangkat tangannya dan mengetuk pintu di depannya dengan yakin. TOK! TOK! TOK! Tak perlu waktu lama, suara Adam terdengar dari dalam ruangan. "Iya, masuk saja." Ayudia menarik nafas dalam sekali lagi. Baiklah, sekarang atau tidak sama sekali. Lagipula Adam masih manusia dan bukannya monster yang akan memakan Ayudia dalam sedetik. Ayudia meyakinkan dirinya bahwa ia harus sedikit tenang dan melupakan semua kejadian itu. Semoga saja Adam juga melakukan hal yang
Keyakinan seratus persen memenuhi hati Ayudia. Kali ini dia yakin benar Adam tidak akan memiliki alasan untuk menolak penelitiannya lagi. Ayudia sudah mempersiapkan berbagai dokumen yang akan menolong setiap argumentasinya. Dan pisau lipat di sakunya, berjaga-jaga jika ia kehabisan kesabaran dan ingin menusuk pria sialan itu. Ayudia duduk di hadapan Adam dengan senyum penuh kepercayaan diri. Ia menyerahkan map berisi judul penelitian terbarunya dan Adam segera mengambilnya. Pria itu membaca dengan saksama dan hendak berkomentar. "Judul kamu terlalu pasaran. Saya tidak menyetujuinya." Senyum kemenangan merekah di bibir Ayudia. Ia lalu mengeluarkan sebundel dokumen dari tasnya dan meletakkannya di hadapan Adam. "Sebenarnya, tidak, Pak. Saya sudah melakukan pemeriksaan ulang di semua situs dan melakukan pengecekan plagiarisme. Dan hasilnya nol persen. Judul saya benar-benar otentik dan belum pernah diteliti oleh siapapun." Ujar Ayudia dengan mantap. Adam mengangkat wajahnya dan mena
Setiap bimbingan yang dilakukan Ayudia bersama Adam terasa seperti medan perang. Setiap harinya Ayu tak pelak harus menelan puluhan artikel dan buku agar ia bisa membantah dan memberikan argumen yang kuat untuk melawan revisi tidak masuk akal dari Adam Mahendra.Memang, sifatnya sudah jauh lebih baik dibandingkan pertemuan mereka. Adam sudah sedikit lebih jinak. Tidak menerkam seperti singa di padang savanah yang kelaparan.Tapi tetap saja, tidak mudah mendapatkan persetujuan dari seorang Adam Mahendra. Pria itu seolah memiliki standar yang begitu tinggi untuk setiap aspek dalam hidupnya."Wajar saja kalau dia jadi bujang tua. Kerjanya hanya menyusahkan orang saja." Gerutu Ayudia hari itu.Maya hanya terkekeh melihat sahabatnya yang sejak tadi mengomel. Meskipun mulutnya tak berhenti mengomel, jemarinya tetap dengan cepat menari di atas papan ketik. Otaknya berputar seolah ocehan penuh amarah itu tidak sediktpun mengganggu proses berpikir seorang Ayudia."Kan aku sudah menawarkanmu un
Adam melotot mendengar perkataan terakhir Ayudia. Kurang ajar sekali gadis di depannya ini. Apa maksudnya dengan tidak ada seorang pun yang mau bekerja dengannya?Adam yakin benar sifatnya tidak seburuk itu. Ia bukan sosiopat yang tidak berhati nurani dan akan menyiksa siapapun. Bukan pula seorang mesum yang akan menggerayangi asistennya ketika tidak ada saksi mata di sekitar. Kenapa Ayudia dapat menarik kesimpulan konyol seperti itu?“Kamu terlalu memandang tinggi dirimu sendiri, Ayu. Saya akan mencari penggantimu saja. Tawaran tadi saya batalkan.” Putus Adam mantap.Ayudia mengedikkan bahunya, ia yakin bahwa pada babak pertarungan kali ini, ia akan keluar sebagai pemenangnya. “Baiklah, terserah Bapak saja.”“Pergilah. Kamu membuat suasana hati saya menjadi buruk.”Dengan penuh keanggunan, Ayudia menarik kursinya dan berdiri di hadapan Adam Mahendra. Seutas senyum kebanggaan tersungging di bibirnya. Untuk beberapa detik, Adam sempat terkesiap dengan pesona gadis muda itu. Sangat sul
Kali ini Adam Mahendra mengaku kalah. Ia dipukul telak dari permainan yang awalnya ia kira dapat dimenangkan dengan mudah. Dan yang mengalahkannya adalah mahasiswinya sendiri yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya.Mengingat kekalahan itu, membuat Adam merasa sangat malu. Rasanya ia bagaikan mencoreng arang ke wajahnya sendiri. Bisa dikalahkan oleh seseorang yang dianggapnya tidak memiliki level yang sama dengannya telah menciptakan goresan pada harga diri Adam.Namun aneh sekali. Di sudut lain hatinya, kekaguman Adam terhadap sosok Ayudia Cempaka semakin menggebu-gebu. Seolah ia benar-benar terpikat dengan kecerdasan gadis itu. Pesona Ayudia bukan hanya terpancar dari wajah yang seayu namanya, tapi juga otak brilian yang membuatnya tampil bersinar dibandingkan gadis lainnya. Dan Adam semakin tidak bisa menjauhkan dirinya dari kilaunya seorang Ayudia.“Jadi bagaimana? Sudah menemukan pengganti Mattheus?” suara Robi menggelegar saat ia masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Adam.
Ayudia sengaja tampil berbeda hari ini. Jika biasanya ia hanya mengenakan celana jeans dan kemeja kasual, kali ini ia sengaja berpenampilan lebih rapi dan memukai. Tak lupa ia memulaskan sedikit riasan pada wajah manisnya. Membuatnya tampak segar dan cerah, namun tidak berlebihan.Ia mematut dirinya di depan cermin. Hari ini Ayudia memakai blus feminim dengan aksen pita di dadanya. Warna merah muda memang sangat cocok untuk kulitnya, membuat Ayudia tampak makin menarik dengan atasan itu. Rok span hitam yang sedikit ketat menjadi padanannya. Menampilkan lekuk tubuh Ayudia yang indah dan kakinya yang jenjang ditopang oleh sepatu hitam bertungkai setinggi lima sentimeter.“Wah, Ayu, kenapa kamu tidak berdandan seperti ini setiap hari?” puji Maya saat ia mengamati Ayudia yang baru selesai bersiap-siap.“Dan mendapatkan teguran dari Bu Ningsih karena pakaianku yang provokatif?” balas Ayudia spontan.Maya tergelak lagi dalam tawanya. Bu Ningsih memang cenderung konservatif. Wanita lima pulu
Melihat Adam yang buru-buru bergerak menjauhinya, sontak membuat Ayudia kaget. Seumur hidupnya, ia tidak pernah bertingkah genit pada pria manapun. Jangankan menggoda pria seperti sekarang, berpacaran saja menjadi kosakata terakhir dalam kamusnya.Dan karena itu pula, Ayudia merasa panik saat Adam beringsut menjauhinya. Ia khawatir dengan tingkahnya yang mungkin membuat Adam tidak suka. Pemikiran lain di dalam benaknya membuat Ayudia berpikir bahwa Adam akan melabelinya sebagai wanita murahan. “Maafkan saya, Pak. Apakah saya mengganggu Bapak?” ucap Ayudia spontan.Dalam sekejap, Ayudia kembali ke asalnya. Ayudia yang kaku dan kikuk jika bersinggungan dengan hal berbau romansa dengan lawan jenis.Perubahan drastis itu membuat Adam sulit mempercayai apa yang baru saja tampak di depan matanya. Kemana gadis yang tadi berusaha menggodanya? Kemana Ayudia yang tadi begitu berani mendekat pada Adam? Kemana Ayudia yang membuat hati Adam merasa tidak nyaman dan waswas?Seolah sosok gadis yang
“Terimakasih untuk makan malamnya, Pak.”Ayudia berucap dengan begitu malu saat ia turun dari mobil Adam dan hendak pulang ke kostnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan sangatlah tidak pantas bagi seorang mahasiswi untuk berpergian dengan dosennya di waktu selarut ini.Dan kekhawatiran terbit di dalam hati Ayudia. Ia takut satu pertemuan ini akan berakibat buruk padanya. Ia khawatir jika sebuah makan malam dengan Adam Mahendra akan mencoreng seluruh kredibilitas akademisnya. Walaupun Ayudia sadar benar, tidak ada apapun di antara mereka.Ia tidak menyukai Adam sedikit pun. Dan Ayudia yakin dosennya itu juga merasakan hal yang sama. Mereka saling membenci, bahkan pernah bersumpah untuk menghancurkan satu sama lain.Tetapi apa yang orang lain tahu? Jika mereka melihat Adam dan Ayudia makan berdua di kafe yang begitu romantis, bahkan orang bodoh sekalipun akan berasumsi bahwa keduanya adalah sepasang kekasih. Dan pemikiran itu membuat Ayudia merasa kalut.Apa yang akan dipi
Ayudia sebenarnya ragu dengan tawaran yang diberikan Adam.Bukan. Bukan karena ia tidak menghargainya. Hanya saja pergi ke konferensi bergengsi hanya sebagai asisten Adam bukanlah sesuatu yang ia inginkan. Ayudia sangat ingin pergi dan menampilkan pemikirannya sendiri. Menunjukkan kemampuannya pada deretan orang jenius di luar sana.Bukannya menjadi asisten Adam dan mengekor di belakangnya sepanjang hari. Alih-alih menelurkan pemikiran emas, yang akan dilakukan Ayudia hanyalah mencatat setiap kata-kata dan diskusi yang dicetuskan Adam. Lalu memindahkannya ke dalam laporan yang akan disetorkan sebagai laporan pertanggung jawaban.Namun sisi lain otaknya terus mendorongnya untuk menerima tawaran itu.Kapan lagi kamu bisa ke Sydney gratis? Dan konferensi ini akan memberimu kesempatan untuk menjalin relasi dengan orang-orang hebat itu, Yu! – pikirnya demikian.Kebimbangan yang memenuhi kepalanya membuat Ayudia terus menimbang-nimbang. Sepanjang sore yang ia lakukan hanyalah memikirkan ke
Tiga hari sudah berselang sejak kembalinya Ayudia ke Bandung. Dan selama tiga hari itu pula, ponselnya tak pernah berhenti berdering bagaikan seorang debitur yang dikejar debt collector. Siapa lagi kalau bukan para tetua di keluarganya yang meminta Ayudia untuk mempertimbangkan lagi keputusannya.Ibunya.Budenya.Dan bahkan kakak kedua dari ibunya, Pakde Warto yang selama ini tidak pernah ambil pusing dengan urusan pribadi keponakannya.Heran sekali, apa yang mendesak orang-orang tua ini hingga mereka begitu memaksa Ayudia untuk menerima perjodohan itu?Ayudia memang sudah melihat foto calon suaminya. Pria itu tampan dengan kulit hitam manis dan tubuh yang tidak terlalu tinggi. Kalau Ayudia bisa memberikan nilai, maka ia akan memberikan nilai delapan untuk penampilan Tomo.Tapi Ayudia tidak pernah mengenalnya. Bagaimana mungkin Ayudia bisa menikah dengannya? Bahkan pria itu tidak pernah muncul sekalipun di hadapannya seolah yang bersangkutan juga sama tidak tertariknya dengan perjodoh
Cerita yang dituturkan Ayudia memang terdengar tidak masuk akal. Namun bukan sepenuhnya mustahil untuk terjadi. Karena Adam sendiripun pernah mengalaminya sebanyak tiga kali.Ibu Adam adalah wanita Jawa yang begitu konservatif dan menjunjung nilai tradisional dalam hidupnya. Tentu saja melihat puteranya yang tampan dan mapan tidak kunjung menikah di pertengahan tiga puluh membuatnya khawatir. Bagi ibunya, Adam adalah sosok sempurna yang tidak mungkin kesulitan menemukan isteri dimanapun.Bagaimana tidak? Puteranya tampan, memiliki tubuh yang atletis dan proporsional, karier yang gemilang, dan finansial yang sangat mapan. Tidak ada alasan yang membuat Adam belum menemukan calon isterinya hingga di usia sekarang.Sehingga tidak mengherankan jika ibu Adam sudah mencoba menjodohkannya dengan wanita pilihan ibunya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan sudah tiga kali Adam terjebak dalam situasi itu.Namun Adam terus saja menolak ketiganya dengan alasan yang sama.“Saya tidak menyukai mereka, Bu
Perjodohan?Ungkapan yang benar-benar konyol apalagi di zaman modern seperti ini. Khususnya bagi Ayudia yang bahkan tidak pernah memikirkan tentang percintaan apalagi pernikahan. Namun Ayudia tidak pernah mengira jika ternyata ia akan menjadi salah satu wanita yang terikat dalam situasi seperti itu.Situasi perjodohan dimana ia akan dinikahkan dengan pria yang tidak dicintainya.Malam itu adalah malam ketiga sejak Ayudia menggantungkan pertanyaan yang diberikan Adam kepadanya. Dan ia sudah menimbang-nimbang selama berhari-hari meskipun hingga detik terakhir belum juga mampu memutuskan jawabannya.Lalu sesaat sebelum ia hendak terlelap tidur, ponselnya berdering bagaikan lonceng yang membangunkannya secara tiba-tiba. Ayudia mengernyitkan dahinya saat ia melihat nama yang tertera di layar ponselnya.“Bude? Tumben sekali Bude menelepon.” Gumam Ayudia saat menyadari panggilan dari siapa yang tengah masuk ke dalam ponselnya.Ia dengan cepat menjawab panggilan itu dan Ayudia begitu bingung
Kesalahan pertama Adam adalah membiarkan tubuhnya bergerak lebih dulu dibandingkan pikirannya. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan hampir selama hidupnya. Namun ketika ia mendengar kata Ayudia kembali ke kampung halamannya, seketika Adam kehilangan kemampuannya untuk berpikir jernih. Hatinya merasa gelisah dan ia yakin kegelisahan itu tidak akan hilang sebelum Adam bertemu dengan sosok gadis yang dicarinya.Kesalahan kedua Adam adalah pergi begitu saja ke kota kelahiran Ayudia, tanpa mengetahui dimana kediaman gadis itu berada. Demi Tuhan, dimana Adam akan mencari seorang gadis di sebuah kota yang bahkan baru pertama kali ia datangi?Entah sudah berapa kali ia mengutuki kebodohannya selama satu jam terakhir. Karena selama satu jam terakhir pula, yang Adam lakukan adalah berkeliling ke seluruh penjuru kota untuk mencari Ayudia.Bahkan kota Magelang bukanlah sebuah kota yang besar. Luasnya hanya kurang lebih sembilan belas kilometer!Tapi mengapa sangat sulit bagi Adam untuk menemukan
Adam begitu tidak sabar menanti tiga hari itu datang. Setiap pagi ia akan menghitung sisa waktu yang ia berikan kepada Ayudia sebelum memulai harinya. Di dalam hatinya, Adam sangat ingin mendesak gadis itu untuk segera memberikan jawaban atas pertanyaannya. Namun Adam bisa apa selain menunggu?Berkat kesabarannya, tiga hari akhirnya terlewati meskipun setiap malamnya terasa begitu menyiksa Adam. Di hari keempat, sesuai dengan yang diperjanjikan oleh Ayudia, Adam menyongsong harinya dengan senyum secerah matahari.Ia tidak sabar lagi untuk menjemput jawaban yang keluar dari bibir gadis yang begitu ia sukai.Sayangnya, penantian Adam tidak berbuah manis. Berbanding terbalik dari kesabarannya selama tiga hari belakangan. Di hari keempat, tak peduli meskipun Adam sudah menunggu hingga sore hari, Ayudia tak juga menampakkan batang hidungnya.Ayudia bahkan tidak terlihat dimanapun hari itu. Tidak di selasar kampus, tidak di ruang kelas, bahkan tidak juga di kantin. Kekecewaan menghantam ha
Usai makan malam, lantunan musik dari pemain saxophone yang ada di sudut kabin terdengar semakin mendayu. Menggoda Adam untuk mengajak Ayudia berdansa meskipun gadis itu mati-matian menolaknya.“Ayo kita berdansa, Yu.” Ajak Adam mengulurkan tangannya kepada Ayudia.Ayudia mendelik dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tangannya mencengkeram bangku yang ia duduki seolah menolak dengan keras ajakan Adam untuk melantai.“Tidak! Saya tidak mau, Pak. Saya tidak bisa berdansa.” Protes Ayudia tidak setuju.Namun Adam bukanlah pria yang bisa ditolak. Ia selalu punya cara untuk mewujudkan keinginannya. Entah itu dengan kata-kata manis atau bujukan penuh keyakinan. Dan Ayudia pun akhirnya luluh dengan bujukan itu.“Saya akan mengajarimu, tenang saja. Tidak perlu merasa malu. Lagipula tidak ada siapapun disini, hmm?”Ayudia menghela nafas pelan dan mengangguk lemah. Ia bisa apa? Adam sudah mengajaknya makan di tempat yang begitu indah seperti ini. Rasanya menolak ajakan dansa dari dosennya itu
Adam seolah tidak ingin menyia-nyiakan waktunya bahkan sedetik pun. Seperti janjinya, tepat pukul tujuh malam ia tiba di depan rumah kost Ayudia. Lengkap dengan pakaian super rapi dan wangi serta mobilnya yang sudah dipoles hingga mengkilap.Adam tidak ingin satu kesalahan kecil merusak kencan pertamanya dengan Ayudia malam ini. Karena itu berkali-kali ia memeriksa semuanya sebelum berangkat untuk menjemput gadis kecintaannya.Dan sungguh, Adam sama sekali tidak menyesalinya. Terlebih lagi ketika ia melihat sosok Ayudia yang tampak begitu mempesona tengah berdiri di hadapannya. Gadis itu tersenyum tipis dengan wajah yang tersipu malu. Ayudia mengenakan dress selutut berwarna merah maroon dengan model kerah sabrina berbahu terbuka. Pakaian itu membungkus tubuh ramping Ayudia dengan begitu sempurna, memperlihatkan pundaknya yang simetris bagaikan model, dan kakinya yang jenjang dan menggoda.Ditambah lagi wajah cantiknya yang dipulas dengan riasan. Tidak terlalu mencolok tapi sangat pas
Sekembalinya di kost, Ayudia benar-benar menyesali keputusannya telah menerima ajakan Adam untuk berkencan. Entah apa yang ia pikirkan tadi sehingga ia mau menyetujuinya.Mungkin karena suasana di antara mereka yang terasa begitu intens.Mungkin juga karena rasionalitas Ayudia yang selalu tumpul jika bersama Adam.Atau mungkin karena Ayudia sudah terpikat pada tatapan dua mata indah itu.Ayudia tidak bisa memahami kegamangan yang ada di dalam dirinya sendiri. Sesuatu yang sangat jarang terjadi kepadanya. Selama ini Ayudia selalu mengerti apa yang ia inginkan dan apa yang ia rasakan. Namun kini semuanya tampak begitu samar.Bagaikan tulisan tinta yang terhapus air hujan. Bagaikan pepohonan yang bersembunyi di balik kabut. Dan bagaikan kaca yang dilapisi oleh embun.Semuanya buram. Semuanya tidak jelas. Dan Ayudia merasa tidak cukup pintar untuk menerjemahkan perasaannya sendiri.“Haruskah aku menelepon dan meminta saran Maya?”Ayudia baru hendak menelepon sahabatnya, namun sekejap kemu